Pemerintah kembali memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali selama sepekan untuk periode 8-14 Maret 2022. Ketetapan tersebut diatur melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 15 Tahun 2022. Selama periode tersebut ada 7 kabupaten/kota di Jawa-Bali yang berstatus PPKM level 4, yaitu Sleman, Gunungkidul, Bantul, Kota Yogyakarta, Kulon Progo, Kota Magelang, dan Kota Madiun. Lima dari tujuh kabupaten/kota tersebut adalah wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
arsip pengantar
PKMK – Tawangmangu. Pada Rabu (16/2) diselenggarakan pertemuan tahunan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK – KMK UGM). Pertemuan yang mengangkat tema “Mempersiapkan 50 Tahun PKMK: Energi Baru untuk Era Baru”
Kerangka Acuan Reportase Sesi 1 Reportase sesi 2 Kerangka AcuanPertemuan Tahunan PKMK 2022
| 15 – 17 Februari 2022 |
LATAR BELAKANG
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK – KMK UGM telah memasuki tahun ke-24 dan telah menjadi salah satu organisasi riset dan konsultasi yang terdepan di sektor kesehatan. Sebagai organisasi pembelajar, PKMK perlu terus terbuka terhadap kesempatan – kesempatan untuk melakukan evaluasi dan refleksi serta belajar dari pengalaman untuk menata langkah ke depan. Pertemuan Tahunan merupakan sarana yang tepat bagi PKMK untuk berhenti sejenak dan melakukan refleksi dan evaluasi ini.
Laporan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada 2017 menyebutkan bahwa hampir separuh populasi dunia masih belum mendapatkan akses yang layak terhadap pelayanan kesehatan. Dalam konteks penyakit kanker, masih banyak pasien – pasien yang belum mendapatkan akses pelayanan kesehatan sehingga tidak mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat. Upaya untuk pencegahan kanker pun masih perlu ditingkatkan.
Pandemi COVID-19 telah memberikan beban yang berat bagi sistem kesehatan dan pasien kanker karena makin terbatasnya akses pelayanan kesehatan. Organisasi – organisasi kemasyarakatan yang fokus dalam penyakit kanker menunjukkan adanya peningkatan permintaan dukungan maupun layanan dari pasien kanker. Di sisi lain, aspek keuangan organisasi dihadapkan pada menurunnya pemasukan untuk mendukung aktivitas. Analisis dari Union for International Cancer Control (UICC) menunjukkan adanya masalah keuangan antara lain: penurunan aktivitas penggalangan dana, turunnya dana filantropis, melemahnya arus kas organisasi, tidak adanya pendanaan pemerintah, dan juga keterlambatan pembayaran layanan organisasi.
Beban dari aspek keuangan ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam pelayanan kanker dan dapat berakibat pada hilangnya nyawa pasien. Kesenjangan tersebut terutama sangat tampak di negara berpenghasilan rendah – menengah. Aspek pemerataan (equity) merupakan tantangan yang tidak bisa dihindari. Dalam rangka menurunkan kesenjangan tersebut, peringatan hari kanker sedunia yang dilangsungkan pada 4 Februari 2022 mengangkat tema “Close the Care Gap”.
Dosen, peneliti, mahasiswa, pasien, dokter, maupun individu di seluruh Indonesia dapat mengambil bagian untuk terlibat dalam gerakan ini dengan melakukan edukasi masyarakat tentang pencegahan kanker, memperkuat pelayanan puskesmas serta posyandu di lingkungannya, mendorong pemerintah agar kanker ditetapkan sebagai isu kesehatan yang penting, dan juga melawan stigma serta diskriminasi penderita kanker dalam bentuk apapun.
Saksikan peringatan hari kanker sedunia secara langsung pada Jumat 4 Februari 2022 yang menampilkan diskusi bersama para pakar, komunitas kanker, atlet olahraga, selebritis, dan juga dengarkan kisah dari “survivor” kanker pada link berikut:
Acara dibuka dengan rangkaian sambutan yang diawali oleh Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc., PhD selaku Direktur Umum BPJS Kesehatan. Dalam sambutannya, Ali menyatakan bahwa BPJS Kesehatan mendukung program-program anti fraud dengan membuat berbagai sistem untuk membantu pengendalian fraud program JKN. Sistem-sistem ini diantaranya adalah Defrada (Digitalisasi Audit Klaim) dan DIVA (Digital Validation).
Sambutan selanjutnya disampaikan oleh dr. Achmad Yurianto selaku Ketua Dewas. Dalam sambutannya pria yang akrab disapa Yuri ini menyampaikan bahwa berbagai pihak harus bekerja sama untuk membangun budaya anti fraud. Upaya membangun budaya ini dapat dilakukan dengan edukasi yang luas dan berkelanjutan. Yuri juga menyampaikan bahwa kita semua punya peran penting untuk pengendalian fraud. “Walaupun kita hanya butiran pasir di tepi pantai, yang penting kita hadir sebagai solusi,” ungkapnya mengakhiri sambutan.
Sambutan terakhir disampaikan oleh Andreasta Meliala, Dr. dr. DPH., MKes, MAS selaku Kepala PKMK FK-KMK UGM. Dalam sambutannya, Andre menyatakan rasa syukur dan terima kasih kepada Dewas BPJS Kesehatan yang telah memilih PKMK sebagai mitra diskusi dalam upaya pengendalian fraud program JKN di Indonesia. Sambutan terakhir ini sekaligus membuka acara diskusi.
Diskusi dipandu oleh Indra Yana sebagai moderator. Diskusi diawali dengan paparan materi oleh Hanevi Djasri. Pada sesi pertama ini, Hanevi memperkenalkan kiprah PKMK FKKMK UGM untuk berkontribusi dalam pengembangan sistem anti fraud JKN di Indonesia. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD menginisiasi kegiatan anti fraud JKN pada 2014. Kemudian pada 2015-2016, dengan melibatkan Hanevi Djasri dan Puti Aulia Rahma, mulai melakukan edukasi dan sosialisasi anti fraud kepada BPJS Kesehatan di tingkat pusat dan cabang. Tim ini juga terlibat dalam penyusunan PMK No. 36/2016 termasuk revisi menjadi PMK No. 16/2019. Lebih lanjut tim PKMK juga mengembangkan dan mendampingi proses deteksi potensi fraud serta mengembangkan Community of Practice (CoP) Anti Fraud Layanan Kesehatan pada 2016.
Sesi selanjutnya Hanevi memaparkan bahwa saat ini dalam penyelenggaraan program JKN, aspek mutu masih belum menjadi perhatian. Hal ini mengkhawatirkan mengingat program JKN ini direncanakan mencakup seluruh penduduk Indonesia. Bila peserta yang dicakup ini mendapatkan pelayanan kesehatan yang buruk, maka akan program JKN ini menjadi tidak berdampak optimal untuk peningkatan kesehatan masyarakat. Lebih lanjut Hanevi memaparkan bahwa salah satu faktor yang terlibat dalam buruknya mutu pelayanan kesehatan adalah fraud. Fraud merupakan perbuatan yang mengandung unsur: (a) kesengajaan, (b) mencurangi pihak lain, dan (c) menyebabkan pihak lain menderita kerugian.
Di USA, fraud menyebabkan kerugian finansial sebesar 3-10% total dana kesehatan yang dikelola. Fraud juga berdampak pada mutu dan keselamatan pasien. Transparency International (2019) melaporkan adanya resistensi antibiotik, rujukan yang tidak diperlukan, serta SC di luar indikasi akibat fraud. National Health Anti-Fraud Association (2016) menemukan kasus kateterisasi jantung yang tidak perlu pada 750 pasien yang mengakibatkan 2 pasien meninggal dunia.
Penelitian Joan H. Krause (2006) fraud menyebabkan tingginya angka perawatan saluran akar (PSA) pada gigi yang secara medis lebih tepat dicabut, karena klaim PSA lebih tinggi dari pencabutan. Di Indonesia, menurut data yang dilansir BPJS Kesehatan, diduga terdapat potensi fraud dalam pelayanan Sectio Caesarea (SC), operasi katarak, dan fisioterapi. Dugaan ini kemudian ditindaklanjuti dengan audit nasional Kementerian Kesehatan.
Sesi selanjutnya diisi oleh Puti Aulia Rahma yang menyampaikan gambaran pelaksanaan program JKN. Sejak 2014, PKMK mengkampanyekan program JKN untuk berjalan dalam sebuah siklus yang dimulai dari membangun kesadaran – sistem pelaporan dan respon – deteksi – investigasi – pemberian sanksi – kembali ke membangun kesadaran.
Siklus ini diambil dari rekomendasi European Comission tahun 2013. Saat ini di Indonesia, belum semua komponen dalam siklus program maupun prinsip pengendalian fraud terlaksana dengan optimal, misalnya: (a) membangun kesadaran. Saat ini upaya membangun kesadaran untuk pengendalian fraud belum massif dilakukan. Kalaupun sudah dilakukan, namun belum berkala; (b) sistem pelaporan. Saat ini sudah dibuka saluran pengaduan terkait pelayanan JKN (termasuk fraud), bernama aplikasi SIAP. Namun, hingga saat ini data respon pengaduan belum dapat ditemukan; (c) deteksi & investigasi. Saat ini kegiatan investigasi baru dilakukan pada kasus-kasus yang menjadi sorotan; (d) sanksi. Informasi detil mengenai sanksi berupa denda dan tindak pidana baru didapat terkait dengan pelaku fraud yang berasal dari Aparat Sipil Negara (ASN). Pelaku fraud non ASN, misalnya dari fasilitas kesehatan swasta ada yang pernah diberikan sanksi berupa denda dan pemutusan kerja sama, namun belum diketahui secara pasti besaran denda dan untuk skema fraud apa?; dan (e) tim anti fraud. Saat ini berbagai entitas yang terlibat dalam program JKN sudah membentuk tim anti fraud. Namun, tim ini belum mampu menjalankan tugas-tugas sesuai siklus program maupun prinsip pengendalian fraud.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, pada sesi penutup Hanevi menyampaikan enam rekomendasi kebijakan: (a) memperbanyak intensitas, jenis, dan cakupan sosialisasi dan edukuasi dan sosialisasi pencegahan fraud dalam pelayanan kesehatan; (b) mengembangkan sistem pengolahan data (data klaim INA CBG, data P-Care, data aplikasi SIAP, dan data aduan dari asosiasi fasyankes) yang dapat diakses oleh publik untuk mengetahui besarnya potensi dan dampak dari fraud layanan kesehatan; (c) meningkatkan pemanfaatan informasi hasil analisa data terkait potensi fraud dan upaya pencegahan fraud sebagai sumber pembelajaran dan pengambilan keputusan; (d) membuat kerangka kajian dan penelitian terkait kebijakan dan manajemen pengendalian fraud layanan kesehatan; (e) meningkatkan ikatan kemitraan antara BPJS Kesehatan dan Provider dalam penerapan good corporate governane dan good clinical governance; dan (d) membuat kebijakan untuk lebih banyak melibatkan komunitas-komunitas yang bergerak dalam bidang anti fraud layanan kesehatan.
Penulis: drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE
Peneliti Divisi Manajemen Mutu, PKMK FK-KMK UGM
- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
- Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman
Pembawa acara seminar yaitu Dr. dr. Dwi Handono, M.Kes, kemudian seminar dibuka dengan pengantar yang disampaikan oleh dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D, FRSPH. Dalam pengantar dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D, FRSPH terkait “Health System Transformation” disampaikan bahwa transformasi sistem kesehatan merupakan salah satu prioritas Kemenkes yang perlu diperbaiki terutama terkait pandemi COVID-19 untuk mengatasi health crisis kedepan. Transformasi tidak hanya menjadi kebutuhan bagi Indonesia tetapi juga internasional dan global. Faktor kegagalan transformasi dapat disebabkan karena:
- Tidak ada sense of urgency
- Tidak ada leadership team dari pihak kunci
- Tidak ada visi yang jelas dari transformasi
- Masalah komunikasi
- Kendala implementasi yang tidak diantisipasi
- Tidak ada perencanaan jangka panjang
- Capaian secara premature dianggap sudah berhasil
- Kegagalan untuk melembagakan transformasi setelah dilaunch
Salah satu kendala transformasi sistem kesehatan adalah friksi antara intervensi top-down dan bottom up. Sehingga seminar ini melihat respon daerah terkait transformasi sistem kesehatan dalam perspektif desentralisasi.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, dr. Yulianto Prabowo, M.Kes menyampaikan materi I terkait “Respon Dinas Kesehatan Provinsi terhadap Reformasi Sistem Kesehatan”. Penanganan Covid-19 di Jawa Tengah memberikan pelajaran bahwa pengendalian sudah cukup baik dengan surveilans yang terus-menerus dan peningkatan laju vaksinasi. Meskipun demikian, disparitas antar daerah perlu menjadi perhatian. Aksi penanganan menuju transformasi: penguatan layanan primer, pemberdayaan masyarakat, penguatan layanan rujukan, penguatan laboratorium PCR, karantina terpusat sampai di daerah, percepatan vaksinasi, serta refocusing anggaran. Pemerintah daerah merevisi rencana strategis terkait pandemi untuk penguatan sistem kesehatan tidak hanya UKP tetapi juga UKM.
Materi II terkait “Transformasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman” disampaikan oleh dr. Cahya Purnama, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. Transformasi layanan primer di Kabupaten Sleman memprioritaskan upaya preventif dan promotif. Overkapasitas SDM perlu diatasi dan ditingkatkan kapabilitas, termasuk untuk jenjang karir SDM BLUD.
Dari hasil diskusi, disimpulkan oleh dr. Dwi Handono meskipun transformasi sistem kesehatan tampak sentralistis, pemerintah daerah memiliki kesiapan untuk komitmen transformasi kesehatan. Transformasi kesehatan di daerah diprioritaskan untuk mengatasi permasalahan spesifik di daerah, Tetapi tetap menangani seluruh aspek kesehatan untuk mencegah kegagalan pada sistem kesehatan.
Untuk menutup tahun 2021, PKMK FK-KMK UGM menggelar webinar dengan topik “Kaleidoskop Forum Pembiayaan Kesehatan Penguatan JKN untuk Keadilan Sosial dengan Implementasi Kebijakan Kompensasi” yang telah di selenggarakan pada 30 Desember 2021. Laporan kegiatan berupa materi dan video dapat diakses pada link berikut

Dalam konteks pandemi COVID-19, konsep sertifikat vaksinasi digital diusulkan sebagai mekanisme untuk menyimpan data kesehatan seseorang yang terkait COVID-19 secara digital melalui sertifikat elektronik. Sertifikat vaksinasi digital adalah dokumen yang menunjukkan status vaksinasi COVID-19 seseorang dan dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan atau sebagai bukti vaksinasi untuk tujuan kegiatan lain. Pendekatan konsep ini dirumuskan sebagai Digital Documentation of COVID-19 Certificates: Vaccination Status (DDCC:VS).
Dokumen ini merupakan dokumen yang ditulis saat pandemi COVID-19 masih berjalan sehingga perlu mempertimbangkan kondisi negara dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam implementasinya. Pendekatan yang diutamakan adalah mengetahui data status vaksinasi untuk melindungi masyarakat dari penyebaran penyakit. World Health Organization (WHO) mengembangkan panduan ini dilengkapi dengan spesifikasi teknis untuk mendorong negara-negara dalam mengadopsi standar dalam merekam status vaksinasi. Dengan standar data yang sama, interoperabilitas data dapat dimaksimalkan untuk berbagi pakai data secara terintegrasi antara sektor kesehatan dengan sektor-sektor lain. Pelajari dokumen lengkap pada tautan berikut:
World Health Organization (WHO) telah menerbitkan berbagai standar dan tools yang terkait implementasi PPI. Namun perlu diakui bahwa publikasi sebelumnya tidak spesifik ditujukan pada fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) primer. Publikasi baru ini didasarkan pada pedoman, standar, dan tools PPI WHO yang sudah ada dan memiliki relevansi langsung bagi fasyankes primer. Target audiens utama dari dokumen ini adalah tenaga kesehatan, staf PPI, staf dinas kesehatan atau kementerian, para manajer fasyankes primer, dan tenaga professional lain yang tertarik untuk mengembangkan atau memperkuat program PPI di fasyankes primer.Program PPI merupakan bagian integral dalam sistem kesehatan nasional.
The Health System Response Monitor (HSRM) dirancang untuk mengumpulkan berbagai informasi terkini terkait bagaimana sistem kesehatan sebuah negara merespon pandemi COVID-19. Laporan ini akan diperbaharui secara berkala apabila terjadi perubahan tindakan ataupun kebijakan dalam penanganan COVID-19. Laporan disusun oleh kontributor dari setiap negara, tim peneliti dan konsultan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK – KMK UGM) turut berperan menyusun laporan dari Indonesia.
Laporan ini berfokus pada enam topik utama, (1) pencegahan penularan/transmisi lokal, (2) memastikan jumlah infrastruktur fisik dan tenaga kesehatan yang memadai, (3) pelayanan kesehatan yang efektif, (4) pembiayaan pelayanan kesehatan, (5) tata kelola sistem kesehatan terkait COVID-19, dan (6) tindakan atau kebijakan dari sektor lain non kesehatan dalam menangani pandemi.
Tujuan dari penulisan dokumen ini adalah: