Arsip:

Reportase

Reportase MedInfo 2025

Reportase MedInfo 2025

MEDINFO 2025 adalah konferensi internasional terbesar di bidang informatika kesehatan yang diselenggarakan oleh International Medical Informatics Association (IMIA). Ajang ini mempertemukan peneliti, praktisi, perumus kebijakan, dan inovator dari seluruh dunia untuk berbagi pengetahuan, riset terbaru, dan solusi digital dalam sistem kesehatan. MEDINFO diadakan setiap dua tahun sekali dan menjadi wadah strategis untuk memperkuat kolaborasi lintas negara dan sektor. Tahun ini tepatnya pada 9–13 Agustus 2025, MEDINFO digelar di Taipei International Convention Center (TICC), Taiwan, dengan tema “Healthcare Smart × Medicine Deep”. Konferensi ini berfokus pada bagaimana kecerdasan buatan dan teknologi informasi klinis mendalam dapat memperkuat sistem kesehatan global. MEDINFO tahun ini mengangkat 5 track utama diantaranya: Information and Knowledge Management, Human, Organizational, and Social Aspects, Health Data Science & Artificial Intelligence, Quality, Safety, & Outcomes, dan Global Health Informatics, delegasi internasional akan membahas berbagai isu dalam rangkaian presentasi, diskusi panel, workshop, hingga pameran teknologi kesehatan digital. TIm UGM mengikuti kegiatan tersebut dan melaporkan liputannya melalui website ini.  read more

Reportase Webinar Perluasan Pelayanan Cath-Lab untuk Menjalankan Amanah UUD 1945, ataukah Sebuah Proyek Mercusuar?

PKMK FK-KMK UGM menyelenggarakan webinar terkait Bukti dalam Kebijakan Kesehatan pada 16 Januari 2025 (waktu Yogyakarta) atau 15 Januari 2025 (waktu Boston), dengan tema “Perluasan Pelayanan Cath-Lab untuk Menjalankan Amanah UUD 1945, ataukah Sebuah Proyek Mercusuar?” Webinar ini dihadiri oleh para akademisi, praktisi kesehatan, serta pembuat kebijakan, dan menampilkan dua pembicara ahli yang berada di lokasi berbeda, yaitu Boston dan Yogyakarta.

Pengantar Dikusi oleh Prof. Laksono Trisnantoro

Diskusi dibuka dengan pengantar dari Prof. Laksono Trisnantoro, dosen Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM, yang melihat adanya perbedaan pendapat mengenai perluasan Cath-Lab. Di satu sisi ada pihak yang menilainya sebagai proyek kuratif mercusuar dan di sisi lain ada yang mendukung pelaksanaannya. Perbedaan ini perlu dibahas dengan evidence yang ada, risiko perluasan, dan dibahas dalam perspektif keadilan sosial sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.

VIDEO   MATERI

Paparan Pertama dari Boston.

dr. Farizal Rizky Muharram, mahasiswa S2 Harvard Medical School memaparkan data distribusi Cath-Lab di Indonesia antara tahun 2017-2022. Dalam paparannya, ia menjelaskan terjadi tren peningkatan jumlah Cath-Lab, terutama di wilayah perkotaan besar. Namun yang terjadi adalah adanya ketimpangan distribusi Cath-Lab antara daerah maju dan daerah tertinggal dan dampak ketidakmerataan akses terhadap pemerataan pelayanan kesehatan jantung. Analisis ini menggunakan metode geospatial, dan ukuran-ukuran inequity menggunakan Rasio Gini.

VIDEO

Paparan Kedua (Yogyakarta)

M. Faozi Kurniawan, SE, Akt, MPH, peneliti di PKMK FK-KMK UGM melanjutkan dengan analisis perkembangan klaim BPJS untuk tindakan medis menggunakan Cath-Lab pada periode 2015-2023. Poin-poin utama dari paparannya meliputi peningkatan jumlah klaim tindakan Cath-Lab setiap tahun terutama di Regional 1 (Jawa). Peningkatan di Regional 1 sangat tajam, sementara di Regional 5 (Papua dan Maluku) mendatar. Terjadi disparitas yang melebar. mencerminkan ketidak adilan pelayanan CathLab di antara anggota BPJS. Faozi juga menekankan perlunya pengaturan pembiayaan dan kebijakan strategis agar layanan Cath-Lab dapat diakses lebih luas tanpa membebani sistem pembiayaan kesehatan.

VIDEO   MATERI

Pembahasan oleh Prof. Laksono Trisnantoro

Laksono menegaskan, hingga saat ini Cath Lab merupakan salah satu teknologi yang belum merata karena berdasarkan data yang disampaikan dr Farizal, jika di satu lokasi sudah tersedia layanan Cath Lab, maka terjadi kecenderungan jumlah layanan Cath Lab akan bertambah. Sementara, jika di lokasi lain tidak tersedia Cath Lab cenderung akan selalu terjadi kekosongan. Pada masa JKN, perkembangan Cath Lab masih berdasar mekanisme pasar. Hal ini disayangkan, karena BPJS harapannya mengurangi tekanan pasar yang murni melalui intervensi pemerintah. Fakta lainnya, disparitas rendah dalam klaim saat BPJS, namun semakin meningkat antar regional. Berdasarkan data, pelayanan Cath Lab tidak merata dalam 10 tahun terakhir, bahkan disparitasnya semakin buruk. Sehingga, perluasan layanan Cath Lab harus merata agar prinsip pemerataan akses kesehatan tercapai. Hal ini sejalan dengan sila kelima Pancasila yaitu Keadilan Sosial untuk Seluruh Rakyat Indonesia.

VIDEO   MATERI

Diskusi dan Kesimpulan

Sesi diskusi berlangsung interaktif dengan penanggap ahli-ahli jantung (kardiologist), neurologist, sampai ke peneliti implementasi. Penanggap mengangkat berbagai isu, termasuk kendala infrastruktur di daerah terpencil, pelatihan tenaga medis untuk penggunaan Cath-Lab, dan peran pemerintah pusat dan daerah dalam mendukung layanan kesehatan berbasis teknologi tinggi. Tidak ada yang menyatakan sebagai proyek mercusuar. Banyak penanggap menyatakan perlu persiapan matang, termasuk sampai ke pentahapan program untuk mencapai seluruh Indonesia.

Dalam kesimpulannya, Laksono menegaskan bahwa kebijakan perluasan Cath-Lab diperlukan untuk meningkatkan akses layanan di daerah-daerah sulit dengan pertimbangan geospatial yang baik. Risiko kegagalan sistem perlu dimonitor dengan penelitian implementasi. Pendanaan pelayanan kesehatan perlu dilakukan secara baik. Diharapkan ada pemahaman bahwa perluasan pelayanan Cathlab ke daerah sulit bukan sebagai proyek mercusuar, namun menjalankan perintah UUD 1945 dengan berbagai keterbatasan teknis dan anggaran.

VIDEO

Reportase: RM. Reksonegoro

Reportase The 19th Postgraduate Forum on Health System and Policy

UGM-Yogyakarta. The 19th Postgraduate Forum (PGF) dengan topik Policy and Action for Sustainable Healthcare 2030 diselenggarakan pada 17 dan 18 Juni 2025 di FK-KMK UGM. Tahun ini menjadi kali kesembilan belas forum diadakan. PGF merupakan agenda tahunan yang diinisiasi oleh Indonesia (UGM), Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) dan Prince of Songkla University (Thailand). PGF tahun ini menghadirkan sejumlah narasumber dengan paparan yang menarik diantaranya dari Universiti Kebangsaan Malaysia, BPJS Kesehatan RI, RS Akademik UGM, Kementerian Kesehatan RI, FK-KMK UGM, Erasmus University Rotterdam, Lancet Countdown Sweden, Peking University China, Prince of Songkla University serta World Bank. Selain sesi plenary, PGF kali ini juga menghadirkan sesi Sinergy Hub yang mendorong peserta dari beragam latar belakang mendiskusikan topik tertentu secara mendalam kemudian para peserta dipandu untuk mengidentifikasi tantangan, solusi, dan potensi kemitraan bersama. Reportase: read more

Reportase Seminar Rabuan Talkshow: Sharing Pembelajaran dari Global Symposium on Health System Research (HSR) 2024, Global Digital Health Forum 2024 dan International Society for Quality in Health Care 2024

18 Desember 2024

Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM bekerjasama dengan PKMK UGM menggelar seminar mingguan untuk berbagi pembelajaran dari 3 event internasional, yaitu Global Symposium on Health System Research (HSR) 2024, Global Digital Health Forum 2024 dan International Society for Quality in Health Care (ISQua) 2024. Narasumber dalam kegiatan ini ialah akademisi dari HPM UGM dan peneliti PKMK. Talkshow dipandu oleh Mentari Widiastuti, MPH dari PKMK UGM. Kegiatan ini diadakan secara hybrid, melalui luring di FK-KMK UGM dan Zoom Meeting.

Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS selaku Ketua Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan UGM menyampaikan dalam pembukaannya, melalui seminar rutin ini, Prodi Kebijakan dan Manajemen Kesehatan memberi kesempatan sharing, sehingga mahasiswa dan dosen bisa menindaklanjuti isu yang ada karena sangat relevan dengan yang situasi terjadi di Indonesia. Andreasta membuka dengan sebuah pertanyaan: bagaimana sistem kesehatan dapat berfungsi di daerah global dan bagaimana sistem kesehatan memberi benefit pada kelompok tertentu?.  Mengambil contoh kasus di Kepulauan Aru, Andreasta menjelaskan bahwa bidan dari daerah terpencil harus menempuh 12 jam perjalanan menggunakan kapal untuk mengakses pelatihan. Kondisi ini diperburuk dengan perjalanan di kapal yang minim akses sanitasi dan konsumsi yang baik. Andreasta juga menggarisbawahi keterkaitan isu kesehatan dengan dampak dari perubahan iklim, salah satunya bahwa sektor kesehatan dan transportasi menyumbang 6 persen emisi karbon di seluruh dunia.

Sesi Global Symposium on Health System Research 2024 (https://healthsystemsglobal.org/)

18-22 November 2024

Narasumber pada sesi ini ialah Shita Listya Dewi, S.IP, MM, MPP (Peneliti PKMK FK-KMK UGM) dan dr. Likke Prawidya Putri, MPH, Ph.D (Dosen Departemen KMK FK-KMK UGM).  Shita menyampaikan dua kegiatan menarik dari Global Symposium on Health System Research 2024  ialah capacity building dan knowledge exchange. Shita juga memaparkan tentang Health System Global (HSG), sebuah komunitas khusus keanggotaan yang menghubungkan para peneliti sistem kesehatan, pembuat kebijakan, dan praktisi dan berkontribusi pada pencapaian yang lebih baik, kesetaraan kesehatan, dan kesejahteraan. HSR 2024 mencakup total 167 sesi yang dilaksanakan dalam dalam 5 hari. HSR memberikan wawasan terkait topik-topik riset yang dapat dieksplorasi lebih lanjut, seperti pelayanan kesehatan untuk masyarakat rentan atau penggunaan kerangka Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI), di samping penggunaan framework baru dalam penelitian, seperti pendekatan fenomenologi, narrative inquiry, go-along tours, dan geospatial methods, serta merumuskan topik penelitian terkait post 2030 agenda, health diplomacy, digital health,  private sector, climate change, planetary health dan sebagainya. HSR juga menjadi ajang pertemuan dan jejaring dengan donor, pembuat kebijakan, dan mitra-mitra pembangunan. Listya Dewi, S.IP, MM, MPP

Peran Analis Kebijakan dan Keterampilan yang Dibutuhkan: Penggunaan Data Sekunder Kesehatan dan Teknik Advokasi

REPORTASE

Forum Nasional (Fornas) Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) XII pada hari ketiga (19/10/2022) mengangkat topik “Peran Analis Kebijakan dan Keterampilan yang Dibutuhkan: Penggunaan Data Sekunder Kesehatan dan Teknik Advokasi”. Acara yang dipandu oleh Mashita Inayah, S.Gz selaku master of ceremony (MC) ini dimulai dengan pembukaan dari Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D., sebagai Ketua JKKI. Laksono membuka acara dengan menekankan pentingnya basis bukti atau evidence dan keterampilan advokasi untuk mendukung proses penyusunan kebijakan. Sesi pembukaan diakhiri dengan pertanyaan,”Apakah diperlukan pemisahan profesi/peran sebagai advokator kebijakan dan analis kebijakan?”

VIDEO

Sesi Pemaparan

Acara dilanjutkan dengan paparan dari tiga narasumber. Sesi ini dimoderasi oleh Shita Listyadewi, MM, MPA selaku Kepala Divisi Kesehatan Masyarakat PKMK. Narasumber pertama untuk sesi ini adalah Dr. dra. Dumilah Ayuningtyas, MARS, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Dumilah membawakan materi yang bertajuk “Interpretasi Data Kualitatif dan Kuantitatif untuk Analis Kebijakan”. Dumilah berargumen sebuah kebijakan membutuhkan basis bukti berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Lebih jauh lagi, evidence-based policy membutuhkan kompetensi teknis untuk mengintegrasikan pengalaman, pertimbangan, dan ekspertis dengan data yang tersedia untuk memastikan penyusunan kebijakan dilakukan secara objektif dan bukan sekadar berbasis opini.

Mengambil contoh kejadian di Stadion Kanjuruhan, Dumilah menunjukkan bahwa evidence diperlukan secara cepat dari berbagai sumber untuk memungkinkan respon kebijakan yang lebih cepat. Dumilah juga menggunakan contoh dinamika data vaksinasi, mobilitas, dan pertambahan jumlah kasus yang mempengaruhi rekomendasi-rekomendasi terkait kebijakan pencegahan dan respon COVID-19, seperti screening, testing, dan pembatasan perjalanan. Menutup pemaparannya, Dumilah menekankan bahwa profesi advokator sebaiknya tidak dipisahkan dari profesi analis kebijakan. Analisis menghasilkan luaran berupa rekomendasi. Supaya rekomendasi dapat termanfaatkan, diperlukan upaya persuasi atau dorongan atas perubahan. Oleh karena itu, seorang analis kebijakan memerlukan keterampilan untuk juga menjadi advokator kebijakan.

VIDEO  |  MATERI

Narasumber kedua adalah dr. Likke Prawidya Putri, MPH, Ph.D (cand), Dosen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK), Universitas Gadjah Mada (UGM). Likke memberikan pemaparan yang berjudul “Metode Realist Evaluation untuk Analis Kebijakan”. Likke menyampaikan bahwa realist evaluation (RE) merupakan pendekatan yang berbasis pada realisme, yakni penerimaan akan kenyataan yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya dan merespon temuan-temuan tersebut.

RE memperhatikan aspek-aspek sosial yang berinteraksi dengan program atau kebijakan. Likke menutup paparannya dengan menekankan bahwa RE tidak berhenti pada kesimpulan “Ya” atau “Tidak”, melainkan juga menjelaskan konteks-konteks pada mana program atau kebijakan dianggap efektif atau tidak efektif.

VIDEO   MATERI

Narasumber ketiga yaitu Gabriel Lele, M.Si, Dr.Phil, Dosen Manajemen dan Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL), UGM. Gabriel memberikan pemaparan “Teknik Advokasi Kebijakan untuk Analis Kebijakan”. Senada dengan paparan Dumilah, Gabriel menyampaikan bahwa peran advokator kebijakan tidak bisa dipisahkan dengan peran analis kebijakan. Gabriel mengatakan bahwa analis kebijakan perlu memposisikan dirinya sebagai “policy entrepreneur” supaya hasil-hasil kajian dapat ditindaklanjuti oleh pembuat kebijakan. Titik-titik advokasi dapat bervariasi, misalnya di fase agenda-setting, formulasi alternatif solusi, implementasi, dan evaluasi.

Gabriel menutup paparannya dengan menjelaskan langkah-langkah kunci advokasi yang terdiri atas penentuan masalah kebijakan, memahami lingkungan kebijakan, menentukan target audiens, menentukan target substantif, dan memilih strategi untuk mengatasi masalah. Selain itu, Gabriel juga menekankan bahwa strategi advokasi perlu mempertimbangkan pendekatan akademik-saintifik dan sosial-politik.

VIDEO   MATERI

Setelah pemaparan dari ketiga narasumber, acara dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab. Sesi ini memunculkan wacana-wacana tentang pentingnya keberpihakan pada publik dalam penyusunan dan analisis kebijakan publik, sensitifitas atas ekologi kebijakan dalam pelaksanaan advokasi atau translasi hasil penelitian untuk penyusunan kebijakan, objektivitas dan independensi analis kebijakan, menginterpretasi hasil secara berimbang, serta penggunaan data yang akurat dan reliabel supaya rekomendasi dapat termanfaatkan, alih-alih terjadi garbage-in-garbage-out.

Presentasi Policy Brief

Setelah sesi pemaparan dan diskusi, acara dilanjutkan dengan presentasi policy brief yang dipandu oleh Tri Muhartini, MPA. Presentasi pertama dibawakan oleh Mandira Ajeng Rachmayanthy dengan topik “Integrasi Pelayanan Kesehatan Mental Berbasis Telehealth”. Penggunaan fasilitas Telehealth diharapkan dapat menjembatani masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan mental. Telehealth yang berkembang pesat dapat menjangkau wilayah secara luas sehingga menjadi rekomendasi layanan kesehatan dengan mempertimbangkan aspek tata kelola, keuangan, pelayanan dan potensi bahayanya. Oleh karena itu diperlukan regulasi terkait sistem pelayanan kesehatan mental melalui Telehealth yang terintegrasi dengan sistem pemerintah pusat.

Presentasi kedua berjudul “Data Pelaporan dan Data Survei: Perlukah Dipertentangkan?”. Presentasi ini dibawakan oleh Luna Amalia, Meilinda, Melyana Lumbantoruan, Nirmala A. Ma’ruf, Novi Budianti, Nurul Puspasari, dan Syachroni. Data berperan penting sebagai penyusun informasi, baik di skala mikro hingga makro seperti dokumen evaluasi capaian pembangunan kesehatan. Data dari berbagai sumber seringkali dipertentangkan sebagai dualisme data dan informasi seperti pada data rutin dan data survei. Pada dasarnya, data pelaporan rutin dan data survei memiliki karakteristik yang berbeda dan memang tidak untuk dipertentangkan. Oleh karena itu, data pelaporan rutin sebaiknya dipergunakan sebagai bahan perencanaan dan penentuan prioritas program intervensi kesehatan. Sedangkan data survei sebagai bahan evaluasi dampak kinerja pembangunan kesehatan. Hal ini dilakukan untuk menghindari persepsi adanya dualisme data.

VIDEO

Setelah pemaparan policy brief, acara selanjutnya adalah pembahasan oleh Farida Sibuea, SKM, M.Sc.PH. selaku Ketua Tim Kerja Analisis Data, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan dan dr. Monika Saraswati Sitepu, M.Sc selaku Ketua Tim Kerja Integrasi Pelayanan Primer Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan. Farida menyatakan bahwa ada hal penting dalam Telehealth yaitu perlindungan data. Data kesehatan harus disimpan di dalam negeri dan bukan luar negeri karena hal ini telah diatur dalam undang-undang PP Nomor 71 Tahun 2019. Sedangkan terkait pelaporan data rutin, diperlukan penguatan data rutin karena akan mewakili apa yang ada di lapangan sehingga data rutin dapat mewakili data survei. Namun, beberapa indikator kesehatan tetap perlu dilakukan survei sebagai kontrol. Monika menambahkan bahwa layanan kesehatan mental masuk ke dalam pelayanan kesehatan minimal. Namun, dalam policy brief tersebut perlu ditambahkan pendeteksian masalah jiwa di layanan primer dan untuk mengoptimalkan Telehealth perlu didukung infrastruktur yang memadai. Sementara itu, untuk meningkatkan kualitas data rutin perlu dukungan pemerintah daerah yang dapat mendorong pemanfaatan data rutin dengan lebih baik.

VIDEO

Selanjutnya, Tri Muhartini, MPA menyimpulkan hasil diskusi pada kegiatan ini bahwa data rutin yang selalu diperbaharui dan data survei yang tersedia akan mendukung transformasi sistem kesehatan dan membantu dalam penyusunan analisis kebijakan. Materi dan detail kegiatan Fornas XII dapat diakses di https://fornas.kebijakankesehatanindonesia.net. Salam Sehat!

Reporter:
Monita Destiwi, MPA dan Mentari Widiastuti, MPH (Divisi Public Health, PKMK)

Pengembangan Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) Provinsi Bersama Perguruan Tinggi di Indonesia dalam Program Mitra DaSK

REPORTASE

Guardian Yoki Sanjaya, MHlthInfo menjelaskan universitas berperan mendorong berbagai rekomendasi berbasis data sekunder di level nasional dan provinsi. Hal ini berpotensi digunakan universitas lain sehingga utilitasnya dapat digunakan secara luas. Untuk kebijakan nasional dan daerah sehingga dapat melakukan monitoring aktif di daerah yang dilakukan pihak akademisi,peneliti dan student. Dalam melakukan monitoring aktif, dan di daerah yang dilakukan pihak akademik, peneliti, dan student. Utilisasinya masih belum maksimal pada data di Kemenkes dan BPJS Kesehatan. Oleh karena itu munculnya dashboard DaSK.

VIDEO

 

Sensa Gudya Sauma Syahra menjelaskan Digital Data Corner (DDC) dilatarbelakangi biological/ medical information  menjadi big data terbesar, sumber data penelitian dan data sekunder semakin banyak di lingkup penelitian kesehatan serta perlu pengelolaan yang optimal untuk big data kesehatan. Produk dari DDC adalah website DaSK. DDC ini memiliki layanan data warehouse, pelatihan dan tutorial, serta konsultasi dan pendampingan. Data Visualization ini https://dashboard.digitaldatacorner.net/

 

VIDEO  |  MATERI

 

dr. Lutfan Lazuardi, PhD menjelaskan banyak data kesehatan tersedia dan salah satu strateginya visualisasinya. Mengembangkan visualisasi dengan dashboard untuk memudahkan pemangku kebijakan dan peneliti untuk memvisualisasikan datanya. DaSK tersedia banyak data dan berkontribusi mendapatkan informasi dari universitas. Kita dapat berkolaborasi meningkatkan cakupan dan mutu bagi universitas. DaSK dimanfaatkan oleh peneliti, students dan akademisi.

 

VIDEO  |  MATERI

 

Tri Murhatini, MPA menjelaskan analisis kebijakan provinsi diharapkan berkolaborasi di universitas masing-masing provinsi sehingga dapat mengelola dashboard provinsi masing-masing. Tujuan mitra DaSK yaitu menyediakan data sistem kesehatan provinsi yang terintegrasi dan terbaru, meningkatkan kemampuan akademisi untuk melakukan riset kebijakan dalam konteks kebijakan kesehatan nasional dan daerah, serta meningkatkan kemampuan akademisi dalam menulis artikel.

 

VIDEO  |  MATERI

 

Reporter:
Ardhina Nugrahaeni, MPH (Divisi Public Health, PKMK UGM)

Bukti Baru dari Data Sampel BPJS Kesehatan: Pelayanan Penyakit Katastropik dan Transformasi Kesehatan

REPORTASE

Topik 2 pada forum nasional JKKI kali ini mengangkat tema bukti baru dari data sampel BPJS Kesehatan, khususnya pada pelayanan penyakit katastropik dan transformasi kesehatan. Diharapkan dengan memanfaatkan data sampel BPJS Kesehatan dapat menganalisis kondisi beban dalam pelayanan kesehatan, salah satunya menunjang dalam enam transformasi kesehatan yakni pembiayaan kesehatan dalam JKN. Forum Nasional JKKI hari Kedua dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro selaku Ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia yang menyampaikan seluruh lapisan masyarakat sudah dijamin kesehatannya oleh negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, namun masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan keadilan dari pelayanan katastropik.

Bila melihat data sampel tahun 2015 – 2019 mengalami kenaikan besaran klaim, namun pada 2020 biaya klaim mengalami penurunan akibat terdapat pandemi COVID-19. Jika melihat lebih jauh, kenaikan klaim ini banyak terjadi di regional 1 bahkan meningkat tajam besaran klaimnya hingga 2019, dan berbanding terbalik di regional 4 dan 5 cenderung klaim paling rendah bahkan terlihat stagnan. Pada 2020, di seluruh regional biaya klaim menurun karena dampak pandemi COVID-19. Hal ini akan berdampak pada kebijakan untuk equity di daerah dimana salah satu faktor yang mempengaruhi yakni akses layanan. Akses layanan di Jawa dan luar Jawa sudah terlihat perbedaan demografinya. Untuk mengatasi kesenjangan ini, diperlukan peninjauan kembali kebijakan kesehatan yang berlaku saat ini (transformasi kesehatan, khususnya pilar rujukan dan pembiayaan) termasuk meninjau akar penyebab variasi beban penyakit antar provinsi serta memperkuat program dan kebijakan yang bertujuan mengurangi kesenjangan di seluruh Indonesia.

VIDEO  |  MATERI

 

Keynote Speech

Pada sesi ini menghadirkan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., PhD, AAK selaku Direktur Utama BPJS Kesehatan menyampaikan banyak tantangan dari keadilan, ketersediaan, aksesibilitas, demikian juga mutu proteksi penyakit katastropik sehingga BPJS Kesehatan berfokus dalam preventif-promotif, termasuk screening karena hampir seluruh penyakit katastropik mengalami tren rebound kecuali gagal ginjal.

Hal ini juga ditambah dari perubahan pandemi ke endemi, BPJS Kesehatan ikut terlibat dalam upaya mengendalikan fenomena “rebound” berupa kolaborasi dengan pemangku kepentingan dengan collaborative research, join innovation, publication, policy formulation, dan capacity building termasuk BPJS Kesehatan memiliki program goes to campus, bukan hanya kampus dalam negeri melainkan kampus luar negeri. BPJS Kesehatan berharap melalui upaya ini dapat meningkatkan efektivitas penyusunan dan rekomendasi kebijakan JKN, mendukung perbaikan program JKN (Evidence-Based Policymaking) melalui inovasi berkelanjutan, serta BPJS Kesehatan terbuka melakukan kerja sama dan berkolaborasi dalam pengembangan dan pengolahan analisis data untuk menunjang program JKN.

VIDEO

 

Sesi Pemaparan

Narasumber pertama, M. Faozi Kurniawan, MPH selaku peneliti PKMK FK-KMK UGM menyatakan bahwa pada 2019-2021 berdasarkan data sampel BPJS Kesehatan mengalami peningkatan peserta, khususnya pada regional 1 yang lebih tinggi dan peningkatan ini juga sejalan dengan memadainya fasilitas dan SDM Kesehatan (dokter speasialis) yang cukup sehingga mempengaruhi penyerapan klaim. Bila melihat kondisi klaim FKL seluruh penyakit tahun 2015-2020 terjadi peningkatan kecuali 2020 karena mengalami penurunan klaim akibat pandemi COVID-19 dan turunnya kunjungan ke RS. Provinsi dengan besaran klaim tertinggi tahun 2015-2020 yaitu provinsi Jawa Barat dan paling sedikit adalah Papua Barat. Sedangkan segmen peserta PBPU dan PPU mendominasi pemanfaatan BPJS selama 6 tahun di Jawa Barat.

Bila melihat rata-rata biaya klaim per segmen peserta per jumlah peserta per tahun dan jumlah peserta yang mengakses fasilitas kesehatan didominasi oleh segmen PBPU dan PPU. Berdasarkan data sampel BPJS Kesehatan 2015-2020, besaran klaim untuk penyakit jantung, kanker dan stroke masih didominasi oleh Regional 1 dibanding Regional 4 dan 5 sehingga belum ada pemerataan pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh kesenjangan kunjungan rujukan antar segmen dan masih didominasi oleh PPU dan PBPU. Selain itu, provinsi yang menerima rujukan pasien dari berbagai provinsi terbanyak yakni DKI Jakarta dan Sumatera Utara. Maka diperlukan penguatan pilar pembiayaan pada prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan kebijakan kompensasi untuk mendukung kebijakan pemerintah daerah di bidang kesehatan, khususnya dana promotif-preventif, fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan.

VIDEO  |  MATERI

Narasumber kedua, dr. Yasjudan Rastrama Putra, SpPD selaku Staf Divisi Hematologi-Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-KMK UGM mengungkapkan bahwa penyakit kanker terbesar kedua dalam klaim BPJS, dimana jumlah kunjungan juga terbilang tinggi meski terjadi penurunan di 2020 akibat pandemi COVID-19 dan segmen PBPU/mandiri menjadi urutan pertama besar klaim untuk pelayanan kanker. Bila melihat tren segmen tahun 2015-2020 per provinsi, Pulau Jawa dan provinsi Sumatera Utara paling banyak mengajukan klaim kanker dengan dominasi segmen yakni PBPU dan PPU. Selain itu, kenaikan besaeran klaim kanker per regional tahun 2015-2019 masih didominasi regional 1 dengan biaya klaim tertinggi, namun pada 2020, regional 1 dan 4 mengalami kenaikan tahun 2020 sedangkan paling sedikit adalah regional 5 di sepanjang tahun 2015-2020.

Sehingga dapat disimpulkan penggunaan layanan kanker belum merata dan hal ini dipengaruhi oleh keterbatasan dan kurang meratanya SDM layanan kanker dalam penggunaan layanan, maka diperlukan usaha berkelanjutan untuk pemerataan penggunaan layanan kanker berupa pengampuan dan bantuan biaya studi untuksebaran ahli kanker agar sebanding dengan pemanfaatan utilisasi.

VIDEO  |  MATERI

 

Narasumber ketiga, dr. Real Kusumanjaya Marsam, M.Kes, SpJP(K) selaku Dokter Spesialis Penyakit Jantung RSUP Dr Sardjito, Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK-KMK UGM menyatakan bahwa hasil Riskedas 2018 beberapa provinsi lebih tinggi dari angka nasional (setidaknya 15 dari 1.000 orang atau sekitar 2.784.064 individu di Indonesia menderita penyakit jantung).

Bila melihat RS rujukan layanan jantung, bnayak tersebar di sebagian Pulau Sumatera, Jawa dan Bali. Ketersediaan ini belum banyak, namun diharapkan 24 provinsi di 34 provinsi mampu melakukan layanan jantung secara mandiri. Selain itu, lebih 1.500 dokter di 13 institusi pendidikan di 3 tempat tadi dan masih banyak menumpuk di regional 1. Masalah utama dalam pelayanan jantung di Indonesia adalah masih tingginya biaya pelayanan jantung, sebaran dokter spesialis jantung yang belum memadai dan pemerataan layanan yang masih menumpuk di regional 1. Sehingga upaya yang dapat dilakukan dengan optimalisasi jeajring RS, memudahkan regulasi diaspora kesehatan bagi WNI lulusan luar negeri, menambah jumlah program studi dan beasiswa, serta meningkatkan kemampuan dokter jantung yang sudah ada.

VIDEO  |  MATERI

 

Narasumber keempat, Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt. M.Kes selaku Ketua Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KP-MAK) FK-KMK UGM menyatakan bahwa adanya transformasi kesehatan diharapkan kesehatan bisa menyesuaikan dengan dinamika-dinamika yang ada saat ini, sehingga kualitas layanan kesehatan menjadi lebih baik. Selain itu, inovatif funding perlu dibangun namun tidak dapat berjalan sendiri karena perlu keterlibatan stakeholder dari hulu hingga hilir sehingga tidak ada lagi kegiatan yang tidak ada sumber pendanaannya.

VIDEO  |  MATERI

 

Sesi Pembahasan

Terdapat pembahas yang telah hadir pada forum nasional JKKI kali ini yakni pembahas pertama, dr. Yuli Farianti, M.Epid selaku Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK), Kementerian Kesehatan menyampaikan bahwa Kementerian Kesehatan akan melakukan pengampuan kepada RS di daerah sehingga kualitas layanan bisa tersedia, menghindari angka kematian dan keselamatan pasien mutunya terjaga. Selain itu, data BPJS Kesehatan bisa diakses oleh seluruh daerah,  misal kisaran buyer dan penyakit terbanyak sehingga sesi hulu bisa memperkuat promorif-preventif. Untuk mengetahui ekuitas yang belum tersedia di layanan faskes diakibatkan oleh pemertaan faskes dan pemerataan dokter spealias di daerah serta besaran tarif layanan yang kurang, sehingga perlu dilihat lagi oleh BPJS Kesehatan dan tidak ada pasien dirujuk karena tarif layanan yang rendah.

Pembahas kedua, dr. Lily Kresnowati, M.Kes selaku Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan, BPJS Kesehatan menyampaikan bahwa kesenjangan dari sisi pembiayaan, pemanfataan layanan, dan pertumbuhan klaim masih terjadi dikarenakan isu terbesarnya yakni layanan JKN pada aspek ekuiti sehingga engagement bersama stakeholder lain (Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah perlu ditingkatkan). Hal ini bisa terlihat masih ada daerah sudah mencapai UHC namun layanan dan faskesnya belum tersedia atau sebaliknya. Selain itu, perluasan akses layanan ini juga dapat memperluas akses BPJS Kesehatan terutama pada layanan jantung yang menjadi prioritas sehingga kita semua perlu mengawal JKN agar ketersediaan akses dari peserta JKN dapat terlayani.

VIDEO

Diakhir sesi, terdapat pertanyaan dari peserta, “Apakah ada arah kebijakan mengenai rujukan di “provinsi kepulauan” mengingat besaran klaim dari Indonesia bagian timur lebih kecil yang kemungkinan disebabkan akses yang sulit antar pulau?”. Lily menjawab, “Natuna dan Morotai bisa menjadi contoh penggunaan ambulans laut sebagai angkutan lokal dan peraturan daerahnya juga untuk ambulans ini. Ambulans laut ini digunakan untuk akses antar kepulauan”. Selain itu, M. Faozi Kurniawan, MPH selaku Peneliti PKMK FK-KMK UGM juga menambahkan, “Kebijakan kompensasi bisa menjadi solusi untuk RS pengampuan yang kesulitan dana. Kebijakan kompensasi bisa menjadi mengatasi equity karena peserta akan dirujuk ke beberapa daerah dan ketika pasien dirujuk, pengantar juga ikut sehingga pendanaan ini perlu diperhatikan. Kebijakan kompensasi bisa menjembatani wilayah kepulauan dan kesenjangan itu sambil menunggu dokter spesialis di provinsi lebih banyak termasuk peralatan”.

Reporter:
Agus Salim, MPH (Divisi Public Health, PKMK UGM)

Reportase Pembukaan Fornas XII & Topik 1 Peran dan Posisi Analis Kebijakan dalam Transformasi Sistem Kesehatan

Forum Nasional (Fornas) Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) XII tahun 2022 yang diselenggarakan oleh JKKI bekerjasama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM serta 10 universitas co-host mengambil tema besar yaitu: Potensi dan Tantangan Masa Depan dalam Transformasi Sistem Kesehatan Untuk Meningkatkan Mutu dan Pemerataan Akses Pelayanan Kesehatan. Kegiatan ini berlangsung pada 17-27 Oktober 2022 secara online.

Pembukaan Fornas pada Senin (17/10/2022) dimulai dengan pengantar oleh Prof. Laksono Trisnantoro, sebagai Ketua JKKI. Laksono menyampaikan terima kasih kepada co-host dan mitra yang mendukung pelaksanaan fornas ini. Adapun co-host berasal dari 10 universitas yang tersebar di Indonesia dan juga INAHEA.

Laksono menyampaikan bahwa topik Fornas ke-12 ini dipenuhi oleh topik lama seperti keadilan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan topik baru seperti kebijakan industri farmasi dan alat kesehatan, juga layanan primer. Pada topik akhir Fornas tahun ini akan membahas apakah transformasi kesehatan ini tujuan atau merupakan alat? Oleh karena itu, Laksono mengajak para peserta untuk berdiskusi terkait keberhasilan dari kebijakan transformasi kesehatan Hal ini yang harus dijaga karena setiap kebijakan ada risiko serta menjadi tantangan besar saat ini, termasuk bagaimana peran analis kebijakan untuk mencapai tujuan transformasi kesehatan Indonesia.
VIDEO  |  MATERI
 
Selanjutnya sambutan dari Dekan FK-KMK UGM, dr. Yodi Mahendradata, M.Sc, PhD, FRSPH mengungkapkan walaupun pandemi COVID-19 ini telah mendekati akhir, namun kemungkinan pandemi berikutnya bisa terjadi, Sehingga kesiapan atau preparedness itu yang paling utama dalam menghadapi era pandemi saat ini.
Oleh karena itu, Fornas JKKI ini adalah upaya dari FK-KMK UGM untuk mengawal proses transformasi enam pilar sistem kesehatan. Yodi mengharapkan Fornas ini  dapat berjalan dnegan lancar dan membawa kebermanfaatan yang luas untuk transformasi kesehatan Indonesia.
VIDEO
 
Selanjutnya keynote speech disampaikan oleh dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D. selaku Wakil Menteri Kementerian Kesehatan. Dante menyampaikan terkait tantangan sistem kesehatan yaitu tidak meratanya fasilitas kesehatan, kurangnya SDM kesehatan, dan tantangan geografis yang mengakibatkan akses ke layanan yang tidak merata.

Adapun kebutuhan transformasi kesehatan didasari oleh beberapa hal yaitu terjadinya pandemi COVID-19, belum meratanya cakupan JKN, kebutuhan penggunaan teknologi digital dan juga tuntutan masyarakat. Sehingga pelaksanaan Fornas JKKI ini dirasa sangat relevan dengan kebutuhan saat ini.
VIDEO
 

Peran dan Posisi Analis Kebijakan dalam Transformasi Sistem Kesehatan

Topik pertama Fornas JKKI XII ini adalah Peran dan Posisi Analis Kebijakan dalam Transformasi Sistem Kesehatan. Seminar diselenggarakan pada Senin (17/10/2022) secara daring dan diikuti kurang lebih 300 peserta. Sesi ini dimoderatori oleh  Dr. dr Andreasta Meliala, DPH, M.Kes, MAS selaku Direktur PKMK FK-KMK UGM. Materi pertama oleh Drs. Nana Mulyawan, MKes, Sekretaris Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) yang menyampaikan bahwa peran Analis Kebijakan dalam Transformasi Sistem Kesehatan mengacu pada visi misi Presiden Indonesia tahun 2020-2024.

Dari 10 sasaran RPJMN bidang kesehatan, saat ini ada tiga yang belum tercapai, yaitu persentasi puskesmas memiliki dokter, stunting, dan juga masalah penyakit menular. Oleh karena itu, Kemenkes mendukung transformasi kesehatan yang meliputi enam pilar, yaitu transformasi layanan primer, layanan rujukan, ketahanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, dan teknologi kesehatan. Ada empat peran penting dari analis kebijakan dimulai dari agenda setting, formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan. Nana mengharapkan analis kebijakan dapat ikut dalam penguatan dan implementasi transformasi sistem kesehatan.
VIDEO  |  MATERI
 
Materi selanjutnya oleh Dr. Sri Wahyu Wijayanti dari LAN, yang menyampaikan terkait Optimalisasi Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK). Sri memulai paparannya dengan menyampaikan permasalahan kebijakan saat ini yang kebanyakan belum berbasis bukti. Hal ini karena ada empat hal, yaitu konflik pasal atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan lainnya. Kedua, inkonsisten dalam satu peraturan perundang-undangan beserta turunannya. Ketiga  multitafsir pada objek dan subjek yang diatur sehingga menimbulkan ketidakjelasan rumusan.

Terakhir, kebijakan yang tidak operasional artinya  regulasi tersebut tidak memiliki daya guna, namun peraturan tersebut masih berlaku atau peraturan tersebut belum memiliki peraturan pelaksana. Adapun Jabatan Fungsional Analis Kebijakan diatur dalam PermenPAN RB 45/2013. Tugas utama Analis Kebijakan adalah menjembatani kesenjangan dari hasil riset untuk kebijakan dengan melakukan kajian dan analisis kebijakan. Peran analisis kebijakan muncul di setiap tahap siklus kebijakan. JFAK juga berperan untuk meningkatkan public awareness terkait isu kebijakan yang tengah diusung.
VIDEO  |  MATERI
 
Setelah itu,  DR. Ing. Totok Hari Wibowo, M.Sc selaku Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia yang memberikan pesan utama dalam materinya yaitu penting sekali dalam mengenali knowledge gap dengan meningkatkan komunikasi bersama pihak lain untuk mengisi kekosongan kebijakan kesehatan yang masih ada. Totok menekankan bahwa manusia adalah modalitas yang bisa diajak untuk melakukan sesuatu. Penting sekali untuk membentuk community of practice dengan melibatkan tidak hanya komunitas Kesehatan namun juga pihak lain yang berkaitan. Hal ini untuk mendorong adanya identifikasi masalah dengan kreativitas atau inobasi. Dalam Framework thingking of innovation system, Totok berargumen bahwa yang paling lemah dalam kebijakan saat ini berdasarkan kerangka tersebut adalah kebijakan dan rencana aksi pengembangan inovasi, intermediasi dan pengembangan yang lebih maju. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan komunikasi dan kolaborasi untuk pertukaran ide dalam upaya menemukan celah pengetahuan tadi.
VIDEO  |  MATERI
 
Materi terakhir disampaikan oleh Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si dari Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, FISIPOL UGM yang menyampaikan materi terkait tantangan profesi analis kebijakan di era disrupsi. Erwan memulai materinya dengan menyampaikan konteks dunia saat ini yang tengah berubah, seperti mobilitas yang makin mudah, perubahan lingkungan, gaya hiodup, dan pola konsumsi. Hal ini kemudian membawa implikasi pada masalah kesehatan. Dengan kompleksitas ini, maka peran analis kebijakan menjadi krusial.

Tantangan saat ini adalah pendekatan pilihan rasional seperti yang dipakai selama tidak selalu berhasil membantu policy maker dalam menyelesaikan masalah kebijakan. Selain itu, para pembuat kebijakan di dunia kesehatan belum terlalu memahami masalah utama dan bagaimana cara mengatasinya. Eksistensi masalah yang dihadapi juga terus berubah dari waktu ke waktu. Sehingga dibutuhkan kebijakan yang bersigat agilite. Hal yang perlu diperhatikan dalam agility ini adalah dukungan data, legitimasi pembuat kebijakan, kapasitas analis kebijakan dan kepercayaan masyarakat.
VIDEO  |  MATERI
 
Sesi berikutnya ialah diskusi dimana banyak peserta yang antusias untuk menyumbangkan ide dan memberi pertanyaan tentang topik yang dibahas di Fornas XII hari pertama ini. Selanjutnya Andreasta menyimpulkan diskusi topik pertama ini bahwa sudah ada keterlibatan yang baik dari analis kebijakan di Kementerian Kesehatan, namun perlu diperhatikan terkait kebijakan yang dihasilkan untuk tidak menimbulkan tantangan yang baru. Ada banyak hal yang bisa dikembangkan untuk menyederhanakan masalah dan membuat langkah-langkah intervensi masalah menjadi lebih sistematis, dengan juga merefleksikan apa yang perlu disiapkan serta memprediksikan terkait impact kebijakan.  Materi dan detail kegiatan Fornas XII dapat diakses di https://fornas.kebijakankesehatanindonesia.net . Salam Transformasi Kesehatan!.
VIDEO
 
Reporter: Sandra Frans (Divisi Public Health, PKMK UGM)

Dissemination of the Research Results (PKMK, PATH, MoH)

Reportase Panel -1

18 Agustus 2022

Pertemuan ini dirancang sebagai sarana diseminasi hasil penelitian PKMK FK – KMK UGM bekerja sama dengan PATH. Kegiatan dipandu oleh Gde Yulian Yogadhita, Apt, M.Epid selaku MC. Sesi 1 pemaparan aktivitas penelitian works stream 1-5 (WS1-WS5) yang dilakukan oleh PKMK FK – KMK UGM oleh Dr. dr.Andreasta Meliala, M.Kes., MAS dimoderatori oleh moderator yaitu dr Bella. Donna, M.Kes. Sistem kesehatan Indonesia mengalami  transformasi setelah terjadinya pandemi COVID-19. Hasil penelitian WS-1 mengidentifikasi oksigen medis sangat unpredicted dan unmanaged. Hasil penelitian WS-2 mengidentifikasi kapasitas alokasi sumber daya penyediaan oksigen dengan menggunakan prosedur standar krisis. WS Milenia / WS-3 mengidentifikasi terdapat unmatched terkait KIA. Hal yang spesifik terkait maintenance dan repairing terutama berbicara dalam konteks Indonesia Timur. WS 4 & 5 mengidentifikasi scattered information : masalah standarisasi, interoperability, masalah sumber daya manusia, internal system di rumah sakit.

Pembahas 1 dari Pusat Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Ida Diana Sari sangat apresiasi dengan penelitian PKMK FK – KMK UGM.  Pusat Kebijakan Pembangunan Kesehatan sedang melakukan kajian terkait kebijakan alat kesehatan dan obat. Bagaimana cara pembuatan alat kesehatan yang baik (CPAKB). Alkes ini hendaknya aman dan terjangkau sesuai dengan CPAKB artinya ada pengendalian mutu untuk menjamin agar produk alat kesehatan yang diproduksi memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaanya. Pembahasan 2 dari Sekretariat Jenderal Kemenkes, Nur Hidayat menyampaikan salah satu strategi meningkatkan sistem ketahanan kesehatan adalah meningkatkan ketersediaan, ketahanan farmasi dan alkes. Alkes yang masuk dalam kategori 10 top ten dilihat by value dan by volume. Dari hasil penelitian, harapannya hasil penelitian ini jangan sampai di atas meja, namun alat – alat kesehatan yang diteliti oleh tim UGM bisa diproduksi massal dan dimanfaatkan di Indonesia. Sesi ini ditutup oleh moderator, dr. Bella Donna menyampaikan masih ditemukan beberapa kekurangan dalam kajian yang sudah dilakukan. Ada satu poin penting dalam situasi pandemi bencana non alam yaitu kebutuhan manajemen, baik dari regulasi, internal fasilitas maupun government, terdapat critical point yang harus di – manage sejak awal. Penelitian – penelitian ini harapannya menjadi evidence based mendukung knowledge dan menghasilkan best practice.

Selanjutnya sesi kedua pemaparan hasil penelitian WS 1 dan WS 2 yang dimoderatori oleh Widy WIdayah, MPH. Hasil penelitian WS-1 berjudul Update survei peralatan biomedis COVID-19 di Indonesia disampaikan oleh dr. Sandra Frans, MPH. Penelitian ini menggunakan frameworks oxygen system dari WHO. Peralatan terkait produksi, pemberian oksigen, dan sistem pendukung tersedia di sebagian besar rumah sakit, dengan lebih banyak dimiliki oleh rumah sakit pemerintah dan rumah sakit kelas A dan B. Beberapa alat medis yang dimaksud antara lain jaringan pipa dinding ga medis, konsentrator oksigen HFNC, BiPAP/CIPAP dan ventilator.  Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah instrumen yang digunakan WHO bisa diadaptasi di Indonesia dalam konteks situasi bencana, simulasi kebutuhan oksigen di RS. Monitoring terintegrasi dengan aplikasi yang sudah ada dan dimanfaatkan ke dalam pengambilan keputusan. Dinas kesehatan sebagai stakeholder penting untuk pemetaan peralatan biomedis di daerahnya.

Hasil peenlitian WS-2 berjudul Pemetaan Stakeholder terhadap Dukungan Oksigen Medis dalam Penanggulangan COVID-19 : Koordinasi dan Alokasi Sumber Daya dipaparkan oleh Madelina Ariani, SKM, MPH. Perumusan permasalahan dalam penelitian ini tidak membandingkan 6 daerah namun menggambarkan perwakilan Indonesia untuk melihat bagaimaana situasi oksigen medis pada gelombang kedua.  Krisis oksigen medis tidak dapat diprediksi dan tidak disangka, sehingga semua daerah mengalaman emergency situation namun tidak semua daerah mengalami emergency crisis. Permasalahan kebutuhan oksigen tadi dari perencanaan bingung bagaimana menghitung kebutuhan oksigen. Catatan penelitian diringkas dalam 3 poin yaitu perencenanaan, emergency response (koordinasi) dan alokasi sumber daya. Koordinasi ICS itu terpadu terhadap jenis bencana apapun. Rekomendasi dari hasil penelitian ditujukan kepada Pusat Krisis Kesehatan (PKK) Kemenkes terkait pelatihan, Kemenko PMK terkait manajemen rencana kontingensi, kepada Kemenkes terkait pemetaan kapasitas produksi oksigen medis dan kepada pemeritah pusat dan produsen terkait peluang pembangunan depo cadangan oksigen medis.

Pembahas 1 yaitu drg Leny dari PKK Kemenkes menyampaikan rekomendasi yang ditujukan untuk PKK adalah hal yang memang dibutuhkan. Dimana PKK sudah rutin melakukan penguatan kapasitas daerah dalam beberapa tahun ini melalui pelatihan rencana kontijensi. Rekomendasi ini akan dipakai untuk memperkaya materi pelatihan rencana kontijensi khususnya di materi perhitungan kapasitas maksimum baik untuk bencana alam dan non alam. Pembahas 2 adalah dr. Nia Reviani, MAPS dari Kemenko PMK menyampaikan bahwa sinkronisasi pengendalian dan kebijakan sangat penting.  Perlu adanya komitmen bersama untuk sinkronisasi kebijakan ini. Ini tidak bisa tugas kemenkes saja namun dengan beberapa organisasi, kementerian lainnya dan stakeholder lainnya. Hasil penelitian ini harapannya bisa disampaikan secara resmi kepada Kemenko PMK sebagai leading Koordinasi Sinergitas dan Pemantauan (KSP), supaya supaya temuan – temuan atau rekomendasi dari penelitian ini bisa terimplementasi dengan baik. Pembahas 3 yaitu dr. Yudhi Amiarno, SpU dari ARSADA menyampaikan bagaimana tata kelola udara/ ventilasi di RS juga sangat penting untuk diteliti. ARSI juga membagikan pengalaman mereka saat dilapangan bagaimana kegalauan RS menghadapi regulasi atau panduan yang cepat berubah.

Sesi ini ditutup dengan tanggapan dari peneliti yang berterimakasih atas rencana fasilitasi untuk KSP dari Kemenko PMK, informasi pengalaman ARSI dan ARSADA, dan dukungan dari PKK Kemenkes. Oleh karena itu, peneliti memetakan peran RS juga salah satunya untuk support self management dan transfer information. Catatan penting lainnya ialah rumah sakit dan dinas kesehatan membutuhkan tim manajemen.

Reporter : Happy R Pangaribuan

Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM

 

Webinar Series Dialog Kebijakan Diabetes Mellitus

Pada Agustus hingga Desember 2022 Tim Lintas Departemen FK – KMK UGM dan PKMK UGM menyelenggarakan Webinar Series Dialog Kebijakan Diabetes Melitus. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh upaya kepedulian FK – KMK UGM terhadap pengendalian berbagai penyakit katastropik yang menjadi beban JKN. Diabetes sendiri merupakan faktor risiko metabolik yang sangat penting terkait penyakit jantung, gagal ginjal dan stroke. Diabetes melitus dianggap sebagai faktor risiko independen melalui terjadinya dislipidemia, gangguan fungsi pembuluh darah, dan hipertensi. Baik jumlah kasus maupun prevalensi diabetes akan terus meningkat oleh karena DM bersifat kronis dan akumulatif. Berdasarkan fakta tersebut, Tim Analis Kebijakan FK – KMK UGM untuk DM berencana menyusun sebuah monograf untuk menilik kebijakan yang telah ada di Indonesia, membandingkan dengan situasi di lapangan, dan merumuskan usulan kebijakan untuk memperbaiki manajemen diabetes di Indonesia. Monograf analisis kebijakan akan di susun setiap tahun sebagai bagian dari monitoring kebijakan DM di Indonesia.

Seminar daring ini terdiri dari 8 seri, seri yang pertama sebagai pendahuluan dengan topik “Mengembangkan Kebijakan DM dari Prevensi Hingga Layanan Primer dan Tersier” yang telah diselenggarakan pada 10 Agustus 2022. Materi presentasi, video dan reportase dapat diakses pada link berikut

SELENGKAPNYA