Forum nasional XIV JKKI 2024 memberikan kesempatan kepada akademisi, analis kebijakan, peneliti, pengambil keputusan dan pemangku kepentingan di bidang kesehatan untuk berpartisipasi menyediakan Evidence-based policy dan dibahas dalam kegiatan seminar. Partisipasi dapat dilakukan dengan mengirimkan policy brief sesuai dengan topik Forum nasional XIV. Partisipasi dapat dilakukan dengan mengirimkan dokumen policy brief terkait dengan sistem kesehatan untuk pelayanan KJSU : (1) Transformasi layanan primer, (2) Transformasi layanan rujukan, (3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan, (4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan, (5) Transformasi SDM Kesehatan, dan (6) Transformasi teknologi kesehatan. Batas akhir pengumpulan policy brief pada tanggal 1 Agustus 2024. Informasi selengkapnya mengenai Forum Nasional JKKI 2024 dan ketentuan policy brief dapat disimak pada link berikut
Pengantar
Perubahan kebijakan nasional merupakan salah satu faktor lingkungan eksternal yang memberi pengaruh utama pada dinamika rumah sakit di Indonesia. Saat ini, dampak dari UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Transformasi Kesehatan masih terus bergulir dan rumah sakit harus sudah menyiapkan respon-respon yang tepat sesuai dengan kebijakan tersebut.
Sementara itu, perubahan global juga turut memberi warna yang akan mempengaruhi rumah sakit dalam jangka panjang. Oleh karena itu, dalam rangka memperingati tiga dekade MMR UGM dan 25 tahun PKMK FK-KMK UGM, isu-isu terkini dan masa depan RS akan dibahas pada workshop dan seminar diikuti reuni akbar pada 5-6 Juli 2024 di Bali.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi dan mutu tenaga kesehatan adalah dengan mendorong pelatihan yang mendukung kesinambungan dalam menjalankan praktik. Untuk meningkatkan mutu pelatihan, Kementerian Kesehatan menetapkan kebijakan memperbaiki standar dan tata kelola lembaga penyelenggara pelatihan sehingga berdampak terhadap peningkatan kualitas tenaga kesehatan. Kebijakan ini termasuk mengembangkan platform digital Plataran Sehat. Berdasarkan latar belakang tersebut, PKMK FK-KMK UGM menyelenggarakan seminar sebagai salah satu upaya universitas merespon kebijakan Kementerian Kesehatan mengembangkan kompetensi tenaga kesehatan. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari proses akreditasi unit pelatihan PKMK FK-KMK UGM dalam rangka menghasilkan pelatihan dan output yang bermutu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Webinar diselenggarakan pada Rabu (3/4/2024)
Kamis, 2 Februari 2023
diselenggarakan oleh
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK)
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM
PENDAHULUAN
Sistem Kesehatan di Indonesia mengalami goncangan hebat di sepanjang 2020-2022 lalu akibat bencana non alam pandemi COVID-19. Pandemi ini berdampak dan menguji langsung Sistem Kesehatan Nasional dan Daerah (SKN dan SKD), serta mendorong lahirnya gebrakan Kementerian Kesehatan untuk melakukan transformasi Sistem Kesehatan.
Transformasi Sistem Kesehatan diarahkan untuk mengubah secara signifikan pilar-pilar (1) pelayanan dasar melalui edukasi masyarakat, primary prevention, secondary prevention dan penguatan kapasitas dan kapabilitas faskes primer, (2) pelayanan rujukan yang menyediakan layanan berkualitas dan efisien, yang dimungkinkan melalui peningkatan akses dan kualitas layanan di tingkat sekunder dan tersier, serta memperkuat resiliensi sektor obat dan alkes, dan juga (3) memastikan kesiapan dan efektivitas respon tanggap bencana. Namun, penguatan pilar-pilar harus didukung beberapa landasan yang kuat pula dari sisi pembiayaan kesehatan, jumlah dan distribusi tenaga kesehatan serta digitalisasi kesehatan dan pengambilan keputusan berdasarkan data. Transformasi kesehatan diharapkan mampu memperkuat sistem kesehatan Indonesia untuk dapat merespon tantangan-tantangan masa depan sembari terus meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tentu saja transformasi sistem kesehatan bukannya tanpa tantangan. Pertama, siapkah seluruh komponen dalam sistem kesehatan melakukan transformasi ini secara cepat namun tepat? Siapkah unsur-unsur pemangku kepentingan di tingkat pusat bergegas menelurkan kebijakan-kebijakan yang mendukung transformasi kesehatan? Bagaimana dengan para pelaksana di tingkat daerah?
LATAR BELAKANG
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM telah memasuki tahun ke-24 dan telah menjadi salah satu organisasi riset dan konsultasi yang terdepan di sektor kesehatan. Sebagai organisasi pembelajar, PKMK perlu terus terbuka terhadap kesempatan-kesempatan untuk melakukan evaluasi dan refleksi serta belajar dari pengalaman untuk menata langkah ke depan. Kegiatan pertemuan kaleidoskop merupakan kegiatan tahunan yang dilaksanakan oleh PKMK sebagai sarana untuk berhenti sejenak dan melakukan refleksi dan evaluasi.
Reportase Panel -1
18 Agustus 2022
Pertemuan ini dirancang sebagai sarana diseminasi hasil penelitian PKMK FK – KMK UGM bekerja sama dengan PATH. Kegiatan dipandu oleh Gde Yulian Yogadhita, Apt, M.Epid selaku MC. Sesi 1 pemaparan aktivitas penelitian works stream 1-5 (WS1-WS5) yang dilakukan oleh PKMK FK – KMK UGM oleh Dr. dr.Andreasta Meliala, M.Kes., MAS dimoderatori oleh moderator yaitu dr Bella. Donna, M.Kes. Sistem kesehatan Indonesia mengalami transformasi setelah terjadinya pandemi COVID-19. Hasil penelitian WS-1 mengidentifikasi oksigen medis sangat unpredicted dan unmanaged. Hasil penelitian WS-2 mengidentifikasi kapasitas alokasi sumber daya penyediaan oksigen dengan menggunakan prosedur standar krisis. WS Milenia / WS-3 mengidentifikasi terdapat unmatched terkait KIA. Hal yang spesifik terkait maintenance dan repairing terutama berbicara dalam konteks Indonesia Timur. WS 4 & 5 mengidentifikasi scattered information : masalah standarisasi, interoperability, masalah sumber daya manusia, internal system di rumah sakit.
Pembahas 1 dari Pusat Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Ida Diana Sari sangat apresiasi dengan penelitian PKMK FK – KMK UGM. Pusat Kebijakan Pembangunan Kesehatan sedang melakukan kajian terkait kebijakan alat kesehatan dan obat. Bagaimana cara pembuatan alat kesehatan yang baik (CPAKB). Alkes ini hendaknya aman dan terjangkau sesuai dengan CPAKB artinya ada pengendalian mutu untuk menjamin agar produk alat kesehatan yang diproduksi memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaanya. Pembahasan 2 dari Sekretariat Jenderal Kemenkes, Nur Hidayat menyampaikan salah satu strategi meningkatkan sistem ketahanan kesehatan adalah meningkatkan ketersediaan, ketahanan farmasi dan alkes. Alkes yang masuk dalam kategori 10 top ten dilihat by value dan by volume. Dari hasil penelitian, harapannya hasil penelitian ini jangan sampai di atas meja, namun alat – alat kesehatan yang diteliti oleh tim UGM bisa diproduksi massal dan dimanfaatkan di Indonesia. Sesi ini ditutup oleh moderator, dr. Bella Donna menyampaikan masih ditemukan beberapa kekurangan dalam kajian yang sudah dilakukan. Ada satu poin penting dalam situasi pandemi bencana non alam yaitu kebutuhan manajemen, baik dari regulasi, internal fasilitas maupun government, terdapat critical point yang harus di – manage sejak awal. Penelitian – penelitian ini harapannya menjadi evidence based mendukung knowledge dan menghasilkan best practice.
Selanjutnya sesi kedua pemaparan hasil penelitian WS 1 dan WS 2 yang dimoderatori oleh Widy WIdayah, MPH. Hasil penelitian WS-1 berjudul Update survei peralatan biomedis COVID-19 di Indonesia disampaikan oleh dr. Sandra Frans, MPH. Penelitian ini menggunakan frameworks oxygen system dari WHO. Peralatan terkait produksi, pemberian oksigen, dan sistem pendukung tersedia di sebagian besar rumah sakit, dengan lebih banyak dimiliki oleh rumah sakit pemerintah dan rumah sakit kelas A dan B. Beberapa alat medis yang dimaksud antara lain jaringan pipa dinding ga medis, konsentrator oksigen HFNC, BiPAP/CIPAP dan ventilator. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah instrumen yang digunakan WHO bisa diadaptasi di Indonesia dalam konteks situasi bencana, simulasi kebutuhan oksigen di RS. Monitoring terintegrasi dengan aplikasi yang sudah ada dan dimanfaatkan ke dalam pengambilan keputusan. Dinas kesehatan sebagai stakeholder penting untuk pemetaan peralatan biomedis di daerahnya.
Hasil peenlitian WS-2 berjudul Pemetaan Stakeholder terhadap Dukungan Oksigen Medis dalam Penanggulangan COVID-19 : Koordinasi dan Alokasi Sumber Daya dipaparkan oleh Madelina Ariani, SKM, MPH. Perumusan permasalahan dalam penelitian ini tidak membandingkan 6 daerah namun menggambarkan perwakilan Indonesia untuk melihat bagaimaana situasi oksigen medis pada gelombang kedua. Krisis oksigen medis tidak dapat diprediksi dan tidak disangka, sehingga semua daerah mengalaman emergency situation namun tidak semua daerah mengalami emergency crisis. Permasalahan kebutuhan oksigen tadi dari perencanaan bingung bagaimana menghitung kebutuhan oksigen. Catatan penelitian diringkas dalam 3 poin yaitu perencenanaan, emergency response (koordinasi) dan alokasi sumber daya. Koordinasi ICS itu terpadu terhadap jenis bencana apapun. Rekomendasi dari hasil penelitian ditujukan kepada Pusat Krisis Kesehatan (PKK) Kemenkes terkait pelatihan, Kemenko PMK terkait manajemen rencana kontingensi, kepada Kemenkes terkait pemetaan kapasitas produksi oksigen medis dan kepada pemeritah pusat dan produsen terkait peluang pembangunan depo cadangan oksigen medis.
Pembahas 1 yaitu drg Leny dari PKK Kemenkes menyampaikan rekomendasi yang ditujukan untuk PKK adalah hal yang memang dibutuhkan. Dimana PKK sudah rutin melakukan penguatan kapasitas daerah dalam beberapa tahun ini melalui pelatihan rencana kontijensi. Rekomendasi ini akan dipakai untuk memperkaya materi pelatihan rencana kontijensi khususnya di materi perhitungan kapasitas maksimum baik untuk bencana alam dan non alam. Pembahas 2 adalah dr. Nia Reviani, MAPS dari Kemenko PMK menyampaikan bahwa sinkronisasi pengendalian dan kebijakan sangat penting. Perlu adanya komitmen bersama untuk sinkronisasi kebijakan ini. Ini tidak bisa tugas kemenkes saja namun dengan beberapa organisasi, kementerian lainnya dan stakeholder lainnya. Hasil penelitian ini harapannya bisa disampaikan secara resmi kepada Kemenko PMK sebagai leading Koordinasi Sinergitas dan Pemantauan (KSP), supaya supaya temuan – temuan atau rekomendasi dari penelitian ini bisa terimplementasi dengan baik. Pembahas 3 yaitu dr. Yudhi Amiarno, SpU dari ARSADA menyampaikan bagaimana tata kelola udara/ ventilasi di RS juga sangat penting untuk diteliti. ARSI juga membagikan pengalaman mereka saat dilapangan bagaimana kegalauan RS menghadapi regulasi atau panduan yang cepat berubah.
Sesi ini ditutup dengan tanggapan dari peneliti yang berterimakasih atas rencana fasilitasi untuk KSP dari Kemenko PMK, informasi pengalaman ARSI dan ARSADA, dan dukungan dari PKK Kemenkes. Oleh karena itu, peneliti memetakan peran RS juga salah satunya untuk support self management dan transfer information. Catatan penting lainnya ialah rumah sakit dan dinas kesehatan membutuhkan tim manajemen.
Reporter : Happy R Pangaribuan
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM
Madelina Ariani dalam paparannya menyebutkan SDMK ini merupakan salah satu pilar sistem kesehatan nasional. Masalah strategis SDMK yang dihadapi di masa depan berdasarkan Perpres Nomor 72 Tahun 2012 tentang SKN ada dalam pengembangan dan pemberdayaan SDMK, perencanaan kebijakan dan program SDM kesehatan, pemerataan SDM Kesehatan, dan dalam pembinaan dan pengawasan mutu SDM Kesehatan. Hipotesis dari kajian literatur ini adalah SKN belum berwawasan manajemen risiko bencana dan krisis kesehatan. Manajemen risiko ini terkait dengan kapasitas dan kompetensi SDM Keseahtan saat bencana dan krisis kesehatan. Terdapat 4 poin menjadi hasil sementara dari kajian literatur yaitu : (1) Lemahnya koordinasi SDMK saat bencana dan krisis kesehatan; (2) Pendidikan terkait bencana dan krisis kesehatan masih lemah; (3) performa tenaga kesehatan dalam penanganan bencana dan krisis keseahtan masih lemah dan (4) pentingnya review kurikulum bencana kesehatan di perguruan tinggi.
Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS menekankan kembali bahwa pendekatan sistem kesehatan sangat penting untuk meminimalisir risiko dan dampak akibat bencana dan krisis kesehatan. Pada era sistem kesehatan, SDMK tidak bisa dilihat lagi secara individu tetapi attached dengan fasyankes. Penanganan SDMK tidak bisa disendirikan hanya pada saat bencana namun di masa pra bencana juga perlu diperhatikan. Hal ini terkait dengan apakah ada kejelasan tim penanggulangan bencana saat pra bencana, SDM kesehatan dipersiapkan untuk bencana yang mana, apakah penugasan SDMK berbasis individu atau tim. Beberapa sekolah sudah mempersiapkan kurikulum dan mengadakan training terkait bencana namun masih belum spesifik. Dalam isu keselamatan, beban kerja dan asuransi, Staff Shortages akan terjadi jika bencana yang terjadi banyak mengakibatkan kematian SDMK. Misalnya dalam pandemi COVID-19 sudah ribuan SDMK gugur dalam bertugas. Artinya proteksi kepada SDMK kesehatan tidak cukup memadai. Model aktivasi SDMK dalam bentuk tim lebih efektif dengan catatan tim ini bukan baru terbentuk tetapi sudah dipersiapkan jauh jauh hari mulai dari legalitas, training APD, insentif asuransi dan rumah singgah. Dalam aktivasi saat bencana berbicara juga terkait kualitas dan kuantintas. Kuantitas terkait ketersediaan dan distribusi sementara jualitas terkait dengan kompetensi dan kinerja. Intinya dalam pra bencana tidak banyak yang dilakukan paling jauh pada pendidikan dan pelatihan yang sporadik. Artinya belum spesifik pada becana tertentu.
dr Bella Donna, MPH menunjukkan data bahwa hingga Mei 2020, ada 1.296 terjadi bencana di Indonesia dan 1 diataranya bencana non alam. Namun faktanya 728 puskesmas di Indonesia masih kekurangan dokter, tenaga kesehatan masih terbatas. Dalam situasi normal faskes harus ditopang dengan kesiapsiagaannya dalam menghadapi bencana. Sementara dalam SDM yang disiapkan adalah kompetensi, jumlah, jenis dan safety. Pada saat respon yang penting dalam manajemen kebencanaan, salah satunya adalah sistem komando. BNPB sudah membuat sistem komando. Dalam sistem komando tersebut ada kegiatan terkait dengan klaster kesehatan. Bagaimana dengan pencatatan dari tim SDMK saat bencana di masing – masing daerah sudah terdata dengan baik. Beban layanan kesehatan saat tanggap darurat melebihi kapasitas kesehatan yang tersedia. Artinya saat bencana, dibutuhkan SDMK yang mempunyai kemampuan lebih yang bisa menopang sistem komando, surge capacity dan SPM bencana.
Renova Glorya Montesori Siahaan, SE, M.Sc dari Bappenas juga menampikan data bahwa dalam 16 tahun terakhir terdapat 5 penyakit menular baru. Belajar dari penanganan pandemi COVID-19 ini menunjukkan bahwa masih banyak hal yang harus diperbaiki dalam memperkuat SKN. Faktanya dari sistem pembiayaan saja, SDMK masih mengeluhkan kesusahan dalam penganggaran dana. Sistem yang dipakai sepertu situasi normal sementara dalam kondisi pandemi ini seharusnya lebih mudah. Temuan sementara pada studi cepat kesejahteraan tanaga medis dan tenaga kesehatan di FKRTL pada masa Pandemi COVID-19 disebutkan proporsi tenaga medis yang mengalamai kesejahteraan rendah sebanyak 35,4%. Salah satu major project RKP 2021 adalah reformasi sistem kesehatan nasional. Memperkuat sistem untuk kesiapan menghadapi pandemi, recovery dan penyelesaian masalah kesehatan, penguatan promotive preventif dan peningkatan anggaran kesehatan pemerintah.
Diskusi :
Pada sesi diskusi ini diantaranya membahas bagaimana meningkatkan inisiatif akademisi lain/universitas lain untuk bergabung dalam upaya menyeragamkan materi/kurikulum pendidikan bencana; bagaimana perlindungan kerja dan life insurance untuk tenaga kesehatan (ber-STR maupun tidak); dan bagaimana fasilitas kesehatan beroperasi dengan tingkat absensi 25% atau lebih. Dalam meningkatkan kurikulum terkait kebencanaan harus bekerja sama dengan semua universitas untuk menyeragamkan kurikulum terkait materi ini. Ini kaitannya dengan continuity alam menghadapi bencana. Intinya adalah konsistensi di – sounding di level nasional kalau pendidikan terkait bencana ini penting. Bagaimana kita bisa menyiapkan pendidikan ini sejak pendidikan dini. Melihat Indonesia ini rentan bencana, memang bencana ini harus menjadi bagian dari kurikulum. Materi terkait bencan ini tidak hanya sebatas kurikulum namun dalam penerapan sehari hari juga. Misalnya puskesmas ada pedoman terkait bencana, bagimana puskesmas mampu rutin merefresh pedoman penanganan bencana tersebut, karena bencana ini dinamis artinya kita harus tetap konsisten untuk menyiapkan.
Dalam perlindungan petugas kesehatan di lapangan, hal yang pertama dilakukan adalah menyiapkan tim dengan tugasnya saat bencana. Sehingga pada saat harus terjun ke lapangan maka admin/sekretaris tim sudah langsung mengurus asuransi tim agar selama bekerja jika terjadi sesuatu sangat terbantu. Dalam penugasan tim juga, logistik disiapkan tidak hanya untuk personal tetapi untuk tim dan operasional sehingga tim selama bekerja bisa nyaman bekerja. Artinya jauh – jauh hari sudah disiapkan tugas dan fungsi dari masing – masing tim . Harapannya termasuk untuk pandemi ini, seharusnya sudah disiapkan minimal dari daerah yang mengirimkan tim ke lapangan, apapun bencananya. Oleh karena itu sangat penting ada pencatatan tim di masing -masing daerah sehingga pengiriman atau mobilisasi tim lebih tersistem.
Salah satu tujuan faskes harus punya rencana penanggulangan bencana adalah untuk mengatasi masalah fasilitas kesehatan yang beroperasi dengan tingkat absensi 25% atau lebih. Salah satunya rencana kontiensi dan/atau rencana operasi pada saat respon, di sana dilakukan analisis risiko, analisis kapasitas, hasilnya nanti akan ketahuan bagaimana situasi faskes. Jika memang yang bisa hadir atau memberikan layanan sangat rendah, maka itu menjadi tanda untuk membuka kebutuhan relawan misalnya, atau kebijakan lainnya misalnya sistem shift, penyediaan APD dan jaminan lainnya.
Reporter : Happy R Pangaribuan
Div. Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM