TOR
Latar Belakang
Hingga saat ini, masih banyak hal yang belum diketahui tentang COVID-19. Di awal wabah, manajemen klinik tentang COVID-19 masih sangat terbatas. Literatur masih sedikit bahkan jurnal – jurnal bereputasi tinggi dengan jujur menyatakan bahwa pengetahuan belum cukup banyak. Ada berbagai penelitian yang “dipaksa” untuk memberikan hasil sementara karena memang dibutuhkan infonya. Ketidaktahuan mengenai virus COVID-19, cara penyebaran, pencegahan yang efektif, sampai ke pengobatan klinis dapat menjadi kegagalan penanganan COVID-19 yang mungkin menjadi malapetaka besar bagi umat manusia. Untuk menghindari kegagalan penanganan di Indonesia, pengetahuan mengenai COVID-19 perlu ditingkatkan. Rangkaian seminar mengenai penanganan COVID-19 yang diselenggarakan oleh Forum Manajemen COVID-19 FK – KMK UGM pada Maret hingga Desember 2020 menunjukkan bahwa masih banyak pertanyaan dari tenaga kesehatan mengenai penanganan COVID-19. FK – KMK UGM bersama dengan berbagai mitra strategis dari kelompok rumah sakit, dinas kesehatan, klinisi dan ahli kesehatan masyarakat melakukan upaya inovasi dan terobosan untuk mengembangkan Manajemen Pengetahuan COVID-19. Inovasi tersebut adalah terbentuknya platform digital yang menjadi sumber pembelajaran individu dan lembaga COVID-19 untuk tenaga kesehatan dan tenaga terkait pencegahan COVID-19 di Indonesia yaitu www.manajemencovid.net dengan konsep taksonomi. Taksonomi merupakan pengklasifikasian akan sesuatu dalam hal ini yang diklasifikasikan adalah sumber referensi agar mudah diakses oleh penggunanya (Dalkir, 2011). Di dalam website ini terdapat berbagai jenis koleksi, antara lain 173 materi, 160 reportase, 294 video, 102 berita, 26 artikel pengantar.
Tujuan Kegiatan
Memperkenalkan website www.manajemencovid.net kepada para pengguna sebagai salah satu pendekatan knowledge management untuk memperkuat sistem kesehatan dalam merespon pandemi COVID-19.
Format Kegiatan
Kegiatan relaunching website www.manajemencovid.net ini dilaksanakan dalam bentuk diskusi secara daring.
Waktu Pelaksanaan
Kegiatan Re-Launching Website Manajemen Covid ini akan dilaksanakan melalui Zoom Meeting pada:
- Hari, tanggal: Kamis, 15 April 2021
- Waktu: pukul 10.00 -11.30 WIB
Target Peserta
Target peserta yang diharapkan mengikuti kegiatan, antara lain:
- Manajemen rumah sakit
- Unit Perpustakaan dan Litbang RS
- Dinas kesehatan provinsi / kabupaten / kota
- Institusi pelayanan kesehatan
- Peserta pelatihan Angkatan 1 (pelatihan perpustakaan sebagai learning resource center)
Rundown Kegiatan
Waktu | Kegiatan | Keterangan |
Moderator : Sealvy Kristianingsih | ||
10.00 – 10.15 WIB | Pembukaan | Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. PhD (Ketua Board PKMK FK – KMK UGM) |
10.15 – 10.30 WIB | Pemaparan website | dr. Lutfan Lazuardi, PhD – Inisiatif Pengembangan Knowledge Management di Institusi Kesehatan |
10.30 – 10.35 WIB | Pemutaran video teaser | |
10.35 – 10.45 WIB | Pembahas 1 | Dr. Ir. Lanjar, M.Si (Sekretaris Deputi Bidang Penguatan Inovasi, BRIN) |
10.45 – 10.55 WIB | Pembahas 2 | Jana C. Hertz (Program Lead – Strategic Partnership Management, Knowledge Sector Initiative) |
10.55 – 11.05 WIB | Pembahas 3 | Hendro Subagyo, M.Eng (Kepala Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah, LIPI) |
11.05 – 11.15 WIB | Pembahas 4 | dr. Kuntjoro Adi Purjanto, Mkes (Ketua Umum PERSI) |
11.15 – 11.25 WIB | Diskusi | |
11.25 – 11.30 WIB | Penutup |
VIDEO REKAMAN
Latar Belakang
Salah satu tujuan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM yang tertuang dalam Renstra fakultas adalah menghasilkan penelitian dan inovasi kedokteran/kesehatan yang menjadi rujukan nasional maupun internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, berbagai macam kegiatan penelitian telah dan sedang dilakukan oleh seluruh unit di bawah FK-KMK baik di Pusat Kajian, Departemen, maupun unit-unit kerja lainnya. Banyaknya unit kerja di lingkungan FK-KMK menyebabkan seringkali informasi kegiatan penelitian yang dilakukan oleh setiap unit tidak diketahui oleh unit lainnya. Padahal potensi untuk saling berkontribusi dan bersinergi antar tim penelitian sangat besar. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya menyediakan media sharing kegiatan penelitian seluruh unit di bawah FK-KMK sehingga diharapkan kerjasama antar tim peneliti menjadi semakin meningkat. Selain itu, era pandemi tidak hanya menjadi tantangan dalam melakukan dan meneruskan kegiatan penelitian, pada saat yang sama juga memberikan peluang dalam menjalin kolaborasi penelitian dengan berbagai pihak.
Tujuan Kegiatan
- Sebagai media sharing kegiatan penelitian di lingkungan FKKMK UGM
- Untuk meningkatkan kerjasama penelitian dan keterlibatan tim peneliti antar unit di lingkungan FKKMK UGM
- Untuk meningkatkan kerjasama dengan kolaborator potensial dalam bidang penelitian
Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan ini dilakukan 4 kali per tahun yaitu pada bulan April, Juni, September, dan Desember 2021.
Kegiatan Research Quarter I dilaksanakan pada tanggal 5 dan 6 April 2021
Peserta Kegiatan
Peserta dalam kegiatan ini adalah seluruh unit kerja di lingkungan dan jejaring FKKMK UGM yaitu:
Tantangan terbesar dalam penguatan kesiapsiagaan bencana bidang kesehatan adalah kesadaran yang rendah untuk mengadaptasi program kesehatan yang berwawasan manajemen risiko karena kita tinggal di negara yang tinggi risiko bencana alam serta ancaman penularan penyakit akibat tingginya lalu lintas global di negara ini, juga jenis ancaman terorisme dan konflik yang terus mengancam ketahanan kesehatan. Tidak hanya itu, apakah wawasan risiko telah menjadi budaya dan prinsip dalam tatanan pelaksanaan sistem kesehatan nasional dan daerah? Jika iya, apakah semua program telah menganggarkan dan siapsiaga menghadapi dampak bencana alam dan pandemi seperti saat ini? Atau upaya penanggulangan bencana dan krisis kesehatan hanya menjadi tanggungjawab Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) atau hanya tanggung jawab satu dua orang di dinas kesehatan yang selama ini ditugaskan untuk mengelola sub kegiatan krisis kesehatan di bawah bidang Layanan Kesehatan atau di bawah seksi rujukan/ wabah? Semua hal ini berhubungan dengan kemampuan SDM kesehatan dalam merencanakan dan merespon situasi bencana.
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK – KMK UGM) didukung oleh Knowledge Sector Initiative (KSI), sebuah inisiatif dari Pemerintah Indonesia dan Australia yang mendukung perumusan kebijakan berbasis pengetahuan dan kajian yang semakin berkualitas, dalam beberapa tahun ini berkomitmen mendampingi pemerintah dan masyarakat adalam agenda – agenda kebijakan kesehatan melalui hasil kajian dan advokasi isu terkait, diantaranya manajemen bencana, krisis kesehatan, pembiayaan dan masalah kesehatan masyarakat lainnya. Tahun ini, di bawah konsorsium LIPI, PKMK FK – KMK UGM diamanatkan untuk menganalisis dan mengembangkan adaptasi pilar SDM dalam SKN yang adaptif menghadapi situasi bencana dan krisis kesehatan ke depannya.
Dugaan penelitian atau hipotesis sementara adalah SKN yang ada belum berwawasan manajemen risiko bencana dan krisis kesehatan, akibatnya SDM kesehatan bingung dalam merespon situasi bencana dan krisis kesehatan. Pembuktian ini akan dilakukan melalui kegiatan kajian literatur, penelitian dokumentasi dan penelitian evaluasi terkait SDM kesehatan. Harapannya, kajian – kajian ini dapat menjadi dasar rumusan draft rekomendasi kebijakan untuk memasukkan manajemen risiko sebagai salah satu prinsip dan nilai dasar pelaksanaan SKN ke depannya.
Berdasarkan pengantar di atas, PKMK FK – KMK UGM menyelenggarakan seminar progress hasil literature review mengenai SDM kesehatan dalam adaptasi SKN menghadapi bencana dan krisis kesehatan.
TUJUAN KEGIATAN
Seminar ini bertujuan untuk:
- Menyampaikan kerangka, proses dan hasil sementara kajian literatur terkait pilar SDM kesehatan dalam menghadapi bencana dan krisis kesehatan
- Mendapatkan masukan dan rekomendasi untuk penyempurnaan hasil kajian litertur
WAKTU, TEMPAT DAN AGENDA KEGIATAN
Hari/ Tanggal : Senin / 21 Desember 2020
Waktu : 10.00 – 12.00 WIB
Tempat : Di tempat masing – masing menggunakan platform online
Jam | Kegiatan | Keterangan |
10.00 – 10.10 WIB | Pengantar dan pembukaan | Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD Ketua Departemen HPM FKKMK UGM Moderator : Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, SKM, M.Kes Konsultan/ Kepala Divisi Manajemen Rumah Sakit PKMK FK-KMK UGM |
10.10 – 10.30 WIB | Presentasi progres kajian literatur: SDM kesehatan dalam adaptasi SKN menghadapi bencana dan krisis kesehatan | Tim Penulis : Madelina Ariani, SKM, MPH
Peneliti Divisi Manajemen Bencana PKMK FK-KMK UGM |
10.30 – 10.50 WIB | Diskusi 1:
Tantangan SDM kesehatan disituasi pra bencana dan krisis kesehatan dalam pelaksanaan SKN |
Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS
Ketua PKMK FK – KMK UGM/ Senior Lecturer of Health Poilcy and Management FK-KMK UGM |
10.50 – 11.10 WIB | Diskusi 2:
Tantangan SDM kesehatan dalam merespon bencana dan krisis kesehatan serta penerapan SPM layanan kesehatan dan pelaksanaan SKN |
dr. Bella Donna, M.Kes
Konsultan/ praktisi bencana kesehatan/ Kepala Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM |
11.10 – 11.30 WIB | Diskusi 3:
Reformasi SKN untuk negara rawan bencana dan krisis kesehatan, serta tantangan ketahanan kesehatan global |
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional RI/ Bappnenas |
11.30 – 11.55 WIB | Diskusi umum | Moderator |
11.55 – 12.00 WIB | Kesimpulan dan penutup | Moderator |
KEPESERTAAN
Materi pertama oleh dr. Judilherry yang berjudul “Betulkah ada konflik kepentingan antara KKI dan IDI?”. Agenda Reformasi 1998 di bidang kesehatan yaitu Kewenangan Kemenkes masa Orde Baru yang “government heavy” sebagian dipisah/dikurangi dengan pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia dan dengan pemberdayaan organisasi profesi. Pada 2003, IDI dipimpin secara kolektif oleh MPP yang terdiri dari Ketua Umum PB-IDI, Ketua MKKI, Ketua MKEK dan Ketua MPPK. Namun pada 2015, reduksi mekanisme check and balance MKEK, MKKI, dan MPPK menjadi subordinate IDI, sehingga sekarang kepimpinan IDI tingkat pusat adalah tunggal oleh ketua umum PB IDI.
UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dapat disimpulkan bahwa IDI memonopoli hampir semua urusan kedokteran. Dalam sidang MK, IDI menyebutkan bahwa organisasinya adalah self-regulating organization yang tidak bisa diawasi oleh siapapun, termasuk pemerintah. Hal ini tidak benar, karena organisasi yang tidak bisa diawasi memonopoli hampir semua urusan dari hulu hingga hilir. Contoh kerugian yang ditimbulkan karena kewenangan IDI begitu besar adalah IDI bisa menghambat program pemerintah untuk membentuk prodi dokter layanan primer (DLP). Pemberian kewenangan yang bersifat monopoli seharusnya hanya diberikan ke lembaga pemerintah yang jelas akuntabilitasnya, bukan diberikan kepada organisasi non pemerintah atau LSM, termasuk IDI.
Di dalam UU tersebut, juga disebutkan tentang Konsil kedokteran Indonesia dibentuk “untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi”. KKI harus menjadi regulator yang baik untuk mengawasi kinerja Organisasi Profesi (OP) seperti IDI, PDGI, MKKI, MKKGI, kolegium dan berbagai asosiasi seperti AIPKI dan ARSPI, sebagai pihak yang diregulasi. KKI harus dapat independen dari berbagai pihak yang diawasi dan tentunya harus juga independen dari pemerintah. KKI harus merupakan badan otonom, namun tetap berkoordinasi dengan lembaga pemerintah maupun non pemerintah dan bertanggung jawab pada Presiden melalui menteri kesehatan. Namun faktanya, anggota KKI didominasi oleh anggota IDI, sehingga terdapat kecenderungan konflik kepentingan
Selanjutnya materi dr. Erfen yang berjudul “Best Practice of Medical Councils around the Globe”. Otoritas regulasi medis seperti konsil kedokteran adalah organisasi yang diakui oleh pemerintah pusat, daerah, provinsi (top-down) yang bertanggung jawab terhadap registrasi dan lisensi dokter, dan standar praktik kedokteran sesuai yurisdiksinya. Regulasi medis meliputi menangani complain, dokter yang kurang performanya, atau perilaku profesional yang buruk. Sedangkan asosiasi medis adalah organisasi yang dibentuk oleh dokter (bottom up) yang mencakup mengatur kesejahteraan, proteksi legal, dan lain – lain untuk anggotanya, dan keanggotaannya bersifat sukarela. Bila melihat di literatur, terdapat International Association of Medical Regulatory Authority (IAMRA) yang merupakan perhimpunan konsil kedokteran di dunia. Tujuan IAMRA adalah agar otoritas regulas medis di dunia melakukan best practice untuk mencapai mandatnya, yaitu melindungi, mempromosikan, dan memelihara kesehatan dan keamanan pulik dengan menjamin standar profesi kedokteran. Tantangan yag dihadapi adalah perubahan lingkungan, perubahan IT, dan sistem layanan kesehatan yang berevolusi. Perlu dicatat juga bila asosiasi medis hanya terdaftar sebagai partner IAMRA, bukan sebagai anggota. Erfen juga memaparkan beberapa contoh status dan keanggotaan konsil kedokteran beberapa negara. Misalnya di Singapura, ada di bawah kementerian kesehatan dan anggotanya dipilih oleh Kemenkes serta dokter dari fakultas kedokteran yang terakreditasi. Di India, konsilnya diambil alih oleh pemerintah karena ada skandal di konsil kedokteran sebelumnya. Anggota utamanya adalah 33 dokter independen yang terbagi menjadi 4 autonomous board. Di Inggris, General Medical Council (GMC) mengurusi tentang etika dan standar profesional dokter. Terdapat juga British Medical Association (BMA) yang merupakan trade union untuk dokter dan mahasiswa kedokteran. New Zealand Medical Association memiliki 13 anggota yang ditunjuk oleh Kementrian Kesehatan, dengan mayoritas anggota dokter, namun ada orang awam juga.
Fokus utama dari konsil kedokteran di negara lain adalah untuk keamanan publik, bukan untuk melindungi profesi, sehingga beberapa negara banyak melibatkan orang awam dan tidak melibatkan organisasi profesi untuk menjaga independensi konsil.
Pembahasan oleh Prof. Budi Sampurna diawali dengan memberi highlight pada paparan dr. Judil dan dr. Erfen. Ada banyak variasi dari medical authority di negara lain, namun tujuannya sama yaitu melindungi masyarakat dan mengatur profesi kedokteran, termasuk standar praktiknya.
Pada sesi diskusi, dr. Judil memaparkan bahwa di IDI tidak ada dewan pengawas yang terpisah, karena fungsi pengawas masuk ke dalam Badan Pertimbangan yang ditunjuk oleh ketua IDI, berbeda dengan PDGI yang memiliki dewan pengawas yang dipilih dalam kongres, dengan posisi yang sejajar dengan pengurus.
Diskusi ini ditutup oleh moderator, dr. Sugito dengan kesimpulan fungsi, tugas, dan wewenang dari IDI dan KKI harus jelas agar tidak ada keluhan dari segi manapun.
Reporter: Srimurni Rarasati
Kerangka Acuan Kegiatan
Forum Nasional
Pendekatan Knowledge Management untuk Memperkuat Sistem Kesehatan dalam Merespon Pandemi COVID-19
19 November 2020 || 08.30 – 11.40 WIB
Latar Belakang
Pengetahuan mengenai penyakit baru seperti COVID-19 perlu terus dikembangkan oleh organisasi-organsiasi kesehatan. Pengetahuan tentang COVID-19 terus berkembang dan hal tersebut mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi dalam merespon pandemi ini. Pengetahuan terkait COVID-19 ini akan mempengaruhi RS merespon dengan strategi yang tepat. Kegagalan dalam mendapatkan pengetahuan yang tepat akan mempengaruhi respon rumha sakit, yang juga akan membahayakan tenaga Kesehatan dan pasien lainnya.
Rumah sakit, dinas kesehatan dan institusi pelayanan kesehatan lainnya adalah institusi yang kaya data dan informasi dari dalam dan luar organisasi. Berbagai data pelayanan kesehatan dikumpulkan oleh institusi tersebut. Agar data menjadi bermanfaat dan memiliki makna, perlu dilakukan pemrosesan data dan analisis agar menjadi informasi yang selanjutnya akan berkontribusi dalam pengembangan pengetahuan yang penting bagi organisasi tersebut, termasuk mengenai COVID-19. Pengembangan Knowledge Management ini diharapkan memudahkan institusi untuk mendokumentasikan dan mengelola informasi yang berkaitan dengan penanganan pandemi ini dengan baik. Pengembangan dengan pendekatan Knowledge Management ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Apalagi karena pandemi ini semua tenaga medis (knowledge workers) lebih sibuk untuk pelayanan sehingga tidak cukup waktu untuk update berbagai informasi. Informasi tentang ilmu pengetahuan terbaru harus dipilah dan perlu waktu untuk mencari, mengumpulkan, membaca, membuat summary, hingga akhirnya bagaimana pengetahuan tersebut dapat dipakai untuk memberikan dampak terhadap kinerja RS.
Tujuan
Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk memaparkan pentingnya pendekatan knowledge management untuk memperkuat sistem kesehatan dalam merespon pandemi COVID-19.
Kegiatan
Kegiatan ini merupakan rangkaian dari Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia dan akan dilaksanakan dalam bentuk diskusi secara daring.
Waktu dan Tempat
Kegiatan dengan tema Pendekatan Knowledge Management untuk Memperkuat Sistem Kesehatan dalam Merespon Pandemi COVID-19 akan dilaksanakan pada Jumat, 20 November 2020 pukul 08.30 – 11.40 WIB
Target Peserta
Target peserta yang diharapkan bergabung adalah :
- Manajemen rumah sakit
- Unit Perpustakaan dan Litbang RS
- Dinas kesehatan provinsi / kabupaten / kota
- institusi pelayanan Kesehatan
- Peserta pelatihan Angkatan 1 (pelatihan perpustakaan sebagai learning resource center)
Rundown Kegiatan
HARI 6 – TOPIK PANDEMIK COVID-19
JUMAT, 20 NOVEMBER 2020 | |||
Tema: Pendekatan Knowledge Management untuk Memperkuat Sistem Kesehatan dalam Merespon PandemikCOVID-19 |
|||
Pukul | Acara | Penanggung Jawab | |
08.30 – 08.45 WIB |
Pengantar Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. Ph.D (Ketua Board PKMK FK – KMK UGM) |
Panitia Fornas | |
08.45 – 09.30 WIB | Narasumber:
|
dr. Lutfan Lazuardi, Ph.D dan Sealvy Kristianingsih, SE, MSc. | |
09.30 – 10.20 WIB |
Pembahas:
Moderator: Insan Rekso Adiwibowo, S.Psi. MSc. |
||
10.15 – 11.15 WIB |
Diskusi Moderator: Insan Rekso Adiwibowo, S.Psi.,MSc. |
||
11.15 – 11.30 WIB |
|
Panitia Fornas |
Narahubung
Maria Lelyana
lelyana.pkmk@gmail.com
08111019077
Paparan pertama dibawakan oleh Dr. dr. Yoni F. Syukriani. MSi, SpF, DFM yang menjelaskan tentang pentingnya penguatan layanan primer dalam UU Pendidikan Kedokteran (Lesson learned from covid-19 pandemic). Di awal pandemi, organisasi kesehatan termasuk WHO lebih berkonsentrasi pada kesiapan di faskes sekunder dan tersier, misalnya ventilator di ICU RS. Semakin lama mulai disadari pentingnya pelauanan sektor primer karena harus menjadi benteng untuk pencegahan memburuknya penyakit, memerlukan dukungan fasilitas kesehatan yang ahli dan masih jarang. Bila ingin menuntaskan pandemi secara komprehensif, layanan tingkat primer yang harus lebih disiapkan. Model pelayanan di tingkat primer pun bergeser dari penyakit akut – kronis – pandemic – pasca pandemi.
Sebagian besar kasus COVID-19 adalah asimptomatik dan gejala ringan – sedang dimana kasus ini bisa dilayani di faskes primer. Namun dari segi pembiayaan, kasus berat hingga kematian adalah yang paling menyerap biaya. Jumlah dokter faskes primer sebenarnya sudah mencukupi, namun distribusi masih bermasalah, dan retensi dokter di daerah rendah. Sistem belum mendorong dokter ke faskes primer dan kapitasi makin turun. UU Pendok yang ada belum efektif dilaksanakan. Faskes tingkat primer masa depan membutuhkan kompetensi klinik, imsight terhadapa sistem kesehatan dan public health, manajerial, leadership (team leader, integrator) , komunikasi, dan etika.
Paparan selanjutnya adalah Penguatan Layanan Primer dalam Penanganan COVID-19 oleh Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU(K). Dampak pandemi terhadap kesehatan menurut WHO ada 3 : morbiditas dan mortalitas akibat COVID-19, morbiditas dan mortalitas penyakit non COVID akibat ketidakmampuan sistem kesehatan untuk melakukan pelayanan, dan morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh resesi (kemiskinan, PHK, kekerasan).
Thailand adalah salah satu negara yang sistem kesehatannya yang kuat. Angka kasus COVID-19 sangat rendah. Di dalam buku “Lesson Learns from Thailand”, disebutkan ada 5 faktor yang mempengaruhi keberhasilan ini. Hal yang pertama adalah berinvestasi di fasilitas kesehatan adalah kunci suksesnya, yaitu sekitar 1000 RS publik dan 10.000 layanan kesehatan primer yang menjadi health promoting hospital, yang tersebar di seluruh negara. Kemudian kedua adalah Thailand sudah mencapai UHC sejak 2002. Seluruh pasien COVID-19 menerima terapi esensial tanpa barrier finansial. Ketiga, kontribusi >1 juta relawan kesehatan desa yang bekerja di layanan kesehatan primer pada level komunitas. Kelompok ini melakukan kunjungan rumah untuk edukasi, tracing kasus, surveilans, karantina, dan membagikan masker ke masyarakat. Keempat, Thailand mengambil aksi awal, sejak 3 hari Cina mengumumkan kasus pneumonia yang tidak lazim, mereka mulai melakukan skrining penumpang dari Wuhan dan dalam 5 hari ditemukan kasus pertama di luar Cina. Hal ini menyebabkan penggunaan masker dan hand hygiene diperketat sehingga membantu menurunkan gelombang pertama COVID-19. Terakhir, terdapat kooperasi public seluruh negara dan Thailand memantau perilaku masyarakat terkait COVID-19 tiap minggu dan mengambil kebijakan yang sesuai.
Sedangkan dari Singapura yang case mortality ratenya paling rendah, kita bisa melihat bahwa negara ini berhasil melakukan skema tracing kontak. Sistem tes yang agresif juga disebut sebagai gold standard of near perfect detection. Sehingga pasien banyak ditemukan pada gejala awal dengan tracing dan bisa diterapi dengan baik. Hal yang dikerjakan Singapura adalah diagnosis, tracing, dan menghentikan penyebaran lokal yang dilakukan oleh layanan kesehatan primer.
Paparan terakhir oleh dr. Ario Jatmiko SpB (Onk) dengan topik Perubahan perilaku dalam penanganan COVID-19. Dr. Ario menyampaikan bahwa bahwa satu-satunya cara untuk mengambil keputusan di era pengetahuan ini adalah berbasis data. Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah tanggung jawab negara. Mengukur keparahan pandemi COVID-19 dilihat dari tinggi kurva (jumlah kasus), lebar kurva (lama wabah), dan kurva hitam (jumlah kematian). Strategi terbaik untuk mengatasi pandemic adalah berdasarkan data, terintegrasi, dan value for money. Kebijakan yang benar apabila dilaksanakan dengan benar maka hasilnya akan baik, dan begitu pula sebaliknya.
Dalam diskusi dibahas oleh Prof. Akmal tentang kebijakan dokter layanan primer yang sudah masuk ke dalam renstra. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana konkretnya universitas segera membentuk program studi dokter layanan primer.
Kesimpulan yang dapat diambil dari seminar ini adalah penguatan layanan primer adalah rencana jangka menengah dari Kementerian Kesehatan. Kita harus memulai inovasi di layanan primer, bukan hanya di Puskesmas, tapi juga klinik dan dokter praktek mandiri. Kita juga harus siap untuk menjadi dokter layanan primer yang diharapkan oleh masyarakat.
Reporter: Srimurni Rarasati
VIDEO REKAMAN
Pengantar
Pengetahuan mengenai penyakit baru seperti COVID-19 perlu terus dikembangkan oleh organisasi – organsiasi kesehatan. Pengetahuan ini berkembang sangat pesar dan kegagalan untuk mendapatkan pengetahuan akan bisa fatal di RS. Kinerja RS dalam menangani pandemik COVID-19 dapat menurun. Lebih ekstrim lagi, ada kemungkinan sumber daya manusia RS dapat meninggal akibat kurangnya pengetahuan terbaru mengenai COVID-19.
Rumah sakit, dinas kesehatan dan institusi pelayanan kesehatan lainnya adalah institusi yang kaya data dan informasi dari dalam dan luar organisasi. Berbagai data pelayanan kesehatan dikumpulkan oleh institusi tersebut. Agar data menjadi bermanfaat dan memiliki makna, perlu dilakukan pemrosesan data dan analisis agar menjadi informasi yang selanjutnya akan berkontribusi dalam pengembangan pengetahuan yang penting bagi organisasi tersebut, termasuk mengenai COVID-19.
Namun sayangnya, unit – unit pengelola pengetuan di rumahsakit/lembaga kesehatan (perpustakaan atau unit-unit lainnya) masih belum optimal fungsinya. Di samping keterbatasan sarana dan prasarana, kapasitas pengelolanya juga masih perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan peran dan manfaat dari perpustakaan di RS dan dinas kesehatan, perlu upaya strategis dengan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan juga sarana prasarana pendukung perpustakaan. Perpustakaan di institusi kesehatan seharusnya menjadi salah satu pusat pendukung berkembangnya pengetahuan di insitusi yang kaya data seperti RS dan dinas kesehatan. Dalam konteks ini diperlukan Program Revitalisasi Perpustakaan RS/lembaga kesehatan untuk menjalankan Knowledge Management di era pandemi COVID-19.
Dalam pengembangan KM, terdapat pertanyaan menarik: apakah RS – RS mempunyai persepsi bahwa pengelolaan pengetahuan merupakan aset yang harus dikembangkan dengan investasi yang tepat. Dengan demikian RS – RS akan bersedia melakukan pembayaran untuk memperkuat Knowledge Management. Ataukah pengetahuan merupakan sebuah public-good yang harus didanai pemerintah dan menggunakan mekanisme subsidi untuk mendapatkannya?.
Tujuan pelatihan
Dengan latar belakang tersebut, PKMK FK – KMK UGM yang sudah cukup lama terlibat dalam upaya meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan organisasi kesehatan berinisiatif untuk mengadakan pelatihan Pengembangan Perpustakaan/Learning Resources Center RS dan DInkes dengan konsep Knowledge Management untuk Mendukung Penanganan pandemi COVID-19.
Pengembangan Perpustakaan:
Mengembangkan fungsi perpustakaan sebagai pendukung kegiatan manajemen pengetahuan organisasi dengan kasus COVID-19.
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sumber daya manusia atau knowledge workers di organisasi kesehatan
Melakukan eksperimen mengenai Knowledge Management apakah dipandang sebagai investasi oleh RS atau bukan
Menerapkan model pengelolaan pengetahuan di organisasi kesehatan dengan cara berbayar dan disubidi dengan berbagai konsekuensinya.
Peserta
Pelatihan ini bersifat teknis dan dapat diikuti tim dari RS, dinas kesehatan dan institusi pendidikan kesehatan. Setiap institusi disarankan untuk membentuk tim yang bisa terdiri dari:
petugas perpustakaan atau yang bertanggung jawab dalam pengelolaan manajemen data dan informasi,
staf di bidang pendidikan, penelitian dan pelatihan dan
juga pekerja pengetahuan lainnya termasuk klinisi di RS yang berkeinginan untuk mengembangkan konsep manajemen pengetahuan di institusi masing – masing.
Pelatihan akan dilakuan terhadap 2 kelompok:
Kelompok berbayar
Kelompok disubsidi.
Akan dilihat bagaimana animo RS – RS untuk mengikuti pelatihan ini. Dalam pelaksanaannya, perilaku peserta yang berbayar dan disubsidi akan dilihat.
Model pelatihan
Pelatihan ini akan menggunakan model blended learning dengan interaksi secara synchronous dan asynchronous. Pelatihan akan berjalan selama 10 minggu, dan akan dilanjutkan dengan pendampingan selama 1 bulan setelah pelatihan berakhir untuk monitoring dan evaluasi implementasi. Setiap topik akan dijadwalkan untuk pembelajaran selama seminggu, dan akan dilanjutkan dengan topik yang berbeda pada minggu selanjutnya. Peserta akan meluangkan waktu sekitar kurang lebih 2 – 3 jam setiap minggunya untuk mempelajari materi dan mengerjakan penugasan-penugasan. Pada setiap awal minggu akan dijadwalkan pertemuan untuk tutorial secara daring dan akan dilanjutkan dengan interaksi dengan menggunakan platform e-learning e-LOK (e-Learning: Open for Knowledge Sharing)
Biaya
Dalam usaha untuk mengetahui mengenai keinginan RS dalam meningkatkan fungsi KM, para peserta pelatihan dikenai biaya sebagai tim (Anggota tim maksimal 10 orang/institusi) dengan ketentuan sebagai berikut:
4.000.000 (RS Kelas A dan B)
2.000.000 (RS Kelas C dan D)
Institusi diperkenankan untuk mengajukan keringanan atau pembebasan biaya dengan mengajukan surat permohonan yang ditujukan kepada Ketua Penyelenggara: Prof. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD
Materi dan Jadwal
Pelatihan akan diselenggarakan pada 7 September 2020 – 9 November 2020
Kegiatan tutorial secara daring akan dilakukan setiap hari Senin pukul 13.00 – 14.30 WIB, dan interaksi selanjutnya akan menggunakan platform e-learning eLOK
Sesi/Tanggal | Topik | Trainer |
Modul1: | Penguatan Perpustakaan | |
Minggu 1 |
|
Sukirno, SiP, MA |
Minggu 2 |
|
Dra. Ngesti Gandini, MHum |
Minggu 3 |
|
Haxa Soeprijanto, S.Ikom |
Minggu 4 |
|
Anis Fuad, DEA |
Minggu 5 |
|
dr. Lutfan Lazuardi, PhD |
Minggu 6 |
|
Fasilitator:
|
Modul 2 | Penerapan Knowledge Management di RS | |
Minggu 7 | Seminar pembelajaran pengembangan perpustakaan RS dan Dinkes untuk Manajemen COVID-19:
Bersama Unit-unit terkait:
|
|
Minggu 8 | Menyusun PoA untuk kegiatan Knowledge Management dengan motor penggerak Perpustakaan | |
Minggu 9 | Presentasi | |
Minggu 10 | Presentasi | |
Penutup |
Narasumber
Forum Nasional Ke-2 Manajemen Lembaga Penelitian Indonesia:
Kepemimpinan dan Penguatan Manajemen Lembaga Penelitian di Perguruan Tinggi
Kamis, 3 Mei 2018 Auditorium FKKMK UGM
Kerjasama:
Direktorat Penelitian Universitas Gadjah Mada
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FKKMK UGM
Knowledge Sector Initiative – DFAT
LH Martin Institute – University of Melbourne
Latar Belakang
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasi, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Efektif berarti tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sedangkan efisien berarti tugas yang dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Forum Nasional I
Manajemen Lembaga Penelitian Indonesia
“Kepemimpinan dan Penguatan Manajemen Lembaga Penelitian di Perguruan Tinggi”
Kerjasama
Direktorat Penelitian Universitas Gadjah Mada
Direktorat Sumber Daya Manusia Universitas Gadjah Mada
Pusat Inovasi dan Kajian Akademik Universitas Gadjah Mada
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM
Knowledge Sector Initiative – DFAT
LH Martin Institute – University of Melbourne
Senin, 15 Mei 2017 Pukul 08.00 – 15.15 WIB
Auditorium Fakultas Kedokteran UGM