Arsip:

arsip pengantar

Reportase PMAC 2025:  Harnessing Technologies in an Age of AI to Build A Healthier World

Reportase PMAC 2025: Harnessing Technologies in an Age of AI to Build A Healthier World

Kemajuan teknologi yang pesat, termasuk yang melibatkan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI), dianggap sebagai alat yang penting untuk menciptakan dunia yang lebih sehat, lebih adil, dan damai. Penggunaan teknologi secara inventif untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada 2030 telah menunjukkan manfaat yang signifikan, misalnya dengan berkontribusi pada kelestarian lingkungan global dan pelestarian keanekaragaman hayati. Namun, penting juga untuk mempertimbangkan potensi risiko yang terkait dengan inovasi-inovasi ini, seperti ancaman keamanan, misinformasi, disinformasi, akses yang tidak adil, dan pelanggaran privasi. read more

Kaleidoskop PKMK 2024

KAK Reportase KAK

Kaleidoskop PKMK 2024

 Persembahan PKMK untuk Indonesia:

Upaya Mewujudkan Sistem dan Pelayanan Kesehatan

yang Berkualitas, Berkeadilan, Resilien dan Inklusif berbasis Bukti

FK-KMK UGM, 20 Desember 2024  Pukul 09.00 – 11.30 WIB

 

Latar Belakang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang sampai dengan tahun 2045 telah disosialisasikan dan istilah Indonesia Emas 2045 telah ditetapkan sebagai target capaian Indonesia 20 tahun sejak sekarang. Kesehatan untuk semua dan ketahanan sistem kesehatan menjadi kata kunci penting dalam RPJP ini.

Presiden Prabowo membawa Asta Cita, yang salah satunya adalah “Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.” Selaras dengan itu, program quick win beliau yang terkait Kesehatan mencakup: read more

Kursus Kebijakan Transformasi Sistem Kesehatan: Mendorong Keterlibatan Sektor Swasta untuk Integrasi Sistem Pelayanan Kesehatan Berbasis Layanan Primer

Kursus Kebijakan Transformasi Sistem Kesehatan: Mendorong Keterlibatan Sektor Swasta untuk Integrasi Sistem Pelayanan Kesehatan Berbasis Layanan Primer

anhss24

25-28 November 2024, Chulalongkorn University, Bangkok Thailand

Salah satu pilar utama dalam transformasi sistem kesehatan Indonesia adalah penguatan layanan primer. Transformasi ini merupakan langkah krusial dalam meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapai tujuan program-program kesehatan yang lebih komprehensif dan efektif, kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta perlu didukung. Kemitraan ini bertujuan untuk menciptakan integrasi layanan kesehatan yang lebih baik, di mana sektor swasta berperan aktif dalam mendukung dan melengkapi layanan yang disediakan oleh sektor publik. Melalui sinergi antara kedua sektor ini, diharapkan tercipta sistem kesehatan yang lebih efisien, terjangkau, dan mampu menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat secara menyeluruh.

Selengkapnya

18th Postgraduate Forum on Health Systems and Policies

18th Postgraduate Forum on Health Systems and Policies

Postgraduate Forum tahun ini diselenggarakan secara daring dan luring. Kegiatan akan digelar pada 6 dan 7 Agustus 2024 di Universiti Kebangsaan Malaysia. Kegiatan ini merupakan ajang dimana para akademisi dan mahasiswa bertemu, tahun ini isu yang dibahas adalah Kebijakan Berbasis Bukti Untuk Reformasi Kesehatan. Tujuan utama dari forum ini untuk menyediakan platform bagi mahasiswa pascasarjana (Master & PhD) untuk mengkomunikasikan pengetahuan yang mereka peroleh dalam penelitian mereka secara internasional dan untuk berbagi pengalaman mereka dengan para pendaftar PhD yang baru. Selain itu, mahasiswa pascasarjana (Master & PhD) juga dapat memperoleh pengetahuan terbaru dari para pembicara yang diundang dalam sesi keynote, pleno, forum, dan presentasi. Selengkapnya 

 

Lowongan Pengelola Pelatihan dan Website

Lowongan Pengelola Pelatihan dan Website

Deadline 15 Juni 2024

  • S1 Ilmu Komunikasi/ Kesehatan Masyarakat/ Teknologi Informasi dan Manajemen
  • Memiliki pengalaman mengelola pelatihan dan website
  • Memiliki kemampuan komunikasi yang baik
  • Domisili Yogyakarta
  • Mampu mengkoordinasikan penyusunan modul/materi
  • Menguasai program Microsoft Office

Kirimkan lamaran, CV, foto terbaru dan dokumen pendukung:
pkmkfkugmrnindrakomala@gmail.com

Narahubung:  081229756111=&0=&

Perjalanan PKMK FK-KMK UGM Memperoleh Unit Pelatihan Akreditasi A

Perjalanan PKMK FK-KMK UGM Memperoleh Unit Pelatihan Akreditasi A

Penyerahan sertifikat terakreditasi A oleh Bu Dirjen dari Kementerian Kesehatan RI (4/4/2024).

PKMK FK-KMK UGM menjadi institusi pendidikan pertama yang mendapatkan akreditasi Unit Pelatihan terakreditasi A dari Kementerian Kesehatan. Sebelum terakreditasi Kemenkes, PKMK telah menyelenggarakan pelatihan secara rutin untuk stakeholders, institusi pendidikan, BPJS Kesehatan, dan tenaga kesehatan. Untuk mendukung Peraturan Menteri Kesehatan nomor 17 tahun 2023 agar tenaga kesehatan memperoleh pelatihan yang bermutu, maka PKMK mempersiapkan diri untuk mengakreditasi Unit Pelatihan.

Perjalanan PKMK memperoleh akreditasi Unit Pelatihan A dari Kementerian Kesehatan membutuhkan waktu lumayan lama. Pada September 2023, PKMK berdiskusi dengan Unit Diklat RS Akademik UGM untuk mengetahui dokumen apa saja yang disiapkan dan bagaimana tahapan untuk mengajukan sebagai institusi yang terakreditasi Kemenkes RI. Staf dari RS Akademik UGM menyambut baik, menjawab semua pertanyaan dari tim persiapan akreditasi PKMK dan bahkan memfasilitasi jika di masa mendatang ada hal lain yang ingin ditanyakan, yaitu dengan memberikan kontak pribadi salah satu staf Unit Diklat RSA kepada tim PKMK.

Pasca pertemuan tersebut, tim PKMK dibagi dalam 3 kelompok yaitu admin dan manajemen, pelayanan pelatihan serta pelayanan penunjang. Tim persiapan akreditasi terdiri atas: Tim pengarah yaitu  Prof.dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D, Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS, Dr.dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQUA, Shita Listyadewi, S.IP, MM, MPP. Koordinator Kegiatan yaitu Eva Tirtabayu Hasri S.Kep.,MPH. Koordinator Konten yaitu Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, S.KM, M.Kes. Sekretaris Kegiatan yaitu Surya Andriani Astuti, S.Sos. Sekretaris Dokumen yaitu K. Dharani Cintya, S.Kom . Tim Administrasi dan Manajemen yaitu Nusky Syaukani, MPH dan Maria Adelheid Lelyana, S.E. Tim Pelayanan Pelatihan yaitu Andriani Yulianti, MPH dan Sely Aprianda Syah Putri, SKM, MPH. Tim Komponen  Penunjang Pelatihan yaitu Widarti, SIP dan  Lilik Haryanto, S.Si.

Tim persiapan akreditasi Unit Pelatihan PKMK bersama Ketua PKMK pasca penyerahan sertifikat terakreditasi A dari Kementerian Kesehatan RI (4/4/2024).

Bulan September 2023 hingga Januari 2024 seluruh tim bekerja menyiapkan dokumen akreditasi, dengan melakukan bimbingan setiap hari kerja pukul 08.00 WIB dengan arahan senior peneliti PKMK yaitu dr Hanevi dan Ni Luh Putu. Seiring berjalannya waktu, PKMK mengajukan akreditasi pada akhir Januari 2024 dan pada akhir Februari 2024 Kementerian Kesehatan RI melakukan visitasi ke PKMK. Pihak Kemenkes kemudian meninjau fasilitas yang ada dan memberikan arahan perbaikan dokumen. Selanjutnya dokumen perbaikan diunggah ke laman SIAKSI, lalu dinilai oleh tim Kemenkes dan nilai akreditasi resmi diterbitkan Kemenkes untuk PKMK yaitu A.

PKMK sendiri memperoleh akreditasi pada 4 April 2024 di Poltekkes Yogyakarta. Sertifikat akreditasi A PKMK yang didapat dengan nilai 89.68 diberikan langsung oleh Dirjen Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yaitu drg. Arianti Anaya, MKM. Masa berlaku akreditasi ialah 5 tahun, dengan diperolehnya akreditasi ini, PKMK semakin terdorong untuk segera menyediakan pelatihan bermutu untuk tenaga kesehatan, tenaga medis dan masyarakat umum. Board PKMK juga mengarahkan arah masing-masing divisi segera menyusun list kegiatan baik pelatihan maupun seminar untuk 2024. Kemudian, dibentuk pula Unit Diklat Pelatihan PKMK yang bertugas khusus menangani pelatihan terkait akreditasi Kemenkes RI mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pasca kegiatan.

Tentu saja, proses yang dilalui tim persiapan akreditasi tidak mudah, dan hal ini dapat tercapai karena dukungan seluruh staf PKMK, board serta manajemen PKMK (Tim Persiapan Akreditasi PKMK).

 

Artikel ini terkait pilar SDGs ke-17 yaitu Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.

Dibutuhkan Koordinator Pelatihan dan Webinar

Dibutuhkan Koordinator Pelatihan dan Webinar

 

Join our team!

Posisi: Koordinator Pelatihan dan Webinar/Seminar Kebijakan dan Manajemen Kesehatan di Divisi Public Health

Sifat perjanjian kerja: Kontrak dan Full-time

Kualifikasi
1. Berdomisili di DI Yogyakarta
2. Minimal telah menyelesaikan S1 Kesehatan Masyarakat, Kedokteran, Keperawatan, Bidang Ilmu Kesehatan lainnya, Kebijakan/Administrasi Publik, Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya
3. Memiliki kemampuan berkomunikasi
4. Menguasai penggunaan Microsoft Office (Word, PPT, dan Excel)
5. Menguasai penggunaan produk google (google form, doc, dll)
6. Kami menerima fresh graduate yang memiliki pengalaman di organisasi atau komunitas masyarakat
7. Nilai tambah jika memiliki pengalaman sebagai panitia pelatihan/webinar/seminar

Lamaran dapat diajukan melalui: https://forms.gle/rF5aitzxE8kzg3hx6

Pendaftaran paling lambat 28 April 2024 pukul 15.00 WIB

Webinar Penelitian Kebijakan Kesehatan Untuk Para Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) dan Ilmu Kedokteran Pencegahan (IKP) di Universitas

Webinar Penelitian Kebijakan Kesehatan Untuk Para Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) dan Ilmu Kedokteran Pencegahan (IKP) di Universitas

Seri 1:
Relevansi untuk Dosen/Peneliti di Departemen IKM-IKP-IKK
dan Klinis Fakultas Kedokteran

PKMK-Yogyakarta (21 Maret 2024). Kebijakan kesehatan penting dan tumbuh dengan cepat, menjadi perdebatan hangat. Layanan kesehatan dipandang sebagai hak universal yang harus didapatkan oleh semua orang. Namun, kendala sumber daya sering menghambat pemenuhan kebutuhan tersebut. Ekspansi literatur akademik dalam dua dekade terakhir menunjukkan kompleksitas perdebatan tentang kebijakan kesehatan. Monitoring dan evaluasi kebijakan kesehatan menjadi penting untuk memahami dampaknya terhadap proses pembangunan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Diperlukan peningkatan kapasitas peneliti kebijakan untuk memastikan efektivitas implementasi kebijakan kesehatan, terutama dalam konteks UU Kesehatan 2023 di Indonesia.

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD selaku Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM memberikan pengantar pada seri ke-1 Webinar Penelitian Kebijakan Kesehatan untuk Para Dosen IKM-IKP di Universitas menyampaikan bahwa teman-teman dari IKM dan IKP harus memiliki keunggulan dalam mengembangkan ilmu kebijakan dan menerapkannya dalam kegiatan masyarakat. Pertanyaan besar muncul yaitu apakah pengembangan ilmu kebijakan dan manajemen kebijakan ada di departemen IKM-IKP?. Departemen ini menjadi tempat penting bagi penelitian dan pengajaran tentang kebijakan dan manajemen dalam konteks kesehatan. Dalam hal ini, kolaborasi antara departemen IKM-IKP menjadi penting untuk memulai suatu era baru dalam pengembangan ilmu kebijakan.

Narasumber pertama, Dr. Gabriel Lele, M.Si selaku dosen FISIPOL UGM menyatakan bahwa penting bagi kita untuk memahami bahwa riset kebijakan memerlukan kolaborasi erat antara akademisi dan pemerintah. Pemerintah tidak dapat membuat kebijakan tanpa dukungan dari riset yang solid. Oleh karena itu, sebagai peneliti kebijakan, kita harus mampu mengidentifikasi masalah-masalah yang relevan dan menawarkan solusi yang efektif. Proses ini melibatkan agenda setting, formulasi kebijakan, implementasi, dan evaluasi. Selain itu, kita juga perlu mempertimbangkan nilai-nilai sosial, politik, dan ekonomi yang mempengaruhi pembuatan kebijakan. Dengan demikian, riset kebijakan bukan hanya tentang menghasilkan pengetahuan, tetapi juga tentang memberikan kontribusi nyata dalam pemecahan masalah sosial yang kompleks. Saya berharap diskusi kita hari ini akan membawa pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya riset kebijakan dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan.

Narasumber kedua, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD selaku Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM menyatakan bahwa kami mengajak teman-teman untuk memperhatikan peran penting dari undang-undang kesehatan dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan kesehatan di semua tingkatan, mulai dari nasional hingga desa. Melalui reformasi undang-undang ini, perlu ada upaya untuk memastikan akses yang adil dan merata bagi semua lapisan masyarakat, serta meningkatkan pemerataan sumber daya manusia dan pelayanan kesehatan, termasuk layanan jiwa. Kami menekankan pentingnya keterlibatan aktif dalam proses kebijakan, baik dari segi praktisi kesehatan maupun masyarakat umum, untuk memastikan implementasi yang efektif. Selain itu, kami juga menyoroti perlunya kerjasama lintas departemen dalam upaya mencapai tujuan kesehatan nasional, dengan pusat gravitasi di ikatan kesehatan masyarakat. Dalam hal ini, kami mengundang partisipasi aktif dari seluruh stakeholder, termasuk akademisi, praktisi kesehatan, dan masyarakat, dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang berdampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Di akhir sesi, terdapat pertanyaan dari peserta. Pertanyaan Prof Muhammad Yani dari Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, “Apakah ada panduan atau guideline yang disediakan sehingga memudahkan kami di FK untuk melakukan yang terbaik”. Gabriel Lele menjawab, “Panduan analisis kebijakan dan riset kebijakan, saya pribadi pedomannya disamakan namun mungkin nanti arah dari PKMK UGM seperti apa tapi panduan itu bisa kita buatkan. Sebenarnya pedoman analisis kebijakan juga sudah bisa diakses dari LAN dan cukup banyak modul-modulnya”. Selain itu, Prof Laksono juga menambahkan, “Ini menjadi langkah awal bagi proses knowledge sharing dengan fokus pada pembuatan proposal riset. Proses sini dapat dilakukan dengan metode kuantitatif terlebih dahulu sebelum mendalami aspek kualitatif. Selain tiu, analisis berbasis data juga dapat digunakan dengan melibatkan berbagai kelompok di berbagai daerah, seperti PPI atau PBPU, untuk meneliti kebijakan kesehatan dan trennya selama periode beberapa tahun terakhir”.

Penutup seri ke-1 Webinar Penelitian Kebijakan Kesehatan untuk Para Dosen IKM-IKP di Universitas disampaikan oleh Laksono bahwa diskusi mendalam akan dilakukan untuk memperkuat kapasitas lembaga dalam melakukan penelitian kebijakan, dengan fokus pada pemanfaatan data dan kemungkinan merangkap peran sebagai advokat kebijakan. Kolaborasi ini menyoroti pentingnya komunikasi yang efektif dalam membawa perubahan ke lapangan, sehingga menghasilkan kebijakan yang lebih berdampak.

Reporter: Agus Salim, MPH (Divisi Public Health, PKMK UGM)
Artikel ini terkait dengan pilar SDGs keempat yaitu Pendidikan Berkualitas.

Webinar Menerjemahkahkan Hasil Riset untuk Proses Kebijakan melalui Policy Brief

Webinar Menerjemahkahkan Hasil Riset untuk Proses Kebijakan melalui Policy Brief

Rangkaian webinar penelitian kebijakan untuk para dosen Poltekkes

  7 Februari 2024

7feb1Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, Ph.D., selaku Guru Besar dan Pakar Bidang Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM memberikan pengantar pada Seri ke-3 Webinar Penelitian Kebijakan untuk Para Dosen Poltekkes menyampaikan bahwa teman-teman Poltekkes telah hadir dalam webinar perlu diberikan opsi untuk mengikuti webinar secara perorangan, meskipun dianjurkan untuk membentuk kelompok. Meskipun ada ujian perorangan, kelompok juga diperbolehkan.

Dosen menekankan pentingnya berpartisipasi dalam kelompok, tetapi para dosen memahami bahwa beberapa peserta mungkin tidak memiliki kelompok. Selama sesi, mereka memasuki topik kebijakan publik, membahas bagian-bagian penting dari proses kebijakan, dimana hasil riset dan analisis disampaikan. Mereka juga membahas hasil angket minggu sebelumnya yang dapat menjadi landasan untuk pembahasan dalam konteks kebijakan. Webinar ini mencatat partisipasi aktif dari sekitar 500 peserta dari 1000 yang terdaftar. Dosen menyampaikan pentingnya pembuatan proposal bersifat multicenter untuk penelitian atau implementasi, seperti contoh riset implementasi dalam menggunakan alat antropometri.

7feb2

Sebelum memulai sesi webinar, Tri Muhartini, MPA., selaku peneliti PKMK FK-KMK UGM menyampaikan hasil pengisian angket evaluasi yang telah diisi oleh peserta pertemuan webinar sebelumnya bahwa hasil angket menunjukkan peningkatan pemahaman peserta setelah mengikuti webinar dari pertemuan sebelumnya. Dari 346 peserta yang mengisi angket, terlihat bahwa sebelum webinar, 63% peserta tidak memahami pertanyaan riset implementasi, namun setelahnya, jumlah peserta yang memahami meningkat menjadi 78%, sementara yang sangat paham naik dari 2% menjadi 20%.

Pemahaman tentang peran riset implementasi dalam siklus kebijakan juga mengalami peningkatan, dari 21% sebelum webinar menjadi 78% setelahnya. Pemahaman peserta mengenai contoh-contoh metode penelitian juga meningkat, dan pemahaman tentang outcome dari implementasi kebijakan mengalami perubahan positif secara signifikan. Meskipun masih ada peserta yang belum memahami beberapa aspek, secara keseluruhan, webinar ini membawa peningkatan pemahaman peserta terkait implementasi kebijakan dan metode penelitian. Evaluasi ini memberikan dasar untuk tindakan selanjutnya dan menunjukkan bahwa ada potensi perbaikan pada karakteristik implementasi yang masih perlu ditingkatkan untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi.

7feb3Narasumber pertama, Shita Listyadewi, MPP., selaku Kepala Divisi Public Health PKMK FK-KMK UGM menyatakan bahwa bagaimana kita menerjemahkan hasil riset untuk proses kebijakan melalui policy brief. Shita yakin Indonesia memiliki banyak riset-riset yang telah dilakukan, dan pihaknya juga yakin bahwa ada terbersit keinginan hasil riset tersebut dimanfaatkan oleh para pengambil kebijakan. Webinar pada pagi hari ini sangat cocok bagi peserta karena akan membantu para peserta memperoleh pemahaman dasar mengenai cara menerjemahkan hasil-hasil tersebut untuk proses kebijakan.

Kita akan membahas tiga hal, pertama, peran evidence dalam proses penyusunan kebijakan; kedua, pemahaman tentang knowledge translation; dan ketiga, strategi penggunaan policy brief untuk mempengaruhi proses pengusungan kebijakan. Perlu diingat bahwa evidence policy menjadi isu yang disorot belakangan ini, dimana evidence harus menjadi dasar pengambilan kebijakan. Namun, hal ini tidak selalu mudah karena adanya faktor-faktor lain seperti konteks politik, nilai-nilai yang berbeda, dan ketersediaan sumber daya yang mempengaruhi penerimaan dan pemanfaatan evidence oleh para pengambil kebijakan. Oleh karena itu, diperlukan strategi knowledge translation untuk mendekatkan para peneliti dengan para pengambil kebijakan agar bukti-bukti penelitian dapat bermanfaat dalam proses kebijakan.

7feb4Narasumber kedua, Tri Muhartini, MPA., selaku peneliti PKMK FK-KMK UGM menyatakan bahwa pada dasarnya, policy brief sering didefinisikan sebagai dokumen ringkas atau ringkasan kebijakan, juga dikenal sebagai produk kebijakan di Kementerian Kesehatan. Policy brief awalnya adalah ringkasan kebijakan yang sering menjelaskan evidence atau hasil penelitian dalam bentuk grafik dan teks. Policy brief memiliki tujuan untuk memberikan informasi kepada pengambil keputusan tentang masalah yang perlu diperhatikan dan mendorong mereka untuk mengambil tindakan sesuai dengan rekomendasi yang disampaikan.

Dalam penyusunan policy brief, penting untuk memperhatikan standar dokumen, baik yang umum maupun kompleks, dan memperhatikan faktor penyebab masalah serta opsi kebijakan yang diajukan. Policy brief dapat disusun oleh lembaga penelitian, kelompok advokasi, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, dan ditujukan terutama kepada pembuat kebijakan, birokrasi pelaksanaan, dan akademisi. Dalam penyusunan policy brief, strategi advokasi perlu diterapkan, dengan memperhatikan faktor penyebab masalah, ukuran masalah, dan rekomendasi kebijakan yang spesifik. Standar dokumen policy brief yang kompleks dapat membantu dalam proses dialog kebijakan dan strategi advokasi yang lebih efektif.

Di akhir sesi, terdapat beberapa pertanyaan dari peserta. Pertanyaan pertama Dewi Aryani dari Poltekkes Tasikmalaya, “Mohon diberi penjelasan yang spesifik atau best practice mengenai dialog kebijakan (khususnya perbedaan dengan FGD)?”. Shita Listyadewi menjawab, “FGD merupakan teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menggali informasi dari para informan yang diundang ke dalam sesi diskusi. Namun, dalam konteks dialog kebijakan, kegiatan ini lebih spesifik dan difokuskan pada isu kebijakan. Dialog kebijakan membahas secara mendalam isu kebijakan tertentu dengan tujuan yang jelas terkait pembahasan kebijakan tersebut.

Perbedaan mendasar terletak pada fokus dan tujuan yang lebih jelas dalam dialog kebijakan dibandingkan dengan FGD yang lebih berorientasi pada pengumpulan informasi. Meskipun ada banyak perbedaan dalam pelaksanaannya, webinar ini menjadi peluang bagi peserta untuk mendalami topik tersebut lebih lanjut. Dengan demikian, perbedaan utama terletak pada tujuan, fokus, dan output yang dihasilkan dari kedua kegiatan tersebut”. Selain itu, Tri Muhartini juga menambahkan, “Jika kita melibatkan diri dalam dialog kebijakan, perlu diingat bahwa ini adalah suatu proses yang sangat berbeda dengan politik konvensional. Berdasarkan pengalaman kami, praktek yang umum dilakukan pada tahap akhir dialog kebijakan adalah mencapai suatu kesepakatan dengan pengambil keputusan terkait rekomendasi dan opsi kebijakan yang telah kita ajukan. Dalam konteks ini, kita berupaya memastikan bahwa pemangku kepentingan dan pengambil keputusan yang diundang dapat mencapai kesepakatan untuk mengadopsi salah satu opsi kebijakan yang telah diusulkan”.

Pertanyaan kedua Asrie Abu dari Poltekkes Mamuju, “Apakah judul policy brief dapat dimodifikasi atau dibuat sedikit berbeda dengan judul primary research-nya?”. Shita Lisyadewi menjawab “Policy brief yang merupakan ringkasan penelitian, dapat berbeda dengan judul penelitian utama. Ini disebabkan oleh perbedaan dalam sifatnya. Ringkasan penelitian tentu harus memiliki judul yang sama persis dengan penelitian utama yang dilakukan. Namun, dalam konteks policy brief, judulnya diperbolehkan untuk berbeda, bahkan sebaiknya berbeda.

Hal ini dikarenakan sulit membayangkan apakah judul policy brief yang sama persis dengan penelitian utama dapat memberikan motivasi kepada pengambil kebijakan untuk bertindak. Nature dari policy brief sendiri menuntutnya untuk dapat memotivasi pengambil kebijakan dalam melakukan suatu tindakan. Sehingga, judul policy brief cenderung membahas tema, isi, atau permasalahan di dalam suatu isu yang berbeda.

Singkatnya, judul policy brief sebaiknya berbeda dengan judul penelitian utama, mencerminkan sifatnya yang lebih bersifat motivasional dalam memicu tindakan”. Tri Muhartini juga menambahkan, “Dalam melaksanakan kebijakan tersebut, penting untuk menciptakan judul policy brief yang sesuai. Berdasarkan pengalaman pribadi, seringkali judul policy brief yang dibuat berbeda dengan judul penelitian yang dilakukan. Dalam konteks ini, policy brief-nya pun bisa lebih dari satu, tergantung pada temuan dan konteks penelitian.

Sebagai contoh, dalam penelitian inklusivitas yang pernah saya lakukan, kita memecah hasil penelitian menjadi beberapa policy brief berdasarkan konteks daerahnya, terutama karena advokasi ditujukan kepada pemerintah daerah. Oleh karena itu, jumlah policy brief dapat disesuaikan dengan konteks penelitian dan target advokasi yang kita miliki”.

Reporter: Agus Salim, MPH.
(Divisi Public Health, PKMK UGM)

Artikel ini terkait pilar 4 SDGs: Pendidikan Berkualitas

Webinar Urgensitas Riset Implementasi untuk Penelitian Kebijakan Kesehatan

Webinar Urgensitas Riset Implementasi untuk Penelitian Kebijakan Kesehatan

Kamis, 1 Februari 2024 

2feb1Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD menyapa peserta dan memberikan informasi singkat di awal terkait riset kebijakan dan implementasi, yang dikembangkan dengan platform website untuk mempermudah akses. Meskipun peserta mungkin memiliki kesibukan pada waktu tertentu, materi tetap tersedia secara daring di situs website yang dapat diakses dari mana saja dan kapan saja.

Kebijakan kesehatan melibatkan berbagai bidang keahlian, mengingat keberagaman latar belakang dan keahlian dosen Poltekkes. Ini memungkinkan setiap individu untuk berkembang sebagai ahli kebijakan dalam bidang spesifik mereka. Selanjutnya, Laksono menyebutkan bahwa ada empat sesi dalam pelatihan ini, kemudian diikuti ujian di akhir. Bagi Poltekkes yang tertarik untuk melanjutkan kegiatan ini, akan ada diskusi lebih lanjut dengan tim Kementerian Kesehatan.

dr. Likke Prawidya Putri, MPH, PhD menambahkan bahwa peserta dapat mengakses kegiatan melalui tautan Gadjah Mada Medical e-learning (Gamel) yang tersedia di situs website KMPK UGM. Konten yang tersedia di dalam Gamel mencakup informasi tentang materi, pertanyaan/diskusi, dan kuis. Bersamaan dengan itu, tim pelaksana juga menampilkan hasil survei yang diisi pada pertemuan sebelumnya. Hasil survei menunjukkan adanya peningkatan pemahaman meskipun masih ada peserta yang belum sepenuhnya memahami materi. Tri Muhartini, MPH kemudian memberikan catatan atau tinjauan tentang pembahasan materi awal yang disampaikan oleh Dr. Gabriel Lele, M.Si, yang meliputi konten kebijakan kesehatan, implementasi riset, dan peluang perbaikan kebijakan yang disebut sebagai jendela kebijakan. Tri juga memberitahu setiap peserta yang ingin mendapatkan sertifikat bahwa mereka harus mengikuti ujian yang telah dijadwalkan.

Stefani Wijaya, S.H, M.H sebagai moderator memperkenalkan kedua pemateri yang akan membawakan topik tentang “Urgensi Riset Implementasi untuk Penelitian Kebijakan Kesehatan”, sebagai bagian dari Pengantar Riset Implementasi. Pemateri pertama adalah Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc, Ph.D, FRSPH, yang merupakan dekan FK-KMK UGM, dan dr. Likke Putri, MPH, PhD, sebagai pemateri kedua yang merupakan dosen Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FK-KMK UGM.

2feb2Menurut Prof. Yodi, riset implementasi adalah riset yang menjawab pertanyaan terkait dengan implementasi itu sendiri, sehingga riset kebijakan implementasi ini tergantung pada apa yang diimplementasikan, bagaimana diimplementasikan, dan kualitas dari implementasi itu sendiri. Dari berbagai pilihan intervensi, perlu memperhatikan bukti berbasis atau efektivitas kebijakan yang diambil. Jika telah terbukti efektif, kebijakan tersebut dapat diadaptasi atau diterapkan untuk mengatasi persoalan kesehatan tertentu. Namun, jika belum terbukti, perlu dilakukan uji coba lebih lanjut. Hal yang membedakan pertanyaan riset implementasi dari riset lainnya adalah keberhasilan implementasi yang direncanakan. Riset ini tidak hanya berfokus pada efektivitas kebijakan, melainkan juga pada proses implementasinya. Riset implementasi melibatkan implementor dan para pemangku kepentingan.

Poin penting dari riset implementasi terletak pada pertanyaan penelitian. Ada dua hal penting dalam merumuskan pertanyaan riset implementasi, yaitu pertanyaan yang berkaitan dengan tantangan dan tujuan implementasi. Pertanyaan penelitian tentang jenis tantangan termasuk perluasan cakupan riset, keberlanjutan, replikasi kebijakan, integrasi program, keadilan kebijakan, dan efektivitas nyata. Sementara pertanyaan berdasarkan tujuan meliputi eksplorasi, deskripsi, pengaruh, penjelasan, dan prediksi terhadap implementasi program atau kebijakan.

Framework yang sering digunakan dalam riset implementasi adalah CFIR, RE-AIM, tingkatan NIRN dari implementasi, ADAPT-ITT, dan WHO ExpandNet. Namun, CFIR adalah yang paling sering digunakan karena memberikan informasi tentang potensi tantangan dan kemudahan dalam menjalankan sebuah kebijakan. Adapun metode yang sering digunakan meliputi mix-methods, participatory action research, studi peningkatan kualitas, percobaan implementasi dan efektivitas hibrida, serta percobaan pragmatis.

2feb3dr. Likke sebagai pemateri kedua menjelaskan tahapan kebijakan dalam lima siklus, mulai dari penetapan agenda, perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, evaluasi kebijakan, hingga perubahan kebijakan atau penghentian kebijakan. Riset kebijakan tidak jauh berbeda dari riset lainnya. Jika riset dilakukan pada fase penetapan agenda, perhatian utama adalah bagaimana menemukan dan menganalisis masalah serta akarnya. Namun, jika pada tahap perumusan kebijakan, tujuannya adalah memberikan alternatif solusi dengan berbagai metode yang cocok, seperti systematic dan scoping. Bentuk studinya bisa menggunakan model Delphi, yaitu studi yang menggambarkan kemungkinan kejadian masa depan dari berbagai alternatif kebijakan, sehingga dapat menentukan area mana yang menjadi prioritas.

Evaluasi kebijakan dapat dilakukan menggunakan berbagai metode, seperti before after, membandingkan kelompok intervensi dan kontrol, difference in difference, serta interrupted time series. Oleh karena itu, terdapat berbagai metode penelitian yang dapat digunakan sesuai dengan kasus dan pertanyaan penelitian yang ingin dijawab.

Dalam sesi tanya jawab, beberapa pertanyaan diajukan oleh peserta. Misbahuddun bertanya tentang skenario building dalam penelitian berbasis tujuan. Prof. Yodi menjelaskan bahwa skenario building adalah perencanaan strategis ke depan yang mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi. Luluk Widati membagikan pengalaman tentang implementasi kebijakan pencegahan dan penanganan penyakit tertentu yang tidak sesuai dengan panduan, dan hasil temuannya kemudian dijadikan sebagai policy brief. Suryani Manurung bertanya tentang kriteria inklusi dan eksklusi, serta jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam riset implementasi ini. Prof. Yodi menjelaskan bahwa riset implementasi tidak berbeda jauh dengan riset biasa dalam hal prinsip, yang penting adalah pertanyaan penelitian dan metode yang digunakan.

Pertanyaan dari Lia, apakah riset ini dapat mengarah ke penelitian lanjutan, dan bagaimana cara menghilangkan konflik kepentingan dalam riset implementasi. Prof. Yodi menjelaskan bahwa riset implementasi bertujuan untuk mengoptimalkan implementasi, bukan hanya menilai keberhasilan atau kegagalan. Konflik kepentingan dalam riset implementasi tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, namun dapat dikelola atau dikurangi risikonya. Penting untuk melibatkan pemangku kepentingan dari awal untuk memastikan solusi dapat diterima dan dijalankan.

Pertanyaan dari Sudiono tentang integrasi riset implementasi di Poltekkes. Prof. Yodi menjelaskan bahwa riset implementasi dapat diterapkan di Poltekkes pada tahap implementasi program yang telah dikembangkan. Penting untuk memastikan dukungan dari para pemangku kepentingan dan menghindari penolakan di masyarakat. Laksono menambahkan bahwa peran Poltekkes untuk mengevaluasi kebijakan yang berjalan di daerah.

Pertanyaan terakhir dari Syarifah tentang strategi dalam menegakkan penelitian terkait pengelolaan makanan dan pangan. Prof. Yodi menjelaskan bahwa riset kebijakan perlu melibatkan para pemangku kepentingan dari awal, dan strategi seperti penyampaian policy brief atau dialog kebijakan dapat membantu dalam mendorong perubahan.

Reporter: Faisal Mansur, MPH (Divisi Public Health PKMK)

Materi dan video kegiatan dapat diakses pada link berikut klik disini

Artikel ini terkait pilar 4 SDGs: Pendidikan Berkualitas