Arsip:

Berita SDGs

Reportase 48th IHF World Hospital Congress (WHC) 2025 International Hospital Federation (IHF)

oleh:
Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua, FIHQN

Anggota Scientific Committee IHF Geneva
Ketua Kompartemen Mutu dan Tatakelola Klinis PERSI
Ketua Minat MMR, Departemen Kebijakan dan Manejemen Kesehatan UGM
Konsultan dan Peneliti, Pusat Kebijakan dan Manjemen Kesehatan FK KMK UGM

ihf251 700

Sebagaimana tahun lalu di Brazil, tahun ini WHC-IHF kembali mengusung lima tema utama yang menjadi fokus baik pada sesi pleno, sesi paralel, dan lokakarya, yaitu:

  1. Kepemimpinan (Leadership)
    • Membahas berbagai peran kepemimpinan dalam mendorong transformasi strategis skala besar, termasuk tata kelola, kemitraan publik-swasta, dan reformasi layanan kesehatan nasional.
    • Mengidentifikasi dan menangani tantangan terbesar bagi para pemimpin: antara lain menyusun strategi tenaga kerja yang efektif untuk mengatasi kekurangan, burnout, dan peningkatan kapasitas SDM.
    • Berbagai pemikiran kepemimpinan yang berpusat pada pasien, membangun sistem yang tangguh, dan termasuk kepemimpinan peran rumah sakit swasta dalam mencapai Cakupan Kesehatan Universal (UHC).
  2. Transformasi Digital dan Kecerdasan Buatan (Digital Transformation and AI)
    • Menjelajahi masa depan layanan kesehatan di tahun 2050 melalui integrasi AI dan perawatan kesehatan baik dari aspek diagnosis, perawatan, manajemen.
    • Implementasi teknologi digital dan AI untuk meningkatkan efisiensi operasional rumah sakit, mengoptimalkan alur kerja, dan mendukung pengambilan keputusan klinis.
    • Pemanfaatan alat digital dan AI untuk personalisasi perawatan dan peningkatan akses bagi pasien.
  3. Keberlanjutan (Sustainability)
    • Strategi yang dapat ditindaklanjuti bagi rumah sakit untuk menyediakan layanan kesehatan yang lebih tangguh dan berkelanjutan (misalnya, Navigating Net Zero dan pembangunan roadmap strategis).
    • Inisiatif untuk mengurangi emisi dan membangun ketahanan iklim melalui rantai pasokan, keterlibatan tenaga kerja, dan dekarbonisasi praktik layanan kesehatan.
    • Kolaborasi untuk solusi layanan kesehatan terintegrasi di lingkungan dengan keterbatasan sumber daya.
  4. Model Klinis & Kualitas dan Keselamatan Pasien (Clinical Models and QPS)
    • Meningkatkan hasil/outcome klinis melalui upaya membangun budaya kinerja tinggi yang berfokus pada keselamatan, kualitas, dan inovasi berbasis bukti.
    • Penguatan sistem untuk perawatan yang lebih aman, cerdas, dan personal (termasuk tren akreditasi dan pelaporan insiden).
    • Mengintegrasikan layanan, termasuk perawatan akut tingkat rumah sakit di rumah (hospital at home) dan jalur perawatan terkoordinasi.
    • Mendorong kualitas dan keselamatan melalui kepemimpinan berbasis data dan model klinis yang didukung AI.
  5. Pengalaman Berpusat pada Manusia (Human-Centred Experience)
    • Meningkatkan kualitas perawatan melalui pendekatan yang berpusat pada manusia, kemitraan dengan pasien, dan strategi yang sensitif secara budaya.
    • Pemanfaatan inovasi digital untuk memperkuat hubungan dengan individu dan komunitas, serta meningkatkan pengalaman pasien.

Meski terbagi menjadi 5 tema utama, namun sebenarnya antar tema sangat terkait, tidak terhindarkan bahwa tema yang satu terkait dengan tema yang lain. Mesk penulis selama ini menekuni manajemen mutu, namun pada WHC-IHF kali ini penulis mengambil beberapa tema yang berbeda Leadership dan Clinical Models namun semua terkait dengan mutu pelayanan klinis.

read more

Reportase Webinar Tematik Sejarah Kebijakan Kesehatan Seri 4

“Perkembangan Kebijakan Komponen-Komponen Sistem Kesehatan di Indonesia, Dari Reformasi Hingga Pasca COVID-19, 1999-2023”

PKMK-Yogyakarta.  Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM bekerjasama dengan Departemen Sejarah FIB UGM menyelenggarakan Webinar Seri Sejarah Kebijakan Kesehatan “Perkembangan Transformasi Kebijakan Kesehatan di Indonesia, Dari Reformasi Hingga Pasca COVID-19, 1999-2023” pada Agustus hingga November 2025. Kali ini webinar mengangkat tema “Pelayanan Kesehatan” yang diselenggarakan pada Selasa (11/11/2025). Webinar ini menyoroti berbagai dinamika dan kebijakan dalam pelayanan kesehatan Indonesia sejak era reformasi hingga masa pasca-pandemi COVID-19. Melalui paparan para pembicara, kegiatan ini mengulas bagaimana desentralisasi, jaminan kesehatan nasional, dan transformasi sistem kesehatan berperan dalam membentuk arah pelayanan kesehatan yang lebih merata dan berkeadilan sosial.

read more

Reportase Webinar Memahami Permenkes Nomor 11 Tahun 2025: Konsolidasi Standar Risiko dalam Ekosistem Kesehatan Nasional

Senin, 10 November 2025 

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM menyelenggarakan seminar daring bertajuk “Memahami Permenkes Nomor 11 Tahun 2025: Konsolidasi Standar Risiko dalam Ekosistem Kesehatan Nasional” pada Senin, 10 November 2025. Kegiatan ini membahas secara komprehensif Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2025 yang menjadi tonggak penting dalam implementasi Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR) di subsektor kesehatan. Regulasi ini tidak hanya menyatukan berbagai standar kegiatan usaha dan produk/jasa kesehatan, tetapi juga menjadi pedoman utama bagi pemerintah pusat, daerah, dan pelaku usaha mulai dari rumah sakit, klinik, laboratorium, apotek, hingga distribusi alat kesehatan untuk memastikan sistem kesehatan yang lebih transparan, aman, dan adaptif terhadap risiko.

read more

Reportase Topik #3 Kebijakan Climate-Resilient dan Low Carbon Health System

Perubahan iklim kini menjadi salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan masyarakat di Indonesia maupun dunia. Dampaknya tidak hanya meningkatkan risiko berbagai penyakit, melainkan juga menekan kapasitas sistem kesehatan nasional yang meliputi struktur pelayanan kesehatan, sumber daya manusia, hingga infrastruktur fasilitas kesehatan. Di sisi lain, sektor kesehatan juga berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca melalui konsumsi energi, limbah medis, serta rantai pasok farmasi dan alat kesehatan yang berjejak karbon tinggi.

read more

Reportase Fornas Topik #2 Kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis dalam UU Kesehatan 2023

Part 1 Part 2 Part 1

Forum Nasional XV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) 2025 hari kedua dibuka dengan penuh semangat di Common Room Gedung Penelitian dan Pengembangan FK-KMK UGM. Acara dipandu oleh Ubaid Hawari, S.IKom selaku Master of Ceremony (MC). Tema yang diusung pada hari kedua ini adalah “Kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis dalam UU Kesehatan 2023: Dari Agenda Setting Menuju Implementasi Kebijakan”. Tema ini diangkat untuk mengupas tuntas terkait pelaksanaan program pendidikan dokter spesialis (residen) di Indonesia berdasarkan UU Kesehatan 2023 sebagai upaya untuk mencari solusi implementatif untuk mencetak dokter spesialis yang berkualitas dan mengatasi tantangan pemerataan di Indonesia.

read more

Reportase Forum Nasional XV JKKI – Sesi Pleno 1

Selasa, 28 Oktober 2025

Forum Nasional XV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) tahun 2025 dibuka dengan suasana penuh semangat di Auditorium Tahir FK-KMK UGM. Kegiatan ini diselenggarakan oleh JKKI bekerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM, dengan mengusung tema “Implementasi Kebijakan Transformasi Sektor Kesehatan dalam UU Kesehatan 2023”. Acara pembukaan dipandu oleh dr Maria Silvia Utomo selaku pembawa acara, yang membuka kegiatan dengan mengingatkan bahwa pembukaan Fornas kali ini bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda. Maria menyampaikan harapan agar Fornas XV menjadi wadah kolaborasi lintas sektor dalam memperkuat sistem kesehatan nasional.

Sesi sambutan dimulai dengan Prof. Yodi Mahendradhata selaku Dekan FKKMK UGM. Dalam sambutannya, Prof Yodi menekankan pentingnya transformasi kesehatan sebagai bagian dari misi membangun ketangguhan sistem kesehatan nasional. Program kolaborasi global seperti 100 Days Mission mengangkat komitmen memperkuat kesiapsiagaan menghadapi pandemi di masa depan. Prof Yodi juga menegaskan bahwa JKKI dapat berperan sebagai mitra independen dan kolaboratif dalam menghasilkan kebijakan berbasis bukti. Sebagai akhir, Yodi mengapresiasi pelaksanaan Fornas yang diharapkan dapat melahirkan pemikiran kritis dan rekomendasi tajam bagi penguatan sistem kesehatan Indonesia.

Sambutan berikutnya disampaikan oleh Dr. Lutfan Lazuardi selaku Kepala Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan. Lutfan menyoroti bahwa Fornas menjadi forum strategis yang selaras dengan tanggung jawab  departemen dalam mencetak pembelajar dan pemimpin yang adaptif terhadap dinamika kebijakan kesehatan. Harapannya, setelah 15 tahun penyelenggaraan, Fornas semakin berkembang menjadi ruang kolaborasi lintas disiplin, dimana topik-topik yang dimunculkan sangat cocok dengan building blocks yang disajikan di departemen.

Selanjutnya, Dr. Andreasta Meliala, selaku Ketua PKMK FK-KMK UGM, menekankan pentingnya Fornas sebagai ruang berbagi kerangka berpikir dalam memahami dan mengevaluasi implementasi kebijakan. Dr Andreasta menyoroti bagaimana perubahan kecil dalam kebijakan di tingkat pusat dapat menimbulkan dampak besar di lapangan. Andreasta juga mengajak seluruh peserta untuk berpartisipasi aktif menyampaikan situasi di daerah masing-masing agar diskusi dalam Fornas benar-benar menggambarkan kondisi nyata. Di akhir sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi kepada Prof. Laksono Trisnantoro sebagai motor penggerak utama JKKI yang telah menjaga keberlanjutan forum ini selama 15 tahun.

Sebagai puncak sesi sambutan, Prof. Laksono, selaku Ketua JKKI, membuka secara resmi Forum Nasional XV. Dalam pengantarnya, Laksono menegaskan bahwa kegiatan ini mendapat perhatian besar dari Kementerian Kesehatan yang hari ini diwakili oleh Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono. Prof. Laksono juga menyoroti perjalanan panjang JKKI

sejak awal berdiri, dengan dinamika topik yang berkembang dari isu pembiayaan hingga transformasi sistem kesehatan pasca pandemi. Prof Laksono juga menekankan pentingnya kolaborasi riset dan pembiayaan mandiri, termasuk peran aktif mahasiswa dalam kegiatan Fornas.

Keynote speech disampaikan oleh Prof Dante Saksono Harbuwono Wakil Menteri Kesehatan RI, untuk membuka sesi pleno I. Prof Dante menekankan pentingnya membangun sistem kesehatan yang tangguh dan terintegrasi sebagai pelajaran dari pandemi. UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menjadi payung hukum bagi visi jangka panjang untuk menciptakan sistem yang kuat, adil, dan berkelanjutan melalui enam pilar transformasi kesehatan. Dante menegaskan bahwa keberhasilan transformasi hanya dapat terwujud melalui keselarasan pemahaman seluruh pihak. Sebagai penutup, Prof. Dante mengapresiasi peran JKKI, PKMK, dan komunitas akademik sebagai mitra strategis pemerintah dalam mengawal implementasi kebijakan menuju Indonesia Emas 2045.

Sesi pleno pertama mengangkat topik “Omnibus Law Kesehatan: Antara Simplifikasi Regulasi dan Potensi Masalah Hukum” dengan narasumber Dr. Rimawati dari Fakultas Hukum UGM, dimoderatori oleh Likke Prawidya Putri, Ph.D, dan dibahas oleh Prof. Laksono Trisnantoro.

Dalam paparannya, Dr. Rimawati menjelaskan bahwa Omnibus Law Kesehatan bertujuan menyatukan berbagai regulasi sektoral guna menciptakan efisiensi dan keselarasan hukum di bidang kesehatan. Namun, di balik upaya simplifikasi tersebut, terdapat sejumlah potensi masalah hukum, antara lain konflik norma, tumpang tindih kewenangan antar lembaga, ketidakjelasan posisi organisasi profesi dan konsil, hingga pelemahan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan dan pasien.

Dr Rimawati juga menyoroti dinamika uji materiil dan formil UU Nomor 17 Tahun 2023 di Mahkamah Konstitusi, dimana sebagian besar permohonan dari organisasi profesi ditolak karena tidak memenuhi legal standing atau tidak menunjukkan pertentangan konstitusional yang jelas. Rimawati menekankan pentingnya penyusunan peraturan turunan yang adil dan transparan, serta pengawasan hukum yang konsisten agar pelaksanaan undang-undang ini tidak menimbulkan kesenjangan perlindungan hukum.

Menanggapi paparan tersebut, Prof Laksono memberikan refleksi historis atas perjalanan reformasi

kebijakan kesehatan di Indonesia. Prof Laksono  menegaskan bahwa UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan merupakan bagian dari proses panjang reformasi untuk memperkuat akses, kualitas, dan kepastian hukum. Menurutnya, fase implementasi dan evaluasi perlu dipisahkan agar efektivitas kebijakan dapat diukur secara objektif, sementara riset implementasi kebijakan menjadi instrumen penting bagi akademisi untuk memastikan kebijakan publik benar-benar berdampak.

Sesi diskusi diwarnai beragam pandangan dari peserta, baik terkait tantangan politik dalam pembentukan kebijakan, netralitas universitas dalam advokasi kebijakan publik, hingga masalah implementasi di lapangan. Dr Rimawati menegaskan pentingnya pemahaman lintas sektor terhadap regulasi agar kebijakan payung tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Dr Rimawati menekankan bahwa implementasi UU Kesehatan harus mempertimbangkan konteks lokal tanpa mengabaikan prinsip kesetaraan dan kepastian hukum. Diskusi juga menyinggung perlunya ruang kolaboratif berkelanjutan bagi para akademisi dan praktisi untuk berbagi temuan serta rekomendasi kebijakan. Prof Laksono menutup sesi dengan ajakan agar setelah Fornas kegiatan debat ilmiah yang produktif dapat difasilitasi dalam bentuk kelompok diskusi, bukan hanya forum seremonial. Acara pembukaan diakhiri dengan arahan dari dr Maria selaku MC, yang mengundang seluruh peserta untuk beristirahat sejenak dalam coffee break sebelum melanjutkan ke sesi paralel yang membahas empat topik utama hingga waktu ishoma.

Reporter:
Sensa Gudya Sauma Syahra (PKMK UGM)

Traveling Seminar Bangkok – Kuala Lumpur #hari 4

Buying Experience dan Observasi Pelayanan di Komune Living & Wellness, Kuala Lumpur dan Beacon Hospital, Selangor, Malaysia

Hari 4: Senin, 13 Oktober 2025

Kegiatan diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK–KMK UGM dan IAMARSI DIY

Traveling seminar Bangkok – Kuala Lumpur ditutup dengan kunjungan langsung untuk observasi pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di Komune Living & Wellness, Kuala Lumpur dan Beacon Hospital, Selangor, Malaysia. Komune Living & Wellness merupakan integrasi antara pusat layanan kesehatan preventif wellness dan penginapan untuk masyarakat pada umumnya, dan khususnya untuk lansia. Layanan wellness tourism yang tersedia meliputi layanan kesehatan umum, kesehatan tradisional, massage dan spa, layanan kesehatan gigi, layanan ibu pasca melahirkan, serta layanan bayi dan anak-anak, serta fisioterapi. Sekitar lokasi penginapan juga terdapat taman yang dimanfaatkan selain untuk fungsi rekreasi, namun juga dimanfaatkan dalam terapi kesehatan.

Beacon Hospital merupakan RS Swasta dengan layanan unggulan perawatan kanker, didukung dengan dokter spesialis onkologi sebanyak 42 orang, serta jumlah tempat tidur kira-kira mencapai 100 unit. Saat ini Beacon Hospital sedang dalam pembangunan gedung baru yang akan dimanfaatkan untuk poliklinik spesialis serta dapat menambah jumlah TT. Waktu operasional pelayanan rawat jalan yaitu pada hari Senin-Sabtu, menyesuaikan dengan ketersediaan dokter. Dalam penyelenggaraan layanan rujukan pasien saat ini menggunakan sistem MoU dengan fasilitas pelayanan kesehatan terkait atau bisa langsung mengirimkan rujukan dalam keadaan darurat atau jika dibutuhkan.

Layanan untuk perawatan kanker di Beacon Hospital dimulai dari layanan preventif hingga rehabilitatif. Layanan preventif untuk kanker dilakukan dengan pelaksanaan skrining terhadap kanker menggunakan PET Scan, kemudian dilanjutkan dengan tindakan biopsi. Selanjutnya, perawatan kuratif dilakukan dengan kemoterapi atau radioterapi. Untuk layanan radioterapi, Beacon Hospital memiliki banyak perancang sendiri sehingga sangat memungkinkan untuk efisiensi pelayanan. Selain itu, perawatan ini juga banyak didanai oleh asuransi kesehatan. Jenis radioterapi yang digunakan diantaranya menggunakan radiosurgery (True Beam) dan radioterapi menggunakan alat Halcyon. Penggunaan alat True Beam dilakukan untuk lesi kanker yang dekat dengan organ – organ vital, dengan paparan terhadap lesi kanker secara presisi sehingga dapat terdeteksi gambaran bentuk lesinya.

Halcyon untuk radioterapi memiliki waktu penyinaran yang sangat singkat, sekitar 1,5 menit dengan total waktu yang dibutuhkan mulai dari persiapan pasien hingga selesai sekitar 8 menit. Terapi ini memang membutuhkan waktu yang sangat singkat, namun risiko yang mungkin ditimbulkan juga cukup tinggi karena alat ini memiliki jumlah exposure yang besar kepada pasien serta berisiko terkena bagian lain jika pasien bergerak selama perawatan berlangsung. Selain layanan Kanker, Beacon Hospital juga mempunyai layanan unggulan dalam bidang ortopedi, serta telah memiliki layanan untuk transplantasi organ.

Dalam pengembangan bisnis RS, Beacon Hospital sudah berdiriksejak 20 tahun yang lalu, serta terus mengembangkan layanan khususnya dalam perawatan kanker. Saat ini, jumlah kasus terhitung mencapai 200 kasus per bulan dengan capaian per Oncologist bisa mencapai 20 kasus baru. Pada 2024, Beacon Hospital telah bergabung dengan Asia OneHealthCare. Beberapa inovasi layanan untuk pasien juga dikembangkam, seperti layanan antar jemput bandara gratis, kerjasama dengan hotel untuk memberikan diskon penginapan kepada pasien dan keluarga, serta memberikan gratis penginapan di Apartemen milik Beacon Hospital pada pasien kanker yang menjalani radioterapi selama sebulan penuh. Selain memberikan diskon dan membebaskan biaya akomodasi pasien, Beacon Hospital juga menerapkan strategi pemasaran dengan fokus pada mengenali target pasarnya, sehingga tren pasar yang ada dapat dimanfaatkan untuk pengembangan inovasi produk berikutnya, khususnya untuk segmen pasar dari Indonesia. Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, Beacon Hospital saat ini telah bekerja sama dengan RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten dalam bentuk knowledge sharing berupa webinar atau diskusi untuk internal RS serta dapat dibuka untuk masyarakat umum (Bestian).

Traveling Seminar Bangkok – Kuala Lumpur #hari 3

Buying Experience dan Observasi Pelayanan Gleneagles Hospital, Kuala Lumpur, Malaysia Serta Sharing Session Bersama Prof. Dr. Sharifa Ezat Wan Puteh

Hari 3: Minggu, 12 Oktober 2025

Kegiatan diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK–KMK UGM dan IAMARSI DIY

Kunjungan di Kuala Lumpur, Malaysia dimulai dengan observasi di Gleneagles Hospital, yaitu RS swasta yang menarget segmen pasar lokal dan internasional. RS ini didukung dengan 2 gedung utama. Gedung A terdiri dari IGD (Accident and Emergency), Farmasi, X-Ray, Diabetes Care, Rehabilitation Center, serta MOB Specialist Clinic. Sedangkan di Gedung B, terdiri dari 8 lantai dengan lantai Ground terdiri dari eye shop, ruang tunggu dan toko-toko retail. Lantai 1 terdiri dari toko 7 Eleven, Hand and Microsurgery, Rehabilitation, Farmasi, Breast Care, Neuro, serta Ruang IT, gas medis, listrik, telepon dan PTS Riser. Lantai 5 Gedung A terdiri dari Othopedica, Health Check Up, dan Heart Clinic; sedangkan lantai 8 terdiri dari poliklinik spesialis. Alur pelayanan dari Gleaneagles ini tidak dapat diamati karena kunjungan pada hari Minggu hampir tidak ada kunjungan di semua poliklinik, kecuali IGD.

Setelah kunjungan dari Gleneagles Hospital, kegiatan berikutnya yaitu dinner dan sharing session bersama Prof. Dr. Sharifa Ezat Wan Puteh dari Public Health Medicine Specialist, Faculty of Medicine, Universiti Kebangsaan Malaysia terkait dengan Malaysia’s Health System dan Medical Tourism. Dalam sistem pendanaan kesehatan di Malaysia, di samping berkembangnya private healthcare, masih banyak juga subsidi dari pemerintah. Sehingga meskipun sudah ada Universal Health Coverage, namun jumlah out of pocket juga semakin banyak. Saat ini presentase RS Pemerintah yang disubsidi sebesar 74,7% dengan masalah kesehatan terbesar yaitu diabetes mellitus, obesitas dan penyakit jantung, dengan penyebab kematian tertinggi yaitu Ischemic Heart Disease sebesar 16,1%. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan masalah kesehatan tersebut meliputi pola hidup yang kurang sehat, stres, gangguan kecemasan, hingga kebiasaan merokok. Hal ini diperparah dengan kondisi pasca pandemi COVID-19, dimana isu kesehatan mental mulai meningkat terutama pada remaja dan dewasa.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan saat ini untuk layanan rawat jalan mencapai 12 juta RM untuk 1 keluarga dengan tingkat pendapatan rendah serta dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 5 orang. Penggunaan asuransi kesehatan swasta mencapai angka 22% dari keseluruhan populasi pada tahun 2019 karena seluruhnya sudah disubsidi oleh pemerintah.

Dalam hal pengembangan sumber daya manusia, pendidikan dokter mulai dari kompetensi klinis hingga menjadi dokter masih terpusat dari Kementerian Kesehatan Malaysia dengan sistem Hospital Based, sehingga dokter-dokter tersebut mempunyai kewajiban untuk mengabdi di institusi tempat dia mendaftar. Namun, sistem pendidikan ini masih menemui tantangan, diantaranya banyak dokter yang resign karena wahana atau institusi fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah kurang, serta karena isu kesehatan mental seperti stres, depresi, dan isu bullying. Untuk pemberian honor dan insentif di RS Pemerintah, jasa dokter yang diberikan hampir semua merupakan gaji tetap, namun dapat ditambahkan dengan jasa pelayanan jika bertugas on call. Berbeda di RS swasta, saat ini terdapat regulasi baru terkait jasa dokter yang dapat diberikan secara fee for service untuk dokter-dokter senior. Selain itu, jika dokter tersebut bertugas di RS pemerintah, maka terdapat kewajiban untuk hanya melayani pasien private wings setelah jam kerja pelayanan selesai. Berbeda dengan RS swasta, dimana dokter senior dapat bebas hanya praktik di private wings saja. Terkait pembiayaan, bagian yang bertugas untuk menangani universal coverage adalah bagian medical development dari Kementerian Kesehatan; berbeda dengan di Indonesia yang UHC diatur oleh BPJS Kesehatan. UHC tersebut juga hanya diterapkan hanya di RS pemerintah saja, namun perhitungan biaya dalam UHC tersebut tidak didasarkan pada clinical pathway. Regulasi klinik swasta juga diatur sangat ketat untuk tidak boleh profit meskipun tidak melayani pasien-pasien UHC.

Aturan pemerintah saat ini terkait dengan loyalitas praktik, bahwa banyaknya tempat praktik yang diperbolehkan untuk masing-masing dokter dinilai oleh para supervisor di institusinya (berdasarkan workload dan faktor lainnya). Namun, untuk dokter yang bekerja di RS pemerintah ditetapkan regulasi bahwa gaji dokter di RS lain (RS Swasta) tidak boleh lebih dari 40% dari gaji RS asalnya. Saat ini rasio dokter dibanding pasien masih terpusat di Central Malaysia, namun di daerah pinggiran rasio tersebut masih buruk. Selain itu, gaji dokter di daerah tersebut juga dianggap kurang worthy sehingga dokter-dokter tersebut enggan untuk pergi ke daerah pinggiran. Kisaran angka gaji untuk dokter umum sekitar 3000-4000 RM, untuk dokter spesialis junior sebesar 12.000 RM, untuk dokter spesialis konsultan sebesar 30.000 RM, sedangkan untuk dokter-dokter di RS Swasta bisa mencapai 50.000-100.000 RM. Aturan lain terkait dokter asing juga diatur secara ketat dimana dokter-dokter asing tersebut boleh melakukan praktik di Malaysia dengan penyelesaian masa training selama 2 tahun.

Pengembangan medical & wellness tourism di Malaysia mulai dimanfaatkan sebagai cost savings karena dapat menghasilkan revenue di RS. Data kunjungan menunjukkan presentase 60% dengan dominasi asal kunjungan dari Indonesia, dengan kunjungan medical tourism lebih tinggi dibandingkan dengan wellness tourism. Berdasarkan tren kunjungan wellness di Malaysia, pelayanannya masih terpusat di primary care. Hal ini sesuai dengan konsep rujukan berjenjang dimana pelayanan dilakukan mulai dari primary care kemudian baru dirujuk ke RS jika membutuhkan penanganan lebih lanjut. Namun, beberapa RS Swasta saat ini juga mulai memiliki layanan wellness. Saat ini, group holding di Malaysia yang paling besar yang bergerak di bidang layanan kesehatan dan shopping complex serta layanan kesehatan yaitu Sunway Medical Center. Health tourism sendiri di Malaysia sudah memiliki lembaga yang menaungi dibawah naungan pemerintah kerajaan (Bestian).

Traveling Seminar Bangkok – Kuala Lumpur #hari 2

Buying Experience dan Observasi Pelayanan Bumrungrad International Hospital, Siriraj Piyamaharajkarun Hospital, Siriraj H. Solutions, Bangkok Thailand

Hari 2: Sabtu, 11 Oktober 2025

Setelah memperoleh pembahasan skema pendanaan kesehatan dari Prof. Siripen, hari kedua ini dimanfaatkan peserta untuk observasi langsung pada pelayanan yang dilakukan pada beberapa RS di Bangkok, Thailand. Kunjungan pertama yaitu pada Siriraj Hospital dan Siriraj Piyamaharajkarun Hospital, yang merupakan RS Pemerintah Afiliasi Pendidikan. Kedua RS ini merupakan satu kesatuan dari Siriraj Hospital namun berbeda segmen. Siriraj Hospital melayani pasien dengan UHC, sedangkan Siriraj Piyamaharajkarun Hospital merupakan private wings yang melayani pasien out of pocket dan asuransi kesehatan lainnya. Meskipun begitu, Siriraj Piyamaharajkarun Hospital lebih berfokus untuk melayani segmen pasar local Thailand, oleh karena itu, sebagian besar petugas di RS tersebut kurang mahir dalam bahasa Inggris.

Kegiatan diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK–KMK UGM dan IAMARSI DIY

Lokasi dari kedua RS tersebut juga sangat jelas berbeda. Siriraj Piyamaharajkarun Hospital terletak di samping Fakultas Kedokteran Universitas Mahidol, dengam kompleks yang lebih kondusif dan privat, di tepi Sungai Chao Praya dan juga terdapat kuil, taman dan museum di belakang gedung RS. Pintu masuk ke RS tersebut juga cukup luas dan tidak ramai. Siriraj Hospital terletak di pinggir jalan raya yang sangat ramai dan karena lalu lintas di jalan sudah sangat ramai sehingga cukup susah untuk masuk ke dalam RS tersebut.

Proses pelayanan yang diberikan staf juga sangat berbeda. Pasien Siriraj Hospital sangat padat sehingga ketika pasien akan dilakukan penilaian klinis vital sign, pasien harus menunggu dengan antrian yang panjang. Berbeda dengan Siriraj Hospital, Siriraj Piyamaharajkarun Hospital memiliki SDM yang cukup banyak dan pelayanan lebih cepat dengan fokus patient centered care. Saat pasien akan mendaftar, pasien mendatangi bagian admisi, kemudian pasien akan dipersilakan duduk kemudian alurnya ialah  bagian admisi serta perawat yang akan mendatangi pasien jika diperlukan konfirmasi lebih lanjut atau melakukan pemeriksaan awal pada pasien. Selain itu, di RS ini situasinya lebih tenang. Panggilan kepada pasien hanya dilakukan di loket farmasi yang menampilkan nomor antrian di layar monitor (dalam bahasa Thailand). Lalu untuk antrian di poliklinik, waktu tunggu juga cepat sehingga pasien tidak perlu menunggu lama didepan poli.

Budaya kerja yang diterapkan di Siriraj Piyamaharajkarun Hospital lebih berfokus pada hospitality dan patient centered care. Di depan pintu masuk masing-masing ruang Poliklinik, terdapat satu staf yang stand by dan satu security, dan di dalam ruangan terdapat nurse station dan bagian admisi. Selain itu, terdapat bagian relation officer di ruang tunggu bagian admisi RS yang membantu pasien jika membutuhkan informasi terkait letak ruangan atau proses pelayanan. Implementasi sistem informasi dalam proses pelayanan telah diterapkan dengan pemanfaatan IT selama proses pendaftaran melalui website serta penggunaan teknologi robotik untuk mengantar obat dari unit farmasi ke masing-masing poliklinik. Terkait fasilitas, di ruang tunggu utama RS terdapat stand edukasi kesehatan, air minum kemasan untuk pasien, serta hiburan musik piano. Tata letak ruang Siriraj Piyamaharajkarun Hospital terdiri dari 6 lantai dengan lantai 1 meliputi X-ray center. Lantai 2 terdiri dari surgery center, woman center, orthopedic center, farmasi, bagian pendaftaran, ruang pengambilan spesimen, Poli Penyakit Dalam, Health Education Gallery, dan Cafe. Tata letak lantai 3 terdiri dari children’s center, skin center, ear nose and throat center, allergy center, rehab center, dental center, chest center, skin and plastic surgery, unit farmasi, toko retail Mom n Me, Café. Lantai 4 meliputi diabetes thyroid and endocrine clinic, GI endoscopy center, gastrointestinal and liver center, The Sight RoLek Pro Lasik, health check up center, cardiac rehabilitation center, kasir pasien rawat inap, urology center, non invasive, heart center dan Lora Vision. Lantai 5 terdiri dari ruang operasi dan ICU, serta lantai 6 terdiri dari kidney center, laboratorium, CSSD, dan ruang manajemen.

Selain private wings berupa Siriraj Piyamaharajkarun Hospital, Siriraj Hospital juga mendirikan klinik Siriraj H. Solutions yang terletak terpisah cukup jauh sekitar 7 kilometer dari RS induknya, yaitu berlokasi di Wellness Center Lantai 5, ICS Lifestyle Complex, ICONSIAM, dimana gedung tersebut merupakan pusat perkantoran, kuliner dan pusat perbelanjaan yang ramai pengunjung. Antara ICONSIAM dan ICS Lifestyle Complex juga terdapat jalur kereta sehingga memudahkan akses pengunjung. Selain Siriraj H. Solutions, di ICS Lifestyle Complex juga banyak terdapat klinik kesehatan, utamanya klinik – klinik estetika.

Alur pelayanan yang diterapkan oleh Siriraj H. Solutions tidak jauh berbeda dari Siriraj Piyamaharajkarun Hospital, dimana petugas pendaftaran mendatangi pasien untuk konfirmasi penjelasan pasien setelah mendaftar. Siriraj H. Solutions bukan hanya menyediakan pelayanan klinis, melainkan juga menyediakan produk-produk untuk perawatan estetika dan Thailand Traditional Medicine. Tata letak ruang Siriraj H. Solutions Lantai 1 terdiri dari Thanyarak Breast Center, Ruang Pengambilan Darah/Spesimen, Health Check Up, Registrasi, Informasi, Bag. Asuransi Kesehatan, Kasir, Farmasi, dan Sport Performance Center; sedangkan Lantai 2 terdiri dari Klinik Spesialis. Waktu operasional Siriraj H. Solutions buka setiap hari, namun untuk Sabtu Minggu diprioritaskan untuk pasien yang sudah melakukan janji temu (appointment).

Sejarah Siriraj Hospital sebelum terbagi menjadi Siriraj Piyamaharajkarun Hospital dan Klinik Siriraj H. Solutions dulunya merupakan fasilitas pelayanan kesehatan serta sekolah kedokteran pertama di Thailand, yang diririkan atas kerjasama antara Kerajaan Thailand dengan Rockefeller Foundation. Saat itu, Raja Thailand mengirimkan Prince Thailand untuk bersekolah kedokteran di Filipina dan Amerika Serikat. Saat para pangeran kaembali, mereka membangun Fakultas Kedokteran dan mengembangkan Siriraj Hospital. Selama proses tersebut, terjadi beberapa kali krisis dan perang. Perang pertama diinisiasi oleh Perancis yang mulai masuk di Sungai Chao Praya, yang saat itu juga terdapat jalur kereta api di tepi sungai. Namun, perang itu diakhiri dengan pemberian “Red Purse Money” peninggalan Raja Rama V kepada Perancis. Berikutnya, tahun 1941 – 1945 Thailand kembali diinvasi oleh Jepang. Hal itu juga menyebabkan krisis di sistem kesehatan Thailand, termasuk kerusakan gedung RS Siriraj yang cukup parah. Namun, seiring waktu Thailand merdeka, Siriraj Hospital kembali dibangun lalu eksis hingga saat ini, serta mengembangkan private wings, yaitu Siriraj Piyamaharajkarun Hospital dengan pelayanan yang jauh berbeda dengan RS Siriraj dengan Universal Coverage.

Kunjungan berikutnya yaitu Bumrungrad International Hospital, merupakan RS Swasta dengan target pasar masyarakat internasional, berbeda dengan Siriraj Hospital yang lebih fokus untuk menyasar segmen lokal Thailand. Selain itu, di Bumrungrad International Hospital juga menyediakan staf pemasaran dari masing-masing negara, seperti Indonesia, Vietnam, Myanmar, China, dan masih banyak lagi. Meskipun kunjungan dilakukan di akhir pekan, namun petugas international officer membantu mengupayakan dan mendampingi pasien untuk melakukan penjadwalan dengan dokter on call. Bumrungrad International Hospital terletak cukup kondusif dengan akses ke RS yang cukup lebar, ini memudahkan untuk akses keluar masuk kendaraan, serta menyediakan trotoar untuk pejalan kaki. Tata letak terdiri dari 4 Gedung, dengan Gedung A terdapat 10 lantai. Pada Ruang Tunggu Gedung A, terdapat monitor yang menampilkan denah RS, hak dan kewajiban pasien, serta proses pelayanan yang akan dijalani pasien selama di RS. Khusus untuk pasien internasional, Kantor Internasional (International Operations) terletak pada Lantai 10, disertai juga dengan kantor pengurusan visa dan business center. Selain Gedung A, terdapat Gedung B yang merupakan Gedung Utama, Bagian Tower C, serta Gedung D yang merupakan Vitalife Center (Bestian).

Traveling Seminar Bangkok – Kuala Lumpur #hari 1

Dinner dan Sharing Session bersama Prof. Siripen

Hari 1: Jumat, 10 Oktober 2025

Kegiatan diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK–KMK UGM dan IAMARSI DIY

Traveling seminar dilaksanakan dengan diawali oleh rangkaian seminar dilanjutkan dengan kegiatan kunjungan ke RS dan resort yang ada di Bangkok, Thailand dan Kuala Lumpur, Malaysia untuk meninjau lebih dalam bagaimana proses pelayanan, strategi, serta produk apa saja yang ditawarkan kepada pelanggan, khususnya dalam pelayanan medical & wellness tourism. Kunjungan dilaksanakan pada 10-13 Oktober, diawali dengan kunjungan di Bangkok pada 10 Oktober, dilanjutkan ke Kuala Lumpur pada 12 Oktober.

Kunjungan di Bangkok dibuka dengan dinner dan sharing session bersama Professor Dr. Siripen Supakankunti dari Center of Excellence for Health Economics, Faculty of Economics, Chulalongkorn University dengan topik bahasan National Health Insurance System in Thailand and Current Situation of Thailand’s UHC, serta bahasan terkait dengan Medical Tourism di Thailand.

Topik pertama terkait dengan sistem asuransi kesehatan nasional di Thailand dibuka dengan penjelasan terkait dengan kondisi demografi di Thailand, dimana diantara 71,7 juta penduduk Thailand (2022), didominasi oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki, selain itu, usia harapan hidup perempuan juga lebih tinggi dibandingkan laki-laki karena tingginya kecelakaan yang terjadi di Thailand yang biasanya didominasi oleh korban laki-laki. Saat ini, GDP Thailand lebih rendah dibandingkan GDP di Indonesia. Meskipun begitu, target UHC yang ingin dicapai Thailand terkait dengan pengeluaran untuk penyakit katastropik diharapkan dapat mencapai <2%. Cakupan Universal Coverage di Thailand telah mencapai 71% (47.46 juta jiwa), dengan penghasilan didapatkan dari pajak. Paket manfaat yang bisa didapatkan oleh masyarakat diantaranya promosi kesehatan, pencegahan penyakit, tindakan kuratif, serta tindakan rehabilitatif. Pengeluaran saat ini untuk Universal Coverage telah mencapai 4074 THB per kapita, dengan utilisasi pasien rawat jalan yaitu 3.5 kunjungan per orang per tahun, dengan total kunjungan rawat jalan yaitu 161. 373 juta kunjungan; serta admisi pasien rawat inap mencapai 6.201,940 admisi dengan Length of Stay (LOS) rata – rata mencapai 5.07 hari, dan utilization rate mencapai 0.13 admisi per orang per tahun.

Selama 5 tahun, NHSO menerapkan perencanaan strategis dengan fokus perencanaan pada 2023-2027 yaitu melanjutkan rencana 5 tahun sebelumnya, meliputi marginal group, manajemen efisiensi pendanaan termasuk audit, HPO (kecepatan dan resiliensi), serta utilisasi data.

Terkait dengan proporsi populasi masyarakat Thailand berdasarkan usia, dominasi lebih banyak pada usia completed aged society yang mencapai 20% pada 2021, dan diprediksi akan mencapai 30% (20,9 juta jiwa) pada 2035 dengan dominasi super – aged society. Hal ini ditunjukkan dengan data dari populasi dunia bahwa Thailand menduduki peringkat ke – 10 untuk masyarakat dengan proporsi usia 60+ dengan presentase mencapai 15,6% pada tahun 2015, dan diprediksi akan menduduki peringkat ke – 6 dengan presentase mencapai 30,2% pada 2035.

Dalam mencapai Universal Coverage, terdapat beberapa enabling factors, meliputi dukungan politik yang kuat dari stakeholders untuk mendukung efisiensi RS, mengetahui kapasitas sistem kesehatan, serta integrasi antara para reformers, researchers, dan politisi untuk berkolaborasi dalam sistem kesehatan. Diantara kunci sukses tersebut, masih ditemukan beberapa tantangan yang terjadi, diantaranya distribusi infrastruktur dan SDM, harmonisasi skema asuransi kesehatan, stabilitas finansial jangka panjang (pengaruh dari rapid aging population), mutu pelayanan, serta layanan primer di daerah urban yang belum meningkat.

Pembahasan topik kedua terkait dengan medical tourism yang diterapkan di Thailand membahas bagaimana industri kesehatan di Thailand dapat berkembang dan terjadi perubahan dalam komponen kunci dalam sistem kesehatan, meliputi perkembangan sosio ekonomi dan politik, demografi dan migrasi, kecanggihan teknologi biomedis, serta health seeking behavior dan perubahan gaya hidup masyarakat selama 10 tahun terakhir. Tren saat ini menunjukkan peningkatan baik di sektor public atau swasta, dimana medical tourism telah masuk dan menjadi kebutuhan global dalam pelayanan kesehatan, serta dapat menarik pelanggan dari seluruh dunia.

Terkait dengan multilateral trade negotiations, The General Agreements of Thailand Services (The GATS) mengelompokkan kategori pelayanan kesehatan, dimana pelayanan kesehatan umum dan gigi dapat dilakukan oleh perawat, bidan, fisioterapis, dan paramedis lainnya yang dikategorikan terpisah sebagai “Professional Services”. Dan hingga saat ini, komitmen untuk meningkatkan pergerakan dan investasi lintas negara, terutama dalam bidang kesehatan telah dilakukan termasuk di Thailand.

Pada 2010, penghasilan yang dicapai dari wisatawan asing mencapai 6% dari pendapatan nasional. Meskpun jumlah tersebut hanya mencapai 10% dari nilai ekspor barang, namun penghasilan tersebut masih dinilai penting karena industri wisata  membutuhkan sumber daya didalam negeri dan akan dikembalikan kepada masyarakat Thailand. Pada tahun 2019 sebelum pandemi, Thailand mencapai puncak kunjungan wisatawan internasional hingga mencapai 39.8 juta jiwa; serta mencapai 32,40 juta jiwa pada 2024. Penghasilan yang didapatkan juga terus meningkat seiring waktu, yaitu mencapai 1.2 triliun Baht pada  2023, dan pada tahun 2024, wisatawan internasional dapat menghabiskan biaya sebesar 42,7 milyar USD di Thailand. Jenis perawatan yang dapat diperoleh di Thailand diantaranya perawatan kanker, hip replacements, transplantasi organ, pemeriksaan jantung, bedah plastil, bedah jantung, laser eye surgeries, balloon dilatation, serta kelahiran section caesaria  (Bestian).