Reportase Forum Nasional X Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Topik 3: Hasil Penelitian Tentang Equity

Reportase Forum Nasional X Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Topik 3: Hasil Penelitian Tentang Equity

Kegiatan ini dimulai dengan pengantar dari Prof Laksono. Pada Forum Nasional X JKKI ini terdapat 5 topik dimana saat ini masuk pada topik 3 terkait penelitian JKN. Pada topik 3a membahas Riset Equity dalam konteks penggunaan data DaSK dan data Susenas. Sesi pertama membahas perdebatan JKN mencapai Equity atau tidak sesuai amanat UU BPJS dan UU SJSN. Sesi kedua membahas penggunaan Data Survey (data Susenas) dan Data Rutin dari BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan untuk melihat apakah terjadi equity dan apakah hasilnya sama atau tidak.

Selama 7 tahun terjadi kontroversi karena level pusat melakukan analisis agregat nasional menggunakan data Susenas yang pastinya akan hasilnya membaik karena kelompok miskin di Jawa selalu membaik, namun di daerah yang sulit, terpencil menjadi pertanyaaan sehingga ada opsi evaluasi menggunakan pendekatan realist evaluation untuk membandingkan implementasi JKN antar daerah. Pada kesempatan ini pemateri akan menyampaikan “Hasil Penelitian Menggunakan Data Susenas Untuk Memahami Pencapaian Prinsip Equity di JKN”, dan “Menggunakan data rutin BPJS sampel dan data rutin RS untuk memahami pencapaian equity di JKN dengan kasus spesifik kardiovaskuler”.

Sesi kedua membahas dampak dari pandemi COVID-19 pada UHC dan bagaimana situasi COVID-19 mempengaruhi UHC di berbagai negara yang akan disampaikan oleh Peter Berman. Selain itu juga dibahas penggunaan data rutin dari Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu dalam konteks rasio klaim dan konstruksi APBN 2021 untuk memprediksikan dampak COVID-19 pada anggaran pusat. Pada topik 3b membahas Opsi Kebijakan JKN terkait prinsip Akuntabilitas dan Berkeadilan, yang kedua terkait Kebijakan Mutu, dan Ketiga paparan Daftar Isian Masalah untuk Revisi UU SJSN dan UU BPJS dalam konteks Akuntabilitas, Berkeadilan dan Quality.

dr. M. Fikru Rizal, M.Sc.
Peneliti di KP-MAK, FK – KMK UGM: Hasil Kerjasama Penelitian UHC Harvard University dan Universitas Gadjah Mada

Penyaji pertama menyampaikan tentang hasil penelitian bersama dengan Harvard University dengan Tim KPMAK dan PKMK UGM dengan judul “Siapakah yang paling diuntungkan dari sistem kesehatan Indonesia”. Penelitian ini menggunakan data SUSENAS dalam kurun waktu 2012 – 2018. Penelitian mengenai equity ini penting dilakukan karena 1) akses kepada pelayanan kesehatan yang berkeadilan merupakan indikator yang paling penting dalam sistem kesehatan yang berfungsi dengan baik dan 2) diperlukannya monitoring sosial economic inequality yang terkait dengan akses pada layanan kesehatan.

Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui trend dari social economic inequality dan disparitas regional pada pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan konteks sebelum dan sesudah implementasi JKN. Metodologi menggunakan data survei sosial ekonomi nasional pada 2012 – 2018. Data ini representatif sampai tingkat kabupaten. Akses pelayanan kesehatan yang digunakan diukur dengan penggunaan layanan rawat inap di rumah sakit karena layanan ini memerlukan keputusan klinis dari klinisi dan tidak hanya dari sisi pasien. Status sosial ekonomi yang digunakan adalah pengeluaran perkapita yang diukur dari kuesioner Susenas. Ukuran Inequality yang digunakan yaitu ukuran relatif dan ukuran absolut.

Hasil penelitian menunjukkan kepemilikan kartu asuransi kesehatan yang meningkat. Dari sisi penggunaan layanan rawat inap di rumah sakit, secara nasional terjadi peningkatan hampir dua kali lipat dimana dari 1000 orang yang disurvei terdapat 15 orang yang menggunakan layanan rawat inap. Di tingkat provinsi terjadi peningkatan akses layanan rawat inap di hampir semua provinsi di Indonesia. Namun beberapa daerah Papua dan Maluku yang tidak jauh berubah sehingga ini menandakan bahwa adanya ketidakmerataan di tingkat regional untuk akses layanan rawat inap. Meski di daerah NTT, Maluku dan Papua sama – sama bertumbuh jumlah rawat inap nya tapi menjadi paling tertinggal dibandingkan daerah – daerah yang lain.

Hasil perhitungan yang dilakukan bahwa dari ukuran ketimpangan relatif terjadi penurunan di semua regional dan level nasional secara agregat turun dari 0,28 menjadi 0,21 menurun dan yang paling bagus penurunannya adalah di Jawa. Namun, ketika dilakukan pengukuran ketimpangan secara absolut (jarak atau selisih antara yang paling miskin dan yang paling kaya di masing – masing regional) maka secara nasional terjadi peningkatan ketimpangan. Adanya disparitas regional yang semakin melebar, menandakan bahwa adanya JKN jika tidak diimbangi dengan peningkatan layanan kesehatan, ketersediaan layanan kesehatan di daerah – daerah tersebut maka dapat mengurangi akses yang timpang antara daerah timur dan barat.

Insan Rekso Adiwibowo, M.Sc –
Peneliti di PKMK FK – KMK UGM

Penyaji kedua menyampaikan hasil pemetaan disparitas dalam JKN dengan studi kasus utilisasi layanan kardiovaskuler. Hal ini didasarkan pada disparitas dalam akses kesehatan di Indonesia karena kurangnya rumah sakit, dokter spesialis dan teknologi kesehatan di banyak daerah di Indonesia. Hasil pemetaan disparitas menggunakan data sampel BPJS dengan menekankan pada distribusi layanan kardiovaskular, segmen yang lebih banyak mengklaim layanan kardiovaskular, dan isu portabilitas layanan kardiovaskular serta dampak inequitas geografis pada status kesehatan.

Berdasarkan data Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) menunjukkan prosedur kardiovaskuler hanya dapat dilakukan pada rumah sakit perkotaan di Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi namun NTT dan Papua tidak ada rumah sakit yang mampu menangani prosedur pasca operasi katup jantung. Kelompok yang paling banyak menggunakan layanan kardiovaskular berasal dari segmen Bukan Pekerja, PBPU dan PPU. Dilihat dari sisi medical travel, hampir 50% pasien di provinsi Papua, dan Sulawesi Barat harus keluar daerah untuk mendapatkan layanan kardiovaskular di rumah sakit.

Destinasi utamanya sebagian besar masuk ke Jakarta di Rumah Sakit Kelas A dan Daerah Istimewa Yogyakarta untuk layanan spesialis jantung. Dampak Geografis akibat program JKN adalah banyak peserta JKN yang tidak mendapatkan benefit yang sama karena perbedaan ketersediaan layanan.

Pembahas:
Eko Setyo Pambudi– Senior Health Specialist at The World Bank

Eko menyampaikan jika membandingkan ketersediaan Puskesmas pada 2013 ke 2018, telah terjadi proporsi peningkatan lebih tinggi khususnya di Indonesia Timur. Dari sisi ketersediaan tempat tidur di puskesmas dan rumah sakit terjadi peningkatan dari sisi supply di Indonesia bagian timur dibanding Indonesia bagian barat. Dari sisi pemanfaatan rawat inap secara umum, akses rawat inap membaik di semua regional. Juga peningkatan akses pada kelompok miskin jauh lebih tinggi daripada kelompok kaya.

Selain itu, secara umum puskesmas memiliki tingkat kesiapan dari peralatan dasar, standar pencegahan, dan kemampuan diagnosis yang lebih baik setelah implementasi JKN meskipun ada beberapa komponen yang masih rendah dan perlu ditingkatkan. Hal ini menunjukkan terjadi hubungan yang erat antara supply side dengan utilisasi layanan puskesmas. Terkait kesenjangan, perlu memasukkan faktor sosial budaya seperti kerjasama dengan dinas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan pengguna layanan kesehatan.

Prof Laksono menambahkan, “Kalau kita lihat dalam konteks data rutin BPJS, hanya meng – cover sekitar 78% dari yang ikut BPJS. Kami menganjurkan pendekatan realist evaluation untuk melihat apakah JKN ini jalan berbagai daerah Indonesia. Dalam hal portabilitas, masyarakat yang jauh dari akses harus terbang ke provinsi lain sehingga perlu kita menggabungkan kedua analisis yang kita lakukan untuk menghindari kesimpulan yang salah.”

Prof. Peter Berman, Ph.D – Vancouver, Canada
International Setting of Current UHC and COVID-19 Pandemic

Pada kesempatan ini Peter menyampaikan 3 isu antara lain capaian UHC sebelum pandemi COVID-19; 2) dampak pandemi COVID-19 terhadap UHC; dan 3) pengaruh COVID-19 terhadap kemajuan LMIC mencapai UHC. UHC merupakan tujuan yang sangat ambisius untuk negara – negara berpenghasilan rendah dan menengah. Merefleksikan ambisi UHC, tujuan ini dimasukkan ke dalam SDGs dengan mendefinisikan kembali UHC dimana untuk mencapai UHC termasuk perlindungan Risiko Keuangan, akses ke layanan perawatan kesehatan esensial berkualitas dan akses ke obat – obatan dan vaksin yang aman, efektif, berkualitas serta terjangkau untuk semua.

Sejalan dengan hal ini, Komisi Lancet Global Health 2035 merefleksikan pandangan yang sangat optimis tentang pencapaian masa depan di bidang kesehatan pada negara – negara berpenghasilan rendah dan menengah. Banyak negara meluncurkan Program Nasional yang ambisius untuk mencapai UHC. Untuk mencapai ini, banyak negara memadukan pembiayaan publik pada layanan publik bahkan layanan swasta untuk memastikan perlindungan keuangan dalam mengakses layanan kesehatan berkualitas. Meskipun ada kemajuan, cakupan UHC terhenti atau tidak sesuai jalur, dan hanya sekitar setengah dari populasi dunia yang akan tercakup pada 2030.

Dampak pada kesehatan
– Telah terjadi dampak yang sangat signifikan dalam hal pelaporan kasus yang dikonfirmasi di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah termasuk India, Indonesia, Afrika Selatan, Peru, Brasil, dan beberapa lainnya. Peter meyakini ada ketidakpastian jumlah kasus yang di konfirmasi dari total jumlah kasus yang sebenarnya karena keterbatasan dalam menguji kasus asimtomatik dan sebagainya.

Faktanya, pada jumlah tertentu kasus ini membutuhkan rawat inap dan perawatan yang memadai tetapi di LMIC tidak terlihat. COVID-19telah menyebabkan pengurangan yang signifikan dalam penggunaan layanan lain yang penting seperti imunisasi, layanan kesehatan ibu anak dan layanan pengendalian penyakit. Dari sisi permintaan, penduduk memiliki kekhawatiran tentang keselamatan untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan, juga pada petugas kesehatan terkait keselamatan kerja.

Dampak pada ekonomi
– Secara umum dampak ekonomi yang terjadi antara lain penurunan tajam di seluruh dunia dalam pertumbuhan ekonomi akibat dari berbagai jenis pembatasan dan perubahan perilaku di pihak konsumen dan pekerja. Terjadi peningkatan signifikan dalam pengeluaran publik untuk mengurangi dampak ekonomi COVID-19di banyak negara. Peter melihat bahwa ini dibiayai dengan peningkatan utang publik yang signifikan.

Banyak peningkatan permintaan untuk pengeluaran langsung menanggapi COVID-19 termasuk kebutuhan untuk memasang peralatan pelindung diri, biaya perawatan klinis di rumah sakit yang membeli alat bantu pernapasan, dan memperluas layanan klinis.

Dampak pada Kemajuan UHC
– COVID-19dapat secara langsung mempengaruhi kemajuan menuju UHC. Hal ini terjadi karena tekanan makroekonomi dan kapasitas fiskal yang berdampak pada sistem kesehatan. Pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau bahkan pertumbuhan ekonomi yang negatif akan mengurangi kapasitas fiskal. COVID-19 juga akan meningkatkan beberapa jenis kebutuhan permintaan layanan kesehatan, namun terdapat tantangan menjaga pasokan APD dan layanan klinis hingga 2021.

Selain itu, COVID-19 belum tentu merupakan berita buruk. COVID-19 menciptakan tekanan politik baru untuk tindakan Kesehatan pemerintah. Pemerintah adalah aktor kunci untuk menjamin, mendukung dan mendanai penangan COVID-19. Di beberapa negara, para pemimpin politik berjanji untuk memberikan lebih banyak perhatian membantu menangani COVID-19, dan ini dapat mengarah pada dukungan yang lebih kuat untuk Indonesia.

M. Faozi Kurniawan, MPH-
Pemaparan Data Rutin Klaim Rasio Per Segmen dan Outlook APBN 2021

M. Faozi Kurniawan, MPH selaku peneliti JKN PKMK FK-KMK UGM menyampaikan bahwa selama penyelenggaraan JKN, iuran yang dikumpulkan masih rendah dan beban penyelenggaraan masih tinggi, JKN setiap tahun mengalami defisit. Berdasarkan data rutin dari BKF kemenkeu menunjukkan segmen PBPU, PBI APBD dan Bukan Pekerja mengalami defisit. Kondisi Pandemi COVID-19 memberikan tekanan sistem ekonomi Indonesia yang mengakibatkan terjadi pertumbuhan negatif hingga 5,3%.

Hal ini sangat mengkhawatirkan bagi APBN yang dapat berpengaruh dengan anggaran kesehatan pada 2021, terkait pendanaan APBN untuk peserta JKN segmen PBI APBN. Melihat APBN pada 2020 – 2021, dari sisi belanja akan selalu naik untuk menuntaskan program – program pemerintah yang harus dipenuhi. Namun, apabila dilihat pendapatan negara dari pajak maupun non pajak terjadi penurunan dari tahun sebelumnya. Data rutin yang dikumpulan pemerintah akan sangat berguna untuk melakukan perencanaan dan penganggaran tahun 2021. Penggunaan data rutin dapat mempercepat analisis data dan pengambilan kebijakan bidang
Kesehatan.

Beban APBN 2021 apabila COVID-19 masih terjadi dapat dilihat dari 2 skenario. Skenario 1, masih terjadi pandemi COVID-19 dapat menimbulkan utilisasi yang rendah sehingga JKN tidak banyak digunakan yang pada akhirnya dana APBN banyak digunakan untuk COVID-19. Skenario 2, COVID-19 sudah tertangani maka terjadi peningkatan kunjungan maka diperkirakan dana APBN digunakan untuk menutupi defisit JKN.

Reporter: Candra, MPH

MATERI DAN VIDEO

Tags: 2020 fornas jkki

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*