Bangkok, 8 – 10 Mei 2024
Konferensi ini diselenggarakan oleh International Society for Priorities in Health, dan kali ini tuan rumahnya adalah Health Intervention and Technology Assessment Program (HITAP) Thailand. Tema yang diusung berfokus pada pendekatan-pendekatan dan praktik-praktik baik serta prakiraan tren ke depan untuk melakukan penapisan teknologi agar dapat menentukan prioritas-prioritas intervensi kesehatan yang efektif dan equitable.
Ancaman COVID-19 baru saja berlalu, tetapi lebih banyak lagi kemungkinan ancaman baru akan segera terjadi. Perubahan iklim, konflik geopolitik, pertumbuhan ekonomi yang rendah, kendala keuangan, dan teknologi perawatan kesehatan baru dapat menimbulkan tantangan bagi sistem perawatan kesehatan yang sedang berjuang untuk mencapai cakupan kesehatan semesta. Oleh karena itu, pendekatan holistik yang komprehensif untuk memprioritaskan kesehatan diperlukan untuk memastikan ketahanan dan solusi berkelanjutan untuk kesehatan. Konferensi ini menyampaikan apa yang bisa dipetik dari pengalaman dan inovasi berbagai negara dalam mengalokasikan sumber daya untuk kesehatan, apa yang dibutuhkan dalam sistem perawatan kesehatan berkelanjutan dan mampu menahan tantangan dan ancaman baru.
Beberapa sesi kunci yang dibahas adalah:
From Data to Action: Leveraging AI and RWE for Informed Priority Setting
Real-World Evidence (RWE) dan Artificial Intelligence (AI) telah ada selama lebih dari beberapa dekade, dan berfungsi sebagai alat yang berharga untuk dukungan prioritas. Perdebatan berlanjut pada isu-isu seperti apakah RWE dan AI merupakan realita baru atau apakah mereka hanya sesuatu yang trendi, dan apakah yang pro terhadap RWE dan AI lebih besar daripada yang kontra, termasuk dapatkah mereka benar-benar membantu dengan prioritas. Selain itu, juga dibahas bagaimana, dan hal-hal apa yang harus diperhatikan di RWE dan AI jika masyarakat kita akan semakin bergantung pada teknologi itu, termasuk bagaimana membuat AI dapat lebih di pertanggungjawabkan.
Ethics at the Heart of Health Priority Setting: Striking the Balance between Efficiency and Equity
Dalam upaya menciptakan sistem perawatan kesehatan yang tangguh dan berkelanjutan, keharusan untuk mengatasi kesetaraan kesehatan menjadi semakin penting. Para pembicara membahas faktor-faktor penentu sosial, efek distribusi, dan interaksi antara efisiensi dan kesetaraan, dan dapat memetakan arah menuju masa depan perawatan kesehatan yang tidak hanya efektif tetapi juga adil. Beberapa hal yg dibahas, misalnya:
- Mengapa kita perlu peduli dengan pemerataan kesehatan? Kesetaraan kesehatan bukan hanya keharusan moral tetapi pondasi penting untuk sistem perawatan kesehatan yang kuat dan berkelanjutan. Sesi ini menyelidiki faktor penentu sosial dalam perawatan kesehatan dan efek distribusi yang sering menyebabkan perbedaan dalam hasil kesehatan.
- Kepentingan relatif efisiensi dan kesetaraan (individu, sistem kesehatan, pengambil keputusan), mengeksplorasi trade-off yang dapat diterima dan tidak dapat diterima yang harus dinavigasi oleh individu, sistem kesehatan, dan pembuat keputusan.
- Proses kebijakan, dengan fokus pada Penilaian Teknologi Kesehatan (HTA), dan metode penelitian seperti analisis efektivitas biaya distribusi (DCEA) merupakan potensi untuk melihat tentang kapan Analisis Efektivitas Biaya (CEA) mungkin gagal dan mengeksplorasi pendekatan alternatif yang lebih baik mengatasi nuansa kesetaraan dalam perawatan kesehatan.
- Menerjemahkan bukti dari penelitian kesetaraan kesehatan ke dalam kebijakan yang efektif merupakan upaya yang menantang. Sesi ini mengidentifikasi dan mengatasi tantangan ini sambil mengeksplorasi cara-cara inovatif untuk menjembatani kesenjangan antara penelitian dan kebijakan.
- Pertimbangan kesetaraan dalam pengambilan keputusan perawatan kesehatan (seberapa besar pembuat keputusan menilai kesetaraan). Keputusan yang dibuat di tingkat kebijakan sangat berdampak pada kesetaraan kesehatan. Melalui diskusi dengan pembuat kebijakan yang berbicara dalam sesi ini, terungkap faktor-faktor yang mempengaruhi pembuat kebijakan terdapat dialog komprehensif tentang dimensi etika penetapan prioritas kesehatan.
Konferensi ini juga membahas beberapa praktik baik dari penerapan berbagai pendekatan yang dipakai dalam penapisan teknologi dan pilihan prioritas untuk intervensi serta penentuan paket manfaat kesehatan, misalnya, Cost-effectiveness threshold (CET), Multi-Criteria Decision Analysis (MCDA), Distributional Cost-Effectiveness Analysis (DCEA), Evidence-Informed Deliberative Processes (EDPs), dan seterusnya.
Sebagai contoh, salah satu sesi bertajuk “What’s the Risk of Making the Wrong Decision ?” membahas metode CEA digunakan untuk Menyusun Paket Manfaat dalam Jaminan Kesehatan.
Memprioritaskan layanan dalam paket manfaat kesehatan (HBP) adalah proses yang menuntut data yang luar biasa banyak. Seringkali, HBP diprioritaskan berdasarkan berbagai kriteria seperti efektivitas biaya, dampak biaya/anggaran, kelayakan, dan ekuitas. Analis dihadapkan dengan metode adaptasi untuk menuntut kendala waktu dan berbagai tingkat data lokal yang tersedia. Ini menjadi masalah yang sangat akut ketika perlu dilakukan revisi paket manfaat secara penuh, dimana permintaan data sangat intensif sehingga terpaksa menggunakan data dari sektor lain, perkiraan global, nilai default, dan/atau pendapat ahli. Meskipun ada upaya dalam beberapa tahun terakhir untuk mengumpulkan bukti global untuk menginformasikan prioritas HBP, menggabungkan data dari berbagai sumber atau mengadaptasinya dari konteks lain secara inheren bersifat tidak pasti.
Pada waktunya, menggunakan informasi yang tidak pasti dalam desain HBP dapat menimbulkan risiko tinggi, atau biaya / opportunity cost, terutama dalam konteks negara dengan tingkat sumber daya yang rendah.
Dalam ekonomi kesehatan, analisis ketidakpastian biasanya berfokus pada kisaran dan ketidakpastian nilai yang mungkin digunakan untuk membuat parameter analisis efektivitas biaya (CEA). Demikian juga, nilai analisis informasi (VOI) digunakan untuk mengukur risiko dengan memanfaatkan analisis sensitivitas dari CEA ini untuk memperkirakan nilai pengurangan ketidakpastian. Namun, mengevaluasi risiko dalam HBP adalah tantangan. Pertama, ketidakpastian dalam HBP melampaui ketidakpastian parameter. Misalnya, ketidakpastian struktural, perbedaan dalam sistem kesehatan, dan ketidakpastian mentransfer perkiraan dari yurisdiksi lain harus dipertimbangkan. Kedua, HBP biasanya menggunakan CEA sekunder, dan memperoleh nilai yang diperlukan untuk menghitung VOI tidak selalu memungkinkan. Akhirnya, kerangka kerja untuk mengevaluasi ketidakpastian dan risiko sebagian besar telah dikembangkan di negara-negara berpenghasilan tinggi tetapi jarang dipertimbangkan dalam konteks desain HBP yang biasanya terkonsentrasi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMICs).
Reporter:
Shita Dewi (Divisi Public Health, PKMK UGM)