Artikel ini terkait dengan pilar 3 SDGs: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, pilar 17 SDGs: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan
Kamis, 21 November 2024
Potensi geothermal Indonesia dalam pelayanan kesehatan, khususnya medical wellness, belum banyak dimanfaatkan, sehingga perlu dilakukan pendalaman untuk memahami pemanfaatan potensi tersebut yang meliputi aspek kesehatan, kualitas layanan, koordinasi antar sektor, peluang kerja sama dan bisnis, serta bagaimana menggunakan pola piker kreatif dan konsep design thinking untuk mengembangkan layanan tersebut. Selain itu, dalam proses pengembangan layanan harus dilakukan perencanaan bisnis untuk merancang paket-paket yang menarik dan sesuai dengan target pasar yang diharapkan.
Paparan pertama disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D terkait ekosistem medical wellness. Medical wellness merupakan kombinasi antara pemeriksaan medik dan terapi kebugaran untuk individu yang memiliki faktor risiko penyaki atau penyakit kronis tertentu. Wellness merujuk kepada prevention yang memiliki panduan, sedangkan medical lebih merujuk kepada cure atau pengobatan yang memiliki regulasi tertentu, namun keduanya memiliki kesamaan yaitu harus dilakukan berdasarkan evidence based. Tren medical wellness menunjukkan bahwa medical wellness banyak diselenggarakan oleh travel agent yang mengarah kepada kesejahteraan individu, terutama untuk pasar lansia. Selain itu, saat ini tren hidup sehat mulai meningkat, banyak resor/hotel mulai mengembangkan wellness, seperti spa, yoga, pool, serta mulai terdapat penggunaan AI untuk layanan wellness.
Produk geothermal merupakan salah satu contoh layanan medical wellness yang dapat dikembangkan, contohnya yaitu thermal bath, inhalation therapy, massage therapy, mud facial & body scrub, dan hydromassage. Berdasarkan beberapa contoh geothermal yang telah dikembangkan di luar negeri, terdapat health journey yang disusun meliputi fase pra kedatangan, fase kedatangan, dan fase pasca kedatangan. Proses bisnis yang akan dijalani yaitu dari tamu hotel yang ingin menggunakan layanan RS atau pasien RS yang ingin sekaligus melakukan wisata, dimana tamu hotel atau pasien RS tersebut akan difasilitasi oleh travel agent yang telah menyusun paket-paket wisatanya. Struktur kerjasama yang dilakukan meliputi 2 model, dimana model yang pertama yaitu RS/Klinik yang mempunyau resor di daerah mengajukan ijin Klinik atau ijin hotel, atau model 2 yakni RS/Klinik bekerjasama dengan resor daerah geothermal mengajukan ijin klinik di dalam resor yang sudah ada, dimana paket yang disusun diharapkan dapat memanfaatkan okupansi saar weekdays yang cenderung lebih rendah daripada weekend atau peak season. Model kedua ini dapat dilakukan melalui kerja sama dengan travel agent atay resort/hotek di daerah wisata, kemudian mendirikan klinik di resort yang telah dilakukan kerja sama sesuai target pasar yang diminati. Dampak medical wellness menunjukkan bahwa hotel dengan layanan wellness cenderung mendapatkan pendapatan lebih banyak dibandingkan hotel yang tidak memiliki layanan wellness, selain itu, layanan wellness di hotel tersebut juga terbukti meningkatkan length of stay hingga mencapai 7.42 hari.
Selanjutnya, Elisabeth Listyani menjelaskan ekosistem wellness berdasarkan analisis Porter’s Five Forces yang meliputi RS/Klinik sebagai center, mempunyai pemasok seperti pool, SDM dan peralatan yang tersedia, pengguna layanan meliputi pasar non BPJS dengan kelas sosioekonomi menengah ke atas, serta regulator yang terdiri dari Pemerintah Pusat dan Daerah. Layanan wellness memiliki banyak pesaing, sehingga harus ditentukan target positioning dari layanan tersebut. Namun, saat ini untuk produk geothermal belum banyak dikembangkan sedangkan potensi geothermal yang ada di Indonesia cukup besar, sehingga harapan kesempatan untuk mengembangkan layanan geothermal dalam medical wellness juga masih cukup besar. Kekuatan tawar pembeli menunjukkan bahwa kelas sosioekonomi menunjukkan preferensi yang berbeda, dimana kelas menengah atas lebih berfokus kepada value of money daripada word of mouth, serta lebiih menyukai aktivitas di resor spa yang mewah daripada aktifitas berpetualang di tempat terbuka (glamping, eco resort). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesadaran terhadap well-being untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Dalam pengembangan layanan medical wellness, disusun sebuah rencana bisnis sebagai dokumen komprehensif yang berisi analisis strategi dan operasional terhadap layanan tersebut yang bersifat dinamis. Rencana bisnis tersebut disusun sebagai panduan strategis, sebagai promosi untuk pemberi dana, serta sebagai panduan operasional sehari-hari. Prinsip utama rencana bisnis meliputi analisis pasar, konsep bisnis jelas, proyeksi keuangan yang realistis, rencana pemasaran yang dapat menarik minat konsumen, rencana operasional, risiko dan mitigasi, serta skalabilitas untuk menggambarkan ekspansi dalam meraih keuntungan. (Bestian Ovilia Andini)