Reportase “Webinar Memahami Perubahan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 ke Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 Tentang Jaminan Kesehatan”

Selasa, 21 Mei 2024 – Webinar ini dilaksanakan secara daring oleh Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (KMK) FK-KMK UGM dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM dengan tujuan untuk memberikan pemahaman mengenai perubahan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 ke Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 Tentang Jaminan Kesehatan. Webinar ini dibuka dan diawali dengan pengantar oleh M. Faozi Kurniawan, MPH kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Dr. dr. Beni Satria, M.Kes., S.H., M.H., CPHMC., CPMed., CPArb., CPCLE., FISQua.

Pengantar: Situasi JKN dan Tantangannya (2015-2022)

jkn1 faozi revPada sesi pengantar, Faozi membahas situasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak pertama kali diterapkan pada 2014. Cakupan kepesertaan JKN yang semakin tinggi mengindikasikan bahwa Indonesia semakin mendekati pencapaian Universal Health Coverage (UHC). Meskipun cakupan semakin tinggi, terdapat tantangan signifikan terkait dengan pendanaan oleh pemerintah daerah karena tidak semua daerah memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk mendanai kepesertaan JKN. Pada periode 2014-2019, program JKN mengalami defisit, namun sejak 2020-2023 mengalami surplus. Kunjungan ke FKTP dan FKRTL cenderung meningkat setiap tahunnya. Biaya kapitasi dan non kapitasi di FKTP cenderung stagnan dan meningkat pada 2023 karena diterbitkannya Permenkes 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Besar klaim di FKRTL juga terus meningkat setiap tahunnya. Pada kasus katastropik seperti penyakit jantung, kanker, dan katarak, biaya klaim cenderung meningkat dan didominasi oleh Regional 1. Hal ini dapat disebabkan karena ketersediaan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dan jumlah rujukan terbanyak berada di regional tersebut.

Memahami Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan

jkn1 beni revDr. dr. Beni Satria, M.Kes., S.H., M.H., CPHMC., CPMed., CPArb., CPCLE., FISQua memberikan pemahaman tentang Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang telah berlaku sejak 8 Mei 2024. Substansi materi perubahan regulasi ini mencakup hak peserta untuk memperoleh manfaat Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK), Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), ketentuan pindah FKTP, ketentuan naik kelas dan selisih biaya, batas atas dan bawah pembayaran iuran, dan ketentuan bagi pekerja berstatus PHK serta peran Pemerintah Daerah dalam JKN. Perpres Nomor 59 Tahun 2024 menambahkan dua pasal mengenai KDK dan KRIS. Selain itu, Perpres ini juga mengatur bahwa seluruh penduduk Indonesia wajib menjadi peserta program JKN baik mendaftar mandiri maupun didaftarkan pada BPJS Kesehatan. Peserta memiliki hak untuk menentukan FKTP saat pertama kali mendaftar, dengan perubahan FKTP diperbolehkan setelah tiga bulan kecuali dalam kondisi khusus seperti pindah domisili atau penugasan dinas. BPJS Kesehatan berwenang untuk memindahkan peserta ke FKTP lain setelah berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota dan asosiasi fasilitas kesehatan serta mendapat persetujuan peserta untuk pemerataan, peningkatan akses, dan peningkatan mutu layanan. Peraturan ini akan ditetapkan lebih lanjut dalam peraturan BPJS Kesehatan.

Perpres Nomor 59 Tahun 2024 juga mengatur bahwa PPU yang mengalami PHK tetap mendapatkan manfaat JKN maksimal enam bulan tanpa membayar iuran.Besaran iuran peserta PPU dihitung berdasarkan gaji atau upah per bulan, dengan batas tertinggi sebesar 12 juta dan terendah sesuai upah minimum provinsi/kabupaten. Terkait dengan KRIS, aturan ini wajib diterapkan oleh seluruh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan paling lambat 30 Juni 2025 dengan penetapan tarif, manfaat, dan iuran paling lambat ditetapkan pada 1 Juli 2025.

Pelayanan kesehatan yang dijamin di FKTP dan FKRTL tidak banyak berubah dari regulasi sebelumnya. Selisih biaya juga masih dapat dibayarkan peserta untuk untuk meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya, kecuali untuk peserta PBI dan beberapa kategori lainnya. Jika peserta terdaftar terkendala akses karena tidak tersedianya fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi yang dapat berupa penyediaan fasilitas kesehatan, pengiriman tenaga kesehatan, atau penggantian uang tunai untuk biaya layanan. Regulasi ini juga mewajibkan Pemerintah Daerah untuk mendukung penyelenggaraan program JKN dengan membayar iuran PBI tepat waktu dan mengalokasikan pajak rokok untuk pembayaran JKN.

Simak video kegiatan melalui:

VIDEO | MATERI

Reporter: Trisna Septiani (HPM UGM)

 

Artikel ini terkait erat dengan pilar 4 SDGs yaitu Pendidikan Berkualitas.

Tags: sdgs 4

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*