FOCUS GROUP DISCUSSION KAJIAN DAMPAK PELONGGARAN KUOTA IMPOR, PERTEK DAN TKDN TERHADAP PERKEMBANGAN INDUSTRI ALAT KESEHATAN NASIONAL

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan bekerjasama dengan ASPAKI dan HIPELKI

FGD Industri Alat Kesehatan: Mencari Keseimbangan antara Perlindungan dan Keterbukaan Pasar

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM bersama dengan ASPAKI dan HIPELKI menyelenggarakan Focus Group Discussion pada 5 Mei 2025 untuk membahas dampak kebijakan impor dan TKDN terhadap industri alat kesehatan nasional. Acara ini merupakan respons atas kebijakan tarif timbal balik AS yang mencapai 47% (dari yang awalnya 32%) serta wacana pelonggaran TKDN oleh pemerintah Indonesia. Dalam sambutannya, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD menekankan pentingnya kemandirian alat kesehatan pasca pandemi, sementara perwakilan asosiasi industri baik ASPAKI maupun HIPELKI menyoroti keberhasilan kebijakan TKDN dalam meningkatkan produsen alat kesehatan dalam negeri dari yang sebelumnya 200 menjadi 800 unit usaha serta dampaknya terhadap perkembangan ekonomi nasional.

FGD dibagi menjadi 2 sesi dengan masing-masing 2 narasumber dan 2 penanggap yang dipimpin oleh 1 moderator. Pada sesi Pertama, terdapat paparan dari Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD dengan materi berjudul Gejala Deindustrialisasi Alat Kesehatan dan Dampaknya Terhadap Ketahanan Nasional dan Maura Linda Sitanggang, S.Farm., Apt., PhD dengan materi berjudul Langkah Strategis Menghadapi Tarif Timbal Balik AS untuk Melindungi Industri Alkes Dalam Negeri. Sesi pertama ini dimoderatori oleh Ni Luh Putu Eka Andayani, SKM., M.Kes.

Laksono dalam paparannya menegaskan risiko deindustrialisasi prematur jika kebijakan TKDN dilonggarkan secara gegabah. Pihaknya menekankan bahwa ketergantungan impor alat kesehatan selama pandemi telah menunjukkan kerentanan sistem kesehatan nasional. Maura menambahkan pentingnya strategi diplomasi aktif dengan AS sambil tetap mempertahankan proteksi terukur bagi industri dalam negeri.

Pasca paparan narasumber, terdapat tanggapan dari Imam Subagyo selaku Ketua Umum ASPAKI menegaskan penolakan terhadap penghapusan TKDN dan mendorong insentif fiskal yang lebih besar untuk penelitian dan pengembangan. Selain itu, tanggapan kedua dari Ronald Tundang dari Pusat Studi Perdagangan Global UGM menyampaikan bahwa TKDN bisa dibela lewat Pasal XX GATT (kesehatan publik), tetapi harus dibuktikan tidak diskriminatif serta pelonggaran TKDN khusus untuk AS berisiko digugat di WTO.

Kemudian, narasumber sesi kedua yakni Prof. Tri Mulyaningsih, SE., MSi., Ph.D yang menyampaikan materi dengan judul Analisa hubungan antara perkembangan industri alat kesehatan dengan pertumbuhan ekonomi serta Taufiq Adiyanto, SH., LLM. yang menyampaikan materi tentang Relaksasi TKDN dan Tantangan Kemandirian Industri Alat Kesehatan: Antara Kepentingan Nasional dan Tekanan Perdagangan Global. Sesi kedua ini di moderator oleh Fajrul Falah, MPH.

Pada sesi kedua tersebut, Prof. Tri Mulyaningsih menganalisis kontribusi industri alat kesehatan yang mencapai 19% terhadap PDB sektor pengolahan, namun masih didominasi oleh industri padat karya dengan nilai tambah rendah. Taufiq Adiyanto memaparkan risiko hukum dari kebijakan TKDN di forum WTO, mengingatkan pada kasus India-Solar Cells yang bisa menjadi preseden buruk. Diskusi menghasilkan beberapa rekomendasi kunci, termasuk perlunya reformulasi kebijakan TKDN yang lebih berbasis insentif, penguatan rantai pasok bahan baku, serta peningkatan diplomasi perdagangan untuk memperluas pasar ekspor.

Dalam tanggapannya, dr. Randy Teguh selaku Ketua Umum HIPELKI menyampaikan Industri alkes butuh dukungan hulu (bahan baku) hingga hilir (distribusi). Selain itu, dengan adanya kolaborasi antara pelaku industri dan akademisi dapat membawa dampak signifikan untuk mempengaruhi para pengambil kebijakan bahwa bukan regulasi TKDN nya yang dilonggarkan, tapi pengawasan terhadap implementasi TKDN yang diperlukan.

Acara ditutup dengan rencana tindak lanjut berupa serial webinar lanjutan yang akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan kunci. Para peserta sepakat bahwa industri alat kesehatan memegang peranan vital dalam ketahanan kesehatan nasional, sehingga perlu dijaga dengan kebijakan yang tepat tanpa mengorbankan daya saing global. Rekaman lengkap dan materi presentasi dapat diakses melalui kanal resmi PKMK UGM.

 

Reporter: Fajrul Falah, MPH

Sambutan
00:32:32 Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD (UGM)_Ketua Board PKMK FK-KMK UGM
00:36:50 Imam Subagyo_Ketua Umum ASPAKI
00:40:45 dr. Randy H. Teguh, MM_Ketua Umum HIPELKI

Sesi 1
00:50:11 1. Gejala deindustrialisasi alat kesehatan dan dampaknya terhadap ketahanan nasional_Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD (UGM)
01:06:20 2. Langkah strategis menghadapi tarif timbal balik AS untuk melindungi industri alkes dalam negeri_Maura Linda Sitanggang (Universitas Pancasila)

Tanggapan Sesi 1
01:26:56 1. Bapak Imam Subagyo
01:36:32 2. Ronald Eberhard Tundang, SH., LLM

Diskusi Sesi 2
02:20:06 1. Analisa hubungan antara perkembangan industri alat kesehatan dengan pertumbuhan ekonomi_Prof. Tri Mulyaningsih, SE., MSi., Ph.D (UNS) 02:40:15 2. Relaksasi TKDN dan Tantangan Kemandirian Industri Alat Kesehatan: Antara Kepentingan Nasional dan Tekanan Perdagangan Global_Taufiq Adiyanto, SH., LLM. (UGM)

Tanggapan Sesi 2
02:57:38 dr. Randy H. Teguh, MM
03:09:37 Diskusi terbuka
03:31:29 Next Stop atau RTL_Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD

Pada tanggal 2 April 2025, Pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah kepemempinan Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan “Tarif Timbal Balik (Resiprokal)” yang dijjuluki “Liberation Day” sebagai strategi untuk menghentikan ketidak-adilan hubungan perdagangan antara AS dengan negara lainnya selama beberapa dekade terakhir yang telah merugikan produsen dan kaum pekerja dalam negeri AS.

Pada awalnya, Tarif Timbal Balik (Resiprokal) yang diberikan Presiden Donald Trump kepada Indonesia sebesar 32%.  Namun, penerapan tarif penuh ditunda selama 90 hari dengan tenggat waktu sampai 9 Juni 2025, karena Presiden Donald Trump berharap agar negara-negara mengajukan permintaan  negosiasi.  Selama masa penundaan, produk Indonesia dikenakan tarif tambahan sebesar 10 persen dengan produk tertentu seperti tekstil dikenakan tarif hingga 47 persen.

Pada sesi dialog pada acara Sarasehan Ekonomi yang digelar di Menara Mandiri, Jakarta, pada Selasa, 8 April 2025, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan penghapusan Pertimbangan Teknis (Pertek) impor dan kuota impor untuk semua komoditas beserta relaksasi kebijakan TKDN menjadi berbasis insentif.

Pemerintah Indonesia lalu segera mengutus delegasi tim negosiasi yang dipimpin oleh Menko Bidang Perekonomian Bapak Airlangga Hartarto ke Washington AS untuk melakukan diplomasi dan negosiasi secara langsung terkait kebijakan tersebut pada tanggal 16-23 April 2025.

Adapun 10 poin hasil awal negosiasi tarif dagang RI-AS, sebagaimana konferensi dari daring yang disampaikan pemerintah langsung dari AS Kamis waktu setempat atau Jumat (18/4/2025) waktu RI:

  1. Komitmen Indonesia Meningkatkan Impor Energi dari AS
    RI menyampaikan rencana pembelian gas alam cair (LNG) dan minyak mentah (sweet crude oil) sebagai bagian dari upaya menjaga keseimbangan perdagangan.
  1. Peningkatan Impor Produk Agrikultur AS
    Indonesia siap memperluas impor gandum dan produk hortikultura dari AS, yang selama ini jadi ekspor andalan Negeri Paman Sam.
  1. Fasilitasi Investasi Perusahaan AS di RI
    Pemerintah Indonesia menjanjikan percepatan perizinan dan kemudahan investasi bagi perusahaan AS yang ingin memperluas bisnis di Tanah Air
  1. Kerja Sama Strategis Mineral Kritis (Critical Minerals)
    Indonesia menawarkan kolaborasi dalam pengelolaan dan hilirisasi mineral penting, termasuk dalam rantai pasok global yang berkelanjutan.
  1. Kemitraan SDM dan Ekonomi Digital
    RI mendorong penguatan kerja sama dalam bidang pendidikan, teknologi, ekonomi digital, dan pengembangan talenta di sektor sains dan engineering.
  1. Evaluasi Tarif Produk Ekspor RI yang Terlalu Tinggi
    Indonesia menyoroti lonjakan tarif bea masuk yang kini mencapai hingga 47% untuk produk tekstil, garmen, alas kaki, furnitur, dan udang. Pemerintah menekankan perlunya kesetaraan tarif dengan negara pesaing.
  1. Kesepakatan Menyusun Kerangka Kerja Sama dalam 60 Hari
    Kedua negara sepakat untuk merumuskan format kemitraan perdagangan dan investasi, serta penyusunan peta jalan final dalam waktu dua bulan ke depan.
  1. Relaksasi TKDN Dibahas
    AS meminta relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Pemerintah RI tengah merancang ulang format TKDN menjadi berbasis insentif, bukan pembatasan, untuk mendorong efisiensi dan inovasi, tanpa melemahkan posisi industri dalam negeri.
  1. Pemerintah Siapkan Paket Deregulasi
    Indonesia menyiapkan paket ekonomi dan deregulasi komprehensif untuk industri yang terdampak tarif, seperti industri padat karya dan perikanan. Tiga satgas telah dibentuk untuk fokus pada efisiensi, daya saing, dan deregulasi.
  1. Dorong Diversifikasi Pasar Ekspor
    Pemerintah menegaskan akan mengurangi ketergantungan pada pasar AS (saat ini sekitar 10% dari total ekspor), dan mulai menjajaki pasar alternatif seperti Meksiko, Inggris, Uni Eropa, dan negara ASEAN lainnya.

Indonesia sempat mengalami krisis ketersediaan alat kesehatan yang sangat buruk selama pandemi Covid-19.  Industri alat Kesehatan dalam negeri sebelum pandemi Covid-19 tergolong lemah dan mengalami stagnasi karena dominasi produk impor yang mencapai 92% dari pengadaan katalog elektronik pemerintah. Jumlah industri manufaktur alat kesehatan dalam negeri pun tidak pernah tumbuh lebih dari 200 produsen di mana sebagian besar dari produsen memproduksi produk alat kesehatan berteknologi rendah (padat karya).

Selama dua tahun pandemi banyak pengalaman pahit yang menjadi pembelajaran bangsa Indonesia terutama terkait pentingnya kemandirian dan ketahanan alat kesehatan, karena kemandirian dan ketahanan alat kesehatan, tidak hanya berkontribusi kepada ketahanan kesehatan bangsa tetapi juga ketahanan ekonominya. Demi mengatasi krisis kesehatan dan memulihkan ekonomi nasional paska pandemi Covid-19, Pemerintah mengambil beberapa langkah nyata untuk mempercepat pertumbuhan industri dalam negeri, mulai dari pemberlakuan kebijakan freeze produk alat kesehatan impor di katalog elektronik pemerintah hingga menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, Dan Koperasi Dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia Pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 

Penekanan Inpres No 2 Tahun 2022 terhadap kewajiban Kementerian dan Lembaga Pemerintah untuk menyerap produk dalam negeri ber-TKDN di atas 40% menjadi titik balik (turning point) bagi industri alat kesehatan dalam negeri. Sejak penerapan regulasi tersebut, industri alat kesehatan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan.  Jumlah industri manufaktur alat kesehatan dalam negeri di tahun 2024 tercatat sebanyak lebih dari 800 produsen.  Pengadaan alat Kesehatan impor melalui katalog elektronik pemerintah pun turun dari 92% menjadi 52% pada tahun 2024.  Dalam masa 3 tahun, investasi baru yang masuk ke industri manufaktur alat kesehatan dalam negeri mencapai 3 Triliun Rupiah.

Dari data ini, terlihat bahwa kebijakan TKDN sangat efektif dan berdampak positif terhadap pertumbuhan industri alat kesehatan dalam negeri.  Kesuksesan perkembangan industri alat kesehatan dalam negeri dalam masa tiga tahun terakhir tidak terlepas dari komitmen pemerintah dalam menerapkan kebijakan substitusi impor dan kebijakan yang mewajibkan penyerapan produk-alat kesehatan dalam negeri ber-TKDN tinggi. Mengingat pasar Indonesia belum mempunyai kebiasaan mengutamakan produk alat kesehatan dalam negeri maka dibutuhkan kebijakan Pemerintah untuk membentuk dan melindungi pasar tersebut.

Industri alat kesehatan yang masih berada di tahap perintisan juga masih sangat membutuhkan rantai pasok dan ekosistem yang kuat supaya bisa terus berkembang dan berkompetisi. Pada tahap perintisan ini, Pemerintah perlu mengutamakan kebijakan Industrialisasi Substitusi Impor (ISI) daripada kebijakan Industrialisasi Berorientasi Ekspor.  Apabila kebijakan industrialisasi diambil tanpa mempertimbangkan kesiapan dan keadaan industri yang ada maka akan ada resiko deindustrialisasi prematur yang menghambat tercapainya kemandirian dan ketahanan industri alat kesehatan Indonesia.

Selain itu, membangun industri alat kesehatan membutuhkan pembangunan ekosistem alat kesehatan, yang terdiri dari peneliti, produsen bahan baku/ komponen, lab uji dan lain-lain. Pembangunan ekosistem alat kesehatan ini memakan waktu yang jauh lebih lama dan proses yang lebih kompleks dibandingkan sekedar membangun pabrik alat kesehatan. Pembangunan ekosistem alat kesehatan Indonesia telah dirintis sejak Pandemi Covid-19 dan telah bertumbuh perlahan-lahan untuk mendukung industri alat kesehatan. Bila terjadi de-industrialisasi alat kesehatan secara prematur, maka seluruh ekosistem alat kesehatan akan runtuh dan dampak yang terjadi secara teknologi maupun ekonomi akan jauh lebih besar lagi. Bila hal ini terjadi , maka Indonesia akan semakin jauh dari harapan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% per tahun yang ditargetkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Focus Group Discussion ini bertujuan sebagai wahana diskusi dan bertukar pikiran dari berbagai unsur akademis, industri, dan pemerintah dalam rangka menemukan penyelesaian terbaik terhadap kebijakan tarif AS ini.

Waktu Topik PIC/ Narasumber
08.30-09.00 Persiapan Panitia
09.00-09.05 Pembukaan MC
09.05-09.10 Menyanyikan lagu Indonesia Raya MC
09.10-09.15 Doa MC
09.15-09.30 Sambutan 1.    Ketua Umum ASPAKI 2.    Ketua Umum HIPELKI Imam Subagyo dr. Randy H. Teguh, MM
09.30-10.00 Sesi 1
1.    Gejala deindustrialisasi alat kesehatan dan dampaknya terhadap ketahanan nasional
2.   
Langkah strategis menghadapi tarif timbal balik AS untuk melindungi industri alkes dalam negeri
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD (UGM)
MATERI
Maura Linda Sitanggang (Universitas Pancasila) MATERI
10.00-10.20 Tanggapan Sesi 1
1.    Bapak Imam Subagyo
2.    Ronald Eberhard Tundang, SH., LLM
 
10.20-10.50 Diskusi Moderator
10.50-11.20 Sesi 2
1.    Analisa hubungan antara perkembangan industri alat kesehatan dengan pertumbuhan ekonomi
2.    Relaksasi TKDN dan Tantangan Kemandirian Industri Alat Kesehatan: Antara Kepentingan Nasional dan Tekanan Perdagangan Global
Prof. Tri Mulyaningsih, SE., MSi., Ph.D (UNS) MATERI
Taufiq Adiyanto, SH., LLM. (UGM)
MATERI
11.20-11.30 Tanggapan Sesi 2
dr. Randy H. Teguh, MM
 
11.30-12.00 Diskusi terbuka Moderator
12.00-12.10 Next Stop atau RTL Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD
12.10-12.15 Penutup MC
12.15-selesai Doorstop Interview dengan Media di Common Room Gd. Litbang Panitia

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*