Setelah menyelenggarakan series ke-3 rangkaian kursus berbasis website the Asia Pacific Network for Capacity Building in Health System Strengthening (ANHSS) pada 26 Agustus 2020 lalu, kali ini PKMK FK-KMK UGM kembali menyelenggarakan untuk series 4 pada 2 September 2020. Kegiatan ini berlangsung selama kurang lebih 2 jam yang dimoderatori oleh Shita Dewi, peneliti dari PKMK. Webinar series 4 ini memberikan gambaran umum tentang dua tools yang terkenal untuk keterlibatan sektor swasta, yaitu regulasi dan jaminan kualitas. Terdapat 2 pembicara utama yakni Prof. EK Yeoh dari The Chinese University of Hongkong dan Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., MPH., PhD dari Universitas Gadjah Mada.
Materi terkait regulasi, mekanisme regulasi, dan aplikasi dalam perawatan terpadu dipaparkan oleh Prof EK Yeoh pada sesi pertama. Sektor swasta tidak terlepas dari istilah kewirausahaan, dimana terjadi pengembangan dan dorongan untuk terus memunculkan inovasi baru yang tentu saja hal ini yang dicari oleh pasar. Untuk mengarahkan pemanfaatan kewirausahaan untuk tujuan sosial, maka sangat diperlukan regulasi yang mengaturnya. Di wilayah Asia, sektor swasta memiliki peranan yang cukup besar, sehingga pemerintah memerlukan tools untuk mengatur keterlibatan tersebut. Terdapat berbagai macam tools yang digunakan pemerintah untuk memberlakukan kebijakan, antara lain berupa persuasi, perpajakan, pembelanjaan, regulasi, dan aturan kepemilikan publik. Namun yang akan dibahas lebih detail pada materi ini adalah terkait regulasi.
EK Yeoh menjelaskan tujuan adanya regulasi antara lain untuk melindungi kesehatan masyarakat, meningkatkan perilaku kesehatan, memajukan cakupan kesehatan universal serta meningkatkan tingkat kesehatan & pemerataan kesehatan, memastikan pertukaran dan transaksi di pasar dilakukan secara transparan dan terbuka, dan untuk memperbaiki kegagalan pasar, seperti eksternalitas negatif, ketidaksetaraan informasi, dan monopoli yang menjadi penghalang untuk persaingan yang efektif.
Ada beberapa jenis pengelompokan regulasi yang digunakan oleh pemerintah yakni regulasi konsep, mekanisme, agen, instrumen, area dan target serta strategi. Secara konsep, regulasi dibuat untuk mempengaruhi perilaku dari masyarakat. Contoh simpel dalam hal mempengaruhi perilaku adalah adanya aturan untuk menggunakan seat belt ketika mengendarai mobil. Sedangkan untuk mekanismenya, regulasi bisa diterapkan baik di internal maupun eksternal, substantif maupun prosedural, juga bisa melalui kontrol dan perintah maupun berupa motivasi dan insentif. Hal tersebut disesuaikan dengan tujuan dari regulasi tersebut.
Prof EK Yeoh memberikan contoh salah satu regulasi di Hongkong yang mengatur rumah sakit, rumah bersalin dan rumah jompo. Selain itu terdapat juga regulasi yang mengatur profesional di layanan kesehatan. Terdapat 13 kategori profesional yang diharuskan terdaftar di undang – undang agar bisa profesional tersebut bisa melakukan praktek di layanan kesehatan. Namun profesi seperti psikologis klinis, edukasi, terapi wicara yang melakukan praktek di layanan kesehatan namun tidak perlu diatur di dalam undang – undang.
Dalam pembentukan regulasi terdapat siklus proses, dimulai dengan menentukan regulasi apa yang akan dibentuk, membuat otoritas hukumnya, kemudia menyusun aturan- aturan yang akan diterapkan. Selanjutnya adalah penerapan dari regulasi itu sendiri yang kemudian pemantauan tingkat kepatuhan. Apabila ada yang tidak sesuai/ melanggar, perlu diberikan konsekuensi hukuman. Evaluasi kinerja juga sangat diperlukan untuk melihat apakah ada hal yang perlu direvisi atau lainnya.
Di akhir sesi, Prof EK Yeoh kembali menerangkan bahwa regulasi adalah salah satu perangkat pemerintah untuk mempengaruhi sektor swasta, dan sering digunakan bersama – sama dengan sektor lainnya. Dalam menerapkan regulasi diperlukan strategi yang melibatkan mekanisme regulasi, instrumen, regulator dan target. Lalu dalam memutuskan cara dalam menerapkan pengaturan tentu membutuhkan proses perencanaan yang strategis untuk mengidentifikasi tantangan utama yang akan dihadapi dan peluang untuk mencapai tujuan sistem kesehatan.
Sesi kedua disampaikan oleh Prof Adi Utarini dengan topik Jaminan kualitas eksternal, kredensial dan akreditasi rumah sakit. Prof Adi Utarini memaparkan konten terkait kualitas di Universal Health Coverage (UHC), strategi untuk meningkatkan kualitas, kemudian dijelaskan pula terkait tantangan yang dihadapi dalam meregulasikan kualitas. Berdasarkan publikasi Lancet pada 2018 terkait kematian yang disebabkan rendahnya kualitas sistem kesehatan, lebih dari 60% masalah kesehatan terkait dengan rendahnya kualitas. Penelitian ini menggunakan data tahun 2016 di 137 negara. Maka dari itu beberapa negara menggunakan strategi kerjasama pemerintah dan swasta dalam menangani masalah ini. Beberapa program yang sudah menggunakan strategi Public Private Partnership (PPP) contohnya untuk program Tuberculosis (TB), kesehatan ibu anak, kesehatan remaja, dan program lainnya.
Dari data survey di Kabupaten Sleman Yogyakarta, dari penderita hipertensi, 88% dari mereka sudah memiliki Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), lalu terdapat 84% yang mendapatkan pengobatan di fasilitas kesehatan. Namun jika dilihat dari output-nya, hanya 24% pasien hipertensi tersebut yang bisa terkontrol kondisinya. Hal ini menjadi contoh bahwa dengan adanya UHC, belum tentu otomatis akan disertai dengan kualitas yang baik pula, diharapkan dengan adanya PPP bisa memperkuat kualitas sistem kesehatan.
Diperlukan instrumen kebijakan yaitu mekanisme regulasi untuk lisensi, sertifikasi dan akreditasi. Sejalan dengan kegiatan regulasi, lisensi biasanya dilakukan oleh pemerintah, untuk sertifikasi biasanya dilakukan oleh badan yang mendapat otorisasi, sedangkan untuk akreditasi bisa dilakukan oleh pemerintah atau lembaga non pemerintah. Perbedaan kunci antara lisensi dan akreditasi adalah, lisensi merupakan standar minimal yang diberlakukan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat. Untuk sertifikasi dan akreditasi memiliki standar yang lebih optimal.
Pemerintah memiliki tugas untuk memastikan seluruh fasilitas kesehatan menerapkan standar yang sudah ditetapkan. Namun di beberapa kasus pemerintah juga memiliki peranan ganda yakni sebagai regulator, juga bisa sebagai penyedia layanan, dua peran tersebut bisa saling tumpang tindih. Studi yang dilakukan 10 tahun lalu, menemukan bahwa dalam mengimplementasikan regulasi perlu melihat kapasitas dari negara. Cukup banyak negara yang menyebutkan bahwa memang terdapat masalah terkait lisensi profesional kesehatan, termasuk pencatatan di faskes. Terkait dengan akreditasi pemerintah juga mengalami hambatan yang cukup besar.
Tantangan dalam regulasi kualitas, untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan merupakan hal yang sangat kompleks, spektrum pemberian layanan kesehatan sangat beragam, jumlah fasilitas kesehatan yang sangat banyak, beban regulasi yang tinggi, regulasi yang berbeda – beda di tingkat pemerintahan (pemerintah pusat dan pemerintah daerah), lalu juga adanya keterbatasan sumber daya manusia. Lalu sekitar 2 tahun yang lalu WHO juga sudah menekankan pentingnya di masing – masing negara untuk membuat kebijakan dan strategi untuk kualitas layanan.
Kagiatan webinar ini ditutup dengan diskusi tanya jawab dengan peserta. Total peserta yang mengikuti webinar series 4 sebanyak 46 peserta baik nasional maupun internasional. Webinar selanjutnya yaitu series ke 5 akan diadakan pada 9 September 2020, yang akan memberikan pemahaman tentang mekanisme pembayaran berbeda yang melibatkan sektor swasta. Sedangkan pembicara kedua akan menjelaskan infrastruktur kesehatan public-private partnership dan berbagai model PPP serta perbedaannya.
Reporter: Herma Setiyaningsih