Reportase Webinar Pentingnya Koordinasi Multi-Sektor Program Gizi Remaja di Masa Pandemi COVID-19

Reportase Webinar Pentingnya Koordinasi Multi-Sektor Program Gizi Remaja di Masa Pandemi COVID-19

TOR dan MATERI

Masalah kelebihan dan kekurangan gizi terjadi di seluruh lapisan umur, sehingga forum mengenai gizi remaja patut ditingkatkan. Gizi remaja memiliki implikasi penting untuk kemampuan negara mencapai target tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG), dan juga pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Adapun remaja putri adalah calon ibu di masa depan dan status gizi mereka memberikan dampak langsung kepada status gizi dan kesehatan generasi selanjutnya. Webinar yang diadakan pada 2 September 2020 mengundang tiga panelis untuk mendiskusikan antara lain dukungan UNICEF Indonesia dalam program gizi remaja Indonesia, pengalaman layanan gizi remaja selama pandemi, dan peran remaja dalam distribusi tablet tambah darah (TTD) di masa pandemi. Ketiga panelis yang berkontribusi pada webinar kali ini ialah Airin Roshita, Nurhandini Eka Dewi, dan Ni Komang Ayu Sumetri, serta dimoderatori oleh Blandina Rosalina Bait.

Airin Roshita, Ph. D, Nutrition Specialist yang bergabung dalam UNICEF Indonesia, memaparkan pentingnya gizi remaja secara multi sektoral dan implementasi Program Aksi Begizi. Indonesia sedang menghadapi triple burden gizi. Menurut data Riskesdas 2018, terdapat lebih dari 25% remaja putra dan putri mengalami stunting, lebih dari 10% remaja putra mengalami kekurusan, dan lebih dari 10% remaja putra dan putri mengalami obesitas. Anemia juga menjadi salah satu masalah gizi pada remaja putri maupun putra. Kausa dari masalah gizi remaja dapat dilihat dari aspek multi sektor yang meliputi pendidikan, sosial, dan ekonomi. Partisipasi remaja di sekolah pada jenjang SMA menurun hingga 70%, baik di daerah rural maupun urban. Beberapa remaja yang berhenti sekolah memilih untuk bekerja atau menikah. Kondisi ini berkaitan dengan angka kehamilan remaja, padahal fase remaja adalah fase dimana remaja masih berkembang dan membutuhkan nutrisi lebih. Partisipasi orang tua dalam kehidupan remaja juga semakin berkurang karena kesibukan yang mereka hadapi. Ini berpengaruh pada perilaku sosial remaja dan pemenuhan nutrisi sehari-hari mereka. Untuk meningkatkan kebutuhan gizi remaja, Menteri Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan merumuskan Rencana Aksi Nasional Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja. UNICEF sendiri memiliki program, yaitu Aksi Bergizi, yang telah terlaksana di Klaten dan Lombok Barat pada 2018 – 2020. Komponen dari program Aksi Bergizi ini adalah pemenuhan Tablet Tambah Darah, pendidikan gizi, dan komunikasi untuk perubahan perilaku. Ketiga komponen ini merupakan sistem yang terintegrasi dan bertujuan untuk health strengthening yang berkelanjutan. Pada COVID-19, terdapat tantangan baru akan implementasi program ini. Promosi gizi remaja telah dilakukan di berbagai media sosial yang digemari remaja. Namun untuk mewujudkan seluruh bagian dari program Aksi Bergizi, maka diperlukan koordinasi multi sektor yang meliputi dinas kesehatan, masyarakat, dinas pendidikan, pemerintah daerah dan kementerian, serta stakeholder terkait.

dr. Nurhandini Eka Dewi, Sp. A, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, membahas mengenai komitmen dan kebijakan pemerintah daerah Provinsi NTB dalam pemberian TTD bagi remaja putri di tengah pandemi COVID-19. Di Nusa Tenggara Barat, program pendistribusian TTD telah terlaksana sejak 2017. Pada 2019, program Aksi Bergizi diimplementasikan di NTB. Setelah implementasi program tersebut, terlihat bahwa persentase remaja putri yang mendapatkan tablet tambah darah meningkat pesat. Selain itu, pada 2019 dapat dipastikan bahwa remaja putri tidak hanya menerima TTD, namun mereka juga meminum TTD yang mereka terima. Peningkatan kompliansi ini terkait erat dengan bentuk aktivitas program Aksi Bergizi, yaitu pengemasan program minum TTD dengan suasana yang menyenangkan di sekolah, seperti “Sarapan Seru”. Pada masa pandemi ini terdapat tantangan karena mayoritas siswa tidak masuk sekolah. Pemerintah daerah diharapkan tetap memberikan TTD bagi remaja putri di masa pandemi ini dan melakukan upaya replikasi Aksi Bergizi ke sekolah – sekolah yang belum melaksanakannya. Pendistribusian TTD tetap dapat terlaksana dengan melibatkan antara lain guru, kepala desa, petugas posyandu, dan komponen masyarakat lain. Adapun dr. Nurhandini menghimbau agar sistem informasi diintegrasikan dengan baik agar data pendistribusian TTD dan pelaksanaan Aksi Bergizi mencerminkan kejadian yang sebenarnya di lapangan dan dapat digunakan untuk meningkatkan program ini, terutama untuk menghadapi masa tatanan baru.

Ni Komang Ayu Sumeitri, perwakilan remaja dari Lombok Barat dan siswi SMPN 1 Labuapi, menceritakan pengalamannya sebagai anggota peer support program Aksi Bergizi di SMPN 1 Labuapi dan manfaat nyata yang dirasakan melalui program Aksi Bergizi. Program Aksi Bergizi pada masa pandemi tetap terlaksana melalui kerja sama antara guru – guru koordinator program Aksi Bergizi dan siswa – siswi peer support yang senantiasa membagikan TTD kepada teman di sekitar rumah. Mereka melakukan pendataan dengan memfoto atau mengumpulkan bungkus TTD yang telah diminum sebagai bukti. Koordinasi yang baik antara siswa dan guru merupakan kunci dari keberhasilan pendistribusian TTD dan kompliansi para siswi SMPN 1 Labuapi. Selain itu, SMPN 1 Labuapi memberikan pembelajaran mengenai gizi remaja pada siswa siswi kelas dua SMP. Edukasi juga dilakukan melalui grup whatsapp yang dikelola oleh siswa dan guru. Adapun peran Ni Komang Ayu sebagai salah satu peer support merupakan pengalaman berharga dan mengajarkan dia dan remaja lainnya untuk menjadi agent of change dan membantu sesama.

Secara keseluruhan, webinar ini memberikan perspektif dari berbagai lintas sektor mengenai permasalahan gizi remaja dan memaparkan aksi – aksi yang telah dilakukan untuk mewujudkan pemenuhan gizi remaja yang sehat. Pandemi Covid-19 memberikan tantangan baru bagi pengimplementasian program-program gizi remaja, salah satunya adalah Aksi Bergizi. Namun dengan koordinasi multisektor yang meliputi sektor kesehatan, sektor pendidikan, sektor keagamaan, pemerintah daerah, dan masyarakat terutama remaja, maka program gizi remaja tetap dapat tersalurkan dengan baik selama pandemi COVID-19 dan masa tatanan baru. Terakhir, webinar ini memberi sudut pandang baru, yaitu pemberdayaan dan keterlibatan remaja sebagai Agent of Change dalam mewujudkan program gizi remaja.

Reporter: Giovanna Renee

Tags: 2020 equity

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*