Reportase Course Webinar Keterlibatan Sektor Swasta dalam Layanan Kesehatan Pertemuan Ketujuh

Reportase Course Webinar Keterlibatan Sektor Swasta dalam Layanan Kesehatan Pertemuan Ketujuh

Kursus the Asia Pacific Network for Capacity Building in Health System Strengthening (ANHSS) series ketujuh diselenggarakan pada 23 September 2020. Kursus ini diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan FK – KMK UGM melalui webinar yang diikuti oleh 42 peserta dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Hongkong. Narasumber pada series ketujuh ini adalah Siripen Supakankunti dari Chulalongkorn University dan Narjis Rizvi dari Aga Khan University, dengan moderator Shita Dewi dari PKMK FK -KMK UGM.

Sesi pertama merupakan paparan materi oleh Siripen Supakankunti yang menjelaskan terkait implementasi Public Private Partnership (PPP) di rumah sakit dengan studi kelayakan di Thailand. Menurut artikel dari Klijn dkk tahun 2007, definisi PPP adalah kerjasama permanen antara aktor publik dan swasta dalam mengembangkan layanan dimana ada aturan pembagian resiko, biaya, dan keuntungan. Jika di sistem kesehatan, layanan yang dimaksud adalah layanan klinis dan non klinis. Karakteristik kunci adalah adanya alokasi resiko antara publik dan swasta, adanya kontrak dalam jangka panjang yang berdasarkan indikator yang disepakati bersama.

Bentuk – bentuk keterlibatan sektor swasta yang menjanjikan di bidang kesehatan ada dalam kategori “layanan” dan “fasilitas kesehatan”. Untuk lingkup layanan bisa dikelompokkan ke kategori non klinis (contohnya sistem informasi, laundry, makanan penglolaan limbah, layanan parkir, layanan asrama untuk tenaga medis), layanan pendukung klinis (contohnya layanan laboratorium, radiologi, layanan hemodialisa) dan layanan klinis (contohnya adalah perawatan akut, perawatan menengah dan perawatan untuk lansia). Sedangkan untuk fasilitas kesehatan, PPP bisa dalam bentuk membangun fasilitas klinik (seperti ruang pasien, peralatan medis, ruang operasi, tempat tidur pasien atau bahkan membangun rumah sakit), dan non fasilitas klinik (seperti dapur, tempat parkir, dan asrama).

Berdasarkan studi kelayakan yang dilakukan di Thailand pada 2015, sebelumnya perlu dilakukan pra studi kelayakan dengan mewawancarai 4 rumah sakit regional. Dari hasil pra studi, proyek yang berpotensi pada rumah sakit regional pertama, adalah terkait MRI, dialisis, dan laboratorium patologi. Di rumah sakit regional kedua, potensial proyeknya adalah CT scan, dan Dialisis. Sedangkan untuk rumah sakit regional ketiga dan keempat, potensial proyeknya adalah MRI center, CT scan, dan dialisis. Proyek tersebut bisa dalam bentuk membuat sesuatu yang baru atau mengembangkan dari unit yang sudah ada sebelumnya.

Berdasarkan permintaan Kementrian kesehatan dan masyarakat di Thailand, program ini berfokus pada studi kelayakan pada MRI dan CT scan. Data – data yang dikumpulkan adalah terkait informasi umum (seperti model PPP apa yang akan diterapkan, durasi proyeknya), data dari sisi permintaan (jumlah kasus, ekspektasi kasus di MRI center yang baru, ekspektasi rujukan, skema asuransi kesehatan, tarif asuransi, serta data kompetitor), selanjutnya adalah data investasi dan biaya operasional (seperti besar pajak, jumlah pegawai beserta besar gaji, belanja peralatan, biaya manajemen, pengeluaran untuk pemasaran, biaya training, serta biaya untuk kontrol kualitas).

Masalah utama yang muncul pada studi kelayakan di Thailand adalah dukungan dari kementerian tidak memadai (terkait regulasi dan kebijakan tentang PPP), kerangka/ proses dari PPP tidak jelas, tidak ada kepastian secara politis, komunikasi di rumah sakit juga sulit, kendala dari SDM (kekurangan tenaga profesional yang spesialis), konflik kepentingan, serta masalah lahan yang terbatas. Sebagai tindak lanjutnya, setelah studi ini pemerintah mengeluarkan semacam tool kit untk pedoman pemerintah yang ingin melaksanakan PPP. Pemerintahn juga melakukan pendekatan ke mitra swasta yang berpotensi.

Dari beberapa proyek yang kita ajukan ke pihak mitra, rata-rata disambut baik namun untuk laboratorium dinilai memerlukan investasi yang cukup besar sehingga dianggap secara finansial tidak layak serta didukung dengan data demand yang tidak cukup banyak.

Tantangan PPP yang dihadapi di Thailand adalah peran dan tanggung jawab harus dirumuskan dengan baik, serta standar layanan profesional, mutu layananan, komunikasi publik dan swasta, evaluasi dan audit, manajemen risiko, perubahan teknologi, isu hukum serta isu keuangan.

Sesi kedua disampaikan oleh Narjis Rizvi terkait jalur pasien dan jaringan provider dalam layanan yang terpadu. Definisi jalur pasien adalah rute yang pasien lalui dari kontak pertama dengan petugas sampai perawatan pengobatan selesai. Lalu definisi jaringan provider adalah daftar dari petugas kesehatan dan fasilitas yang bisa dikontak untuk menerima layanan kesehatan. Latra belakang dari topk ini menggunakan contoh kasus di negara pendapatan rendah dan menengah, yang memiliki banyak desa yang memiliki kesulitan akses ke fasilitas kesehatan dan keterbatasan akses listrik, air dan gas.

Sementara itu, isu kesehatan yang dihadapipun beragam seperti diare, TB, hepatitis, malaria, diabetes, hipertensi dan lainnya. Sedangkan dari sisi provider – nya, fasilitas pemerintah tidak terlalu berfungsi serta tidak profesional, dan dari sektor swasta juga tenaga kesehatannya kurang terlatih dan membutuhkan biaya yang lebih mahal. Dari kondisi tersebut menyebabkan masyarakat mendunda mencari perawatan, angka kesakitan meningkat lalu menyebabkan angka kematian juga meningkat. Dari contoh tersebut, maka disimpulkan penting untuk mengelola jalur pasien, serta mengelola penyedia layanan kesehatan.

Cara yang bisa dilakukan untuk mengelola jalur pasien antara lain membangun hubungan dengan tokoh/ perwakilan masyarakat, menyusun komite yang bisa berkomunikasi dengan komunitas, mengedukasi masyarakat agar lebih peka terrkait kesehatannya, melatih perwakilan masyarakat tersebut agar memiliki perilaku yang lebih sehat, tentang faktor risiko, dan lainnya. Sedangkan untuk mengelola penyedia layanan kesehatan, yang bisa dilakukan antara lain memetakan semua penyedia layanan kesehatan, indentifikasi ruang lingkup layanan, membentuk komite untuk berkoordinasi dengan mudah dengan semua penyedia layanan sehingga bisa memperbaiki rujukan antar fasilitas kesehatan dan lintas level.

Tantangan yang dihadapi dalam mengelola jalur pasien dan jaringan penyedia layanan kesehatan adalah tidak adanya kerangka kebijakan, hukum dan kelembagaan terkait tata kelola PPP ini, budaya medis dan organisasi yang selama ini berlaku (komunikasi yang kurang baik antara pemerintah dan swasta), kurangnya kapasitas dalam berkoordinasi, ketakutan dan kekhawatiran dari pemangku kepentingan, serta kurangnya motivasi terutama dari sektor publik.

Dari laporan WHO pada 2008, pengelolaan jalur pasien dan jaringan penyedia layanan kesehatan bertujuan untuk mengintegrasikan layanan kesehatan yang dikelola dan diberikan dengan cara memastikan masyarakat menerima promosi kesehatan yang berkelanjutan, pencegahan penyakit, diagnosis, pengobatan, manajemen penyakit, rehabilitasi dan layanan perawatan paliatif, di berbagai tingkat dan tempat perawatan dalam sistem kesehatan, dan sesuai dengan kebutuhan mereka seumur hidup.

Prinsip yang dibutuhkan dalam pengelolaan ini adalah memberikan nilai kepada pasien terkait kesehatan, mengelola penyedia layanan kesehatan, pengukuran hasil serta biaya yang disesuaikan dengan risiko. Tentu saja dalam melakukan perubahan ini diperlukan tim yang memiliki background multidisiplin agar bisa memenuhi kebutuhan perubahan yang akan dilakukan.

Webinar ini ditutup dengan menyampaikan informasi terkait pelaksanaan series 8 yang akan dilaksanakan pada 30 September 2020 dengan menghadirkan 2 narasumber yakni Prof. Eng Kiong Yeoh dari Chinese University of Hong Kong dan Prof. Kenneth Y. Hartigan-Go. M.D. BSc. dari Asian Institute of Management. Kedua narasumber akan menyampaikan materi terkait kemitraan non infrastruktur, menjelaskan beberapa contoh layanan kontrak yang tersedia dari masing – masing wilayah, serta memaparkan pemasaran sosial dan waralaba sosial.

Reporter: Herma Setiyaningsih

Tags: 2020 anhss PPP

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*