Moderator, Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid menyampaikan bahwa penelitian ini merupakan sub penelitian Proposal Payung Surge Capacity: Kesiapan Sistem Kesehatan Daerah Menghadapi Lonjakan Pasien COVID-19. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini akan bermanfaat untuk menambah khasanah temuan-temuan penelitian terkait COVID-19, lebih lengkap mengenai penelitian-penelitian PKMK FK-KMK UGM yang bekerjasama dengan KSI ini dapat diakses di manajemencovid.net maupun bencana-kesehatan.net
SESI 1 : PEMAPARAN HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian sebagai bahan sesi diseminasi pagi hari ini disampaikan oleh Madelina Ariani SKM., MPH, sebagai principal investigator dan dr. Bella Donna. Madelina menyampaikan proses jalannya penelitian, dan kesimpulan penelitian, yaitu: berdasarkan waktu dihitung dari ditemukannya kasus pertama di Indonesia – keluarnya deklarasi bencana – dan workshop ICS dalam HDP yang diadakan oleh PKMK FK – KMK UGM, maka kesiapsiagaan RS rendah ke sedang. Sementara dokumen HDP secara umum masih belum mengakomodasi bencana non alam dan penanganan COVID-19 “terpisah” dan masih sebatas pembentukan tim. Prinsip pembagian tugas (tupoksi), alur komunikasi, perencanaan masih perlu ditingkatkan, dimana ini sejalan dengan tujuan workshop sebagai refreshing untuk penanganan COVID-19. Fungsi revisi dan sosialisasi sangat penting dalam internal tim (alur komunikasi) dan banyak ditemukannya hambatan terkait pengetahuan baru (banyak perubahan), dari penelitian ditemukan berbagai kendala yang diadapai RS seperti keterbatasan SD, klaim, dan belum tersusunnya bussiness plan yang paripurna. Presentasi yang kedua disampaikan oleh dr Bella Donna mengenai dimana kesiapan rumah sakit dapat lebih ditingkatkan dengan membudayakan HDP, atau hospital disaster plan agar tidak hanya menjadi dokumen untuk penilaian akreditasi saja namun juga dokumen tersebut lebih operasional dan pengetatan akreditasi rumah sakit terutama dalam bidang bencana. Rekomendasi selanjutnya dari tim peneliti kepada stakeholder dalam sesi diseminasi ini adalah dokumen HDP RS diusahakan dan disusun agar lebih adaptif terhadap hazard atau ancaman yang ada.
SESI PEMBAHASAN :
Pada sesi pembahasan ada empat pembahas, masing – masing dr Cahya Purnama, M.Kes., Direktur Umum RSUD Sleman dan drg. Dian Ekawati, MARS., Wakil Direktur Yankes RSUD Tarakan sebagai perwakilan dari dua daerah yang diteliti, Dr Luwiharsih M.Sc., dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit dan dr. Hendro Wartatmo, Sp.B., Konsulen Bedah Digestif sebagai perwakilan praktisi kerumahsakitan.
Pembahas pertama, dr Cahya mengungkapkan bahwa memang HDP di beberapa RS masih belum adaptif terhadap COVID-19 apalagi ditambah ilmu mengenai penyakit dan tatalaksana yang terus berkembang, baru saja RS selesai beradaptasi dengan pedoman pengendalian dari Kemenkes RI sudah ada lagi yang edisi revisinya sampai terulang empat kali. Peneliti PKMK FK – KMK mungkin dapat lebih menelaah untuk RS yang rutin mengadakan evaluasi, karena kendalanya memang salah satunya koordinasi dengan pemerintah daerah yang dalam hal ini diwakili oleh dinas kesehatan. Perlu dikeluarkan SK Bupati untuk mencegah dispute karena kemampuan masing – masing daerah yang berbeda beda, perlu ada inovasi dari RS. Pembahas kedua, drg. Dian Ekowati menyatakan banyak mendapatkan manfaat dari workshop yang telah dilaksanakan oleh PKMK dan diikuti oleh RSUD Tarakan, namun memang dalam presentasinya tentang aktivasi HDP untuk kesiapsiagaan RSUD Tarakan menghadapi COVID-19, masih dijumpai beberapa kendala pada saat pengimplementasiannya.
Pembahas ketiga, dr Luwi menyampaikan bahwa KARS akan lebih memperhatikan lagi aspek pra bencana, requirement dari HDP dalam akreditasi RS dan memang HIS harus di – review, bagaimana hazard-vulnerability assessment (HVA) – nya RS perlu untuk cepat beradaptasi dengan regulasi baru dan pedoman pedoman internasional terkait COVID-19. Hal ini senada dengan pembahasan oleh dr. Hendro sebagai pembahas pamungkas, penelitian ini kesimpulannya sangat bermanfaat sekali untuk rumah sakit terutama dalam menentukan incident commander dalam dokumen HDP yang menyatu baik untuk hazard bencana alam maupun non alam, lebih operasional tidak berhenti di SK saja dan sering melakukan intra-action review yaitu evaluasi intervensi meski event kegawatdaruratan bencana kesehatan masih berjalan.
Pada sesi diskusi, dr. Hendro dari BPBD Cimahi menanyakan apakah ada hubungan antara Tipe RS dan eselon RS dalam fungsi komando serta hubungan relasi komando dengan dinas Kesehatan dan gugus tugas/satgas maupun dalam HDP dan apakah RS mengetahui tentang dana belanja tidak terduga (BTT) dan tata cara pengalokasian dan akses dana BTT. Tanggapan dari drg. Dian dari RSUD Tarakan: setiap eselon RS dapat melaksanakan HDP sementara peran Dinas Kesehatan adalah leading sektor untuk mengintegrasikan seluruh potensi dan sumber daya yang dimiliki pemerintah daerah untuk memaksimalkan peran fungsi setiap unit pelayanan teknis yang ada dibawahnya, anggaran BTT dialokasikan di dinkes sebagai komitmen prioritas oleh kepala daerah sehingga setiap kebutuhan khususnya dalam bidang kesehatan, kebutuhan diajukan dan dalam waktu beberapa hari saja disalurkan ke dinkes untuk diteruskan ke RS atau puskesmas yang membutuhkan.
Sebagai penutup, Gde sebagai moderator mengingatkan kembali peran akademisi sebagai fasilitator yang menjembatani untuk menerjemahkan regulasi pemerintah ke faskes seperti puskesmas dan rumah sakit maupun dinkes disertai dengan temuan temuan ilmiah dan fakta empiris. Salah satunya dijadwalkan pada 20 November, Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah yang telah didampingi oleh PKMK FK – KMK UGM sejak paska bencana gempa-tsunami dan likuifaksi pada 2018 akan mempresentasikan lesson learnt mengenai rencana operasi dinkes untuk penanganan COVID-19.
Reporter : Gde Yulian Yogadhita