Diskusi Bulanan PKMK Ke-6: A Translational Framework for Public Health Research

Diskusi Bulanan PKMK yang Keenam mengangkat tema, A Translational Framework for Public Health Research. Diskusi kali ini diselenggarakan pada Rabu (25/6/2014) dengan pembicara dr. Tiara Marthias, MPH dan dimoderatori oleh Dr. Rossi Sanusi, MPA, PhD.
Framework ini dihasilkan pada tahun 2009 di Inggris, menurut pembuatnya, framework ini akan sesuai dengan penelitian public health dimana saja. Public health research tidak linier, maka ada beberapa faktor yang harus diubah. Framework ini menunjukkan multi directions, tetap dari epidemologi dihubungkan dengan socio economic determinants atau determinan penyakit yang diintervensi dunia kesehatan. Bagaimana menyasar orang-orang yang perlu disasar? Perlu dibuat statement, bagaimana periset tahu sebelum diberi funding, periset melakukan kerjasama dengan pembuat kebijakan, masayarakat dan alin-lain.
Faisal Mansur, salah seorang asisten peneliti menanyakan apakah proyek masa depan apakah akan melibatkan pihak lain? dr. Tiara mencoba menjawab akan sangat relevan dan sudah mengarah kesana, ini harus bersifat multidisiplin, sudah blur antara kesehatan-budaya, manajemen, politik dan lain-lain. Kita terbuka karena memang seluruh pihak berperan. Dr. Rossi menimpali, public health research atau translational public health?
Putu Eka A, MPH menyampaikan misalnya, dari hasil penelitian mendorong lahirnya kebijakan, jika di penelitian ini, ada hasil penelitian baru diusulkan. Dr. Rossi menambahkan, penelitian umumnya berpengaruh di tahap local/biasa. Namun jika orang Pusat mau melihat website semacam Cochrane-mesin pencari maka semuanya sudah ada. jika dicermati ada beberapa website mesin pencari riset menampilkan hal-hal yang Do This dan Don’t Do This. dr. Tiara meminta pendapat Dr. Rossi, jika di suatu organisasi ada dualism, apakah bisa keduanya? translational riset : bagaimana mengubah sesuatu? “Di kita, ada penelitian yang berdiri sendiri”, tutupnya. Dr. Rossi ada rencana ingin mengubah arah PKMK untuk mengolah penelitian. Sealvy Kristianingsih, sebagai Manajer Operasional PKMK menyampaikan, kursus yang direncanakan, para peneliti dan konsultan aka nada pendampingan: Dr. Rossi, Prof Hakimi dan beberapa narasumber lain.
Putu Eka A, MPH menyampaikan proses translate penelitian membutuhkan kemampuan khusus dan pengalaman yang banyak. Jika individual, cara menyampaikan hasil kebijakan bisa dilakukan secara individual dengan kapasitas tertentu. Maka, harus ada kompetensi menemukan bukti penelitian dan juga komunikatot untuk menyampiakan hasil penelitian ke stake holder. Dr. Rossi, ada beberapa proyek yang sudah dihasilkan, namun belum diolah. Ingin mengolah penelitian yang telah dihasilkan. Mungkin lebih nyaman yang status quo, menghasilkan saja. Maka, kita perlu redefinisi, akan menghasilkan dan atau mengolah.
Dhini Ningrum, menanyakan batasan apa yang harus diperhatikan jika kosultan ingin mendampingi Pemda? Apa yang harus diperhatikan oleh peneliti? Dr. Rossi menyarankan untuk membahas apa yang mereka inginkan? Jika di Victoria, tidak boleh ada intervensi tanpa bukti. Tidak boleh ada penelitian obat baru, jika belum dilakukan systematic review. Perlu ada pihak yang menjalin koneksi ke luar. Jika ada intervensi yang dilakukan, maka perlu dilakukan sosialisasi, misalnya melalui website.
Batasan untuk ini, entry point di penyakit, kemudian perhatikan program. Action research dengan Pemda, Pemda ikut mendefinisikan masalah, analisa penyebab, analisa masalah. Proses-people-technology: menghasilkan penelitian yang baik. Konsultan PKMK, tidak ada kesempatan untuk sosialisasi. Maka, spesialisasi penelitian tidak ada di institusi ini. Jika ingin mengolah penelitian juga, pikirkan untuk imbal balik untuk peneliti.
Putu Eka A, MPH, KSI ialah fasilitator organisasi peneliti dan advokasi., mengadvokasikan hasil penelitian. Kemampuan berbicara dan menggunakan bahasa-bahasa umum. PKMK magang dengan orang-orang politik. Tiga tahun awal ini, memperkuat riset dan mengembangkan kemampuan komunikasi. Kesimpulan disampaikan oleh Dr. Rossi, pembuatan keputusan bukan hanya berdasar evidence. Expert for power: kuasa mengubah seseorang dengan expertise kita. Caranya melalui critical appraisal dan systematic revies. Atau integrative review, integrasi berbagai desain penelitian. Atau Bisa melanjutkan penelitian yang telah ada. Kita perlu mengembangkan expertise kita di bidang kesehatan.

Tags: 2014

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*