Pada Rabu (11 November 2020) telah diselenggarakan seminar topik ke-2 tentang “Dukungan Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) dan Penggunaan Data Rutin dalam Memperkuat Sistem Kesehatan Era Pandemi COVID-19” untuk kebijakan masalah kesehatan prioritas jantung. Seminar ini merupakan topik ke-2 dari rangkaian kegiatan Forum Nasional ke-10 Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Tahun 2020.
Seminar berlangsung pada pukul 08.30 – 11.30 WIB di Gedung Litbang, FK-KMK UGM dan disiarkan secara langsung melalui Zoom Meeting. Seminar ini mengangkat isu tentang masalah kesehatan prioritas terkait jantung sebagai topik utama. Tujuan dari seminar ini adalah agar peserta dapat memahami pemanfaatan data DaSK dalam proses perumusan kebijakan kesehatan, menggunakan data rutin seperti Komdat di Kemenkes untuk pemulihan program terkait jantung dalam masa pandemi COVID-19, memahami kebijakan – kebijakan dan program terkait jantung di masa pandemi COVID-19, serta memahami proses penelitian kebijakan topik jantung dengan menggunakan DaSK. Terdapat dua orang narasumber yang dihadirkan dalam seminar ini, yaitu Dr. dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD., Sp.JP(K) dan Prof. dr. Abdul Kadir, Ph.D., Sp.THT-KL(K) MARS, dengan moderator diskusi Prof. Dr. dr. Budi Yuli Setianto, Sp.PD(K), Sp.JP(K).
Pembukaan
Oleh: Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D.
Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. membuka seminar dengan menjelaskan berbagai topik yang dibahas di FORNAS ke-10 JKKI 2020, terutama topik 2 yang akan dibahas pada hari ini. Selanjutnya Prof. Laksono menjelaskan tentang penggunaan data rutin. Salah satu data rutin yang digunakan dalam DaSK adalah data rutin dari BPJS. Selanjutnya Prof. Laksono mengenalkan para narasumber yang akan menyampaikan materi, mengenalkan para pembahas, serta moderator diskusi dalam seminar ini.
Materi ke-1: Pemerataan Pelayanan Jantung di Indonesia
Oleh: Dr. dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD., Sp.JP(K)
Materi pertama dimulai oleh Lucia dengan menyampaikan jumlah kematian secara global yang didominasi oleh penyakit tidak menular, salah satunya adalah kardiovaskuler. Kemudian Lucia memaparkan situasi di Indonesia yang menempati posisi kedua tingkat kematian akibat penyakit CVD. Persentase tertinggi berada di Jawa Tengah (43,1%) dan Yogyakarta (42%), sedangkan persentase terendah berada di Kalimantan Utara (20%). Persebaran rumah sakit kelas A dan B di Indonesia juga disampaikan oleh Lucia, bahwa DKI Jakarta memiliki jumlah rumah sakit kelas A dan B terbanyak, sedangkan Papua Barat dan Sulawesi barat tidak memiliki rumah sakit kelas A dan B. Hal ini terkait dengan tidak meratanya jumlah dokter spesialis di daerah tersebut.
Lucia menyampaikan tentang hasil penelitiannya tentang penggunaan data klaim jantung antar daerah di Indonesia yaitu daerah Jawa dan sekitarnya mendapatkan pembayaran lebih banyak dibandingkan provinsi lainnya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pelayanan jantung di BPJS lebih banyak diperoleh daerah-daerah yang mempunyai dokter jantung dan spesialis yang banyak, tentu saja terjadi ketidakadilan dalam hal ini. Kemudian Lucia menyampaikan situasi pendidikan dokter SPJP di Indonesia, persebaran terbanyak ada di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi dan Bali. Sedangkan Pulau Kalimantan dan Pulau Papua sama sekali tidak ada dokter SPJP disana.
Dalam akhir presentasi, Lucia memberikan rekomendasi kebijakan jangka panjang dan jangka pendek. Kebijakan jangka pendek yaitu dengan memberikan subsidi dalam bentuk insentif, penerapan kebijakan task shifting dan pengembangan telemedicine khusus kelompok layanan CVD bagi daerah yang tidak mempunyai SPJP. Kebijakan jangka panjang yaitu dengan memperluas skema pemberian beasiswa bagi putra daerah, pembukaan prodi Jantung, penetapan wilayah binaan untuk daerah yang kurang SPJP, serta peningkatan ketersediaan dan kapasitas layanan khusus jantung.
Pembahas ke-1
Oleh: Dr. Renan Sukmawan, ST, SpJP (K), PhD, MARS, FIHA, FACC
Tantangan utama di Indonesia adalah geografis, transportasi, sehingga distribusi tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh hal ini. Kematian terbanyak di dunia disebabkan oleh kardiovaskular. Serangan jantung memerlukan layanan kesehatan segera dalam 24/7 (24 jam sehari selama 7 hari) dan kecepatan pemberian layanan. Pelayanan kesehatan 24/7 akan berjalan jika sudah ada universal health coverage. Contoh pelayanan 24/7 yang baik ada di Jepang, di sana ada banyak tempat pelayanan kesehatan dengan cepat. Jika pelayanan jantung tidak dapat dilaksanakan secara cepat, maka akan berkembang bisa meninggal atau menjadi gagal jantung. Kemudian ketika menjadi gagal jantung, tentu hal ini akan menjadi beban kesehatan.
Contoh kedua adalah di Macedonia, yaitu negara sosialis yang mana semua hal disana universal covered, dengan kata lain semua hal ditanggung oleh negara. Dalam hal ini termasuk juga pemberian layanan kesehatan ke masyarakat. Distribusi pelayanan kardiovaskular harus terus dikembangkan di Indonesia. Bagaimana caranya mengatasi distribusi SPJP? Pertama, prioritaskan pemerataan dokter SPJP, dengan kemampuan akademik yang cukup dan mempunyai rencana penempatan yang jelas. Kemudian bisa juga dengan pemberian kesempatan untuk putra daerah Papua seperti yang telah dilakukan di Universitas Indonesia. Penguatan sejawat dokter umum untuk melakukan deteksi dini terkait jantung. Pemakaian data untuk kebijakan harapannya dapat digunakan untuk peningkatan kualitas pelayanan.
Pembahas ke-2
Oleh: Sugianto, SKM, MSc.PH
Sugianto membahas materi tentang perspektif penggunaan data rutin. Informasi kesehatan yang relevan, dapat dipercaya, akurat, dan tepat waktu dibutuhkan dalam menentukan kebijakan, strategi dan operasional pembangunan kesehatan. Sugianto juga menyampaikan sumber data laporan penyakit jantung yang dapat digunakan. Selain itu, Sugianto menampilkan daftar penyakit tertinggi di Indonesia tahun 2019 berdasarkan Disability-Adjusted Life Year (DALY), yaitu angka kematian yang disebabkan karena disabilitas, kematian premature, penyakit yang melumpuhkan dan road injury. Sugianto juga menyampaikan beberapa tantangan terkait dengan penggunaan data rutin. Terdapat rencana penelitian yang akan dilakukan yang terbagi menjadi beberapa topik dengan waktu penelitiannya masing – masing. Berdasarkan penyampaian materi, penguatan data rutin terkait penyakit jantung masih perlu ditingkatkan bahkan masih dibutuhkan upaya yang luar biasa dalam meningkatkannya, pengendalian penyakit jantung tidak hanya dilihat dari satu sisi penyakit saja namun perlu juga dilihat dari faktor risiko, serta alokasi sumber dana.
Pembahas ke-3
Oleh: Benjamin Saut Parulian Simanjuntak
Seluruh pelayanan jantung menggunakan biaya sebanyak 10,5 triliun di tahun 2018. Sebanyak 21% biaya pelayanan Jantung terserap dari total biaya pelayanan katastropik keseleruhan (2017-2018), sedangkan sebanyak 22% terserap dari total biaya pelayanan kesehatan keseluruhan (2017-2018). Tindakan kardiovaskular terbanyak dilakukan adalah pembedahan by pass pembuluh koroner (CABG), katerisasi jantung, dan prosedur kardiovaskular (PCI). Ketiga tindakan tersebut banyak terjadi di DKI Jakarta.
Sedangkan jumlah dokter spesialis jantung di Indonesia adalah sebanyak 758 orang dengan jumah cath lab tersedia di 205 rumah sakit. Hasil kajian internal menyebutkan tentang penyusunan rencana jangka pendek maupun jangka panjang dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar yaitu bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mendukung akses dan mengurangi kesenjangan. Kemudian distribusi sarana prasarana serta tenaga medis pada pelayanan jantung untuk daerahh yang diprioritaskan. PMK baru menjadi rujukan, karena dengan kondisi fiskal masing-masing, hal ini dapat menjadi pertimbangan percepatan dalam pembangunan pelayanan kesehatan terutama jantung. Monitoring dan evaluasi dari tiap daerah juga diperlukan. Selain itu, juga diperlukan audit medis untuk kasus-kasus seperti level III CABG dan kateterisasi, melakukan rasionalisasi tarif tindakan jantung berdasarkan tingkat keparahan dan regionalisasi tarif, serta melakukan pemetaan fasilitas di rumah sakit.
Pembahas ke-4
Oleh: Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D.
Dalam DaSK terdapat banyak data yang dapat digunakan dari berbagai sumber. Jika melihat ke dalam DaSK, kita dapat melihat data di level provinsi dan kabupaten/kota. Yang perlu dilakukan adalah melakukan penelitian dengan menggunakan data yang sudah ada. Kemudian hasil penelitian dapat dilanjutkan untuk membuat analisis kebijakan dan rekomendasi kebijakan. Rekomendasi kebijakan ini nantinya bisa dilanjutkan ke pemangku kepentingan tingkat atas, misal Dirjen, Presiden, maupun DPR. Penulisan kebijakan sangat terbuka untuk bisa masuk ke publikasi jurnal yang memiliki reputasi. Hal ini berarti bahwa terjadi penggunaan metodologi penelitian kebijakan dan proses kebijakan di kalangan klinisi.
Diskusi dilaksanakan dengan dipandu oleh moderator. Para peserta terlibat secara aktif dalam memberikan pertanyaan.
SESI 2
Disparitas Ketersediaan dan Pemanfaatan Pelayanan Cardiovascular Disease (CVD) di Indonesia
Oleh: Dr. Juanita, S.E., M.Kes.
Juanita menyampaikan latar belakang jumlah kematian karena CVD secara global maupun di Indonesia, serta proyeksi angka kematian akibat CVD di tahun 2030 yaitu sebanyak 23,6 juta jiwa. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi dan menganalisis ketersediaan serta pemanfaatan dari pelayanan CVD di Indonesia. Penelitian ini menggunakan DaSK sebagai sumber data, data sekunder dari BPJS Kesehatan, dengan populasi yaitu semua data di Indonesia. Pemanfaatan layanan CVD terbanyak terdapat di Jawa Tengah (2016), sedangkan persentase tertinggi dari klaim CVD berdasarkan kepesertaan di tahun 2016 adalah kepesertaan PBPU yaitu sebanyak 42,4%, PPU yaitu sebanyak 35,9%, dan PBI yaitu sebanyak 21,7%.
Tenaga Kerja Kardiovaskular di Beberapa Negara
Oleh: Widy Arini Nur Hidayah, MPH.
Widy menyampaikan beberapa kategori ketenagakerjaan kardiovaskular di luar negeri. Terdapat beberapa temuan artikel yang relevan dengan distribusi tenaga kerja di berbagai negara. Kemudian Widy menyampaikan beberapa temuan tentang ketenagakerjaan kardiovaskular di beberapa negara, seperti US, China, Polandia, Peru, dan Nigeria. Berdasarkan artikel yang sudah dikumpulkan, diketahui bahwa distribusi kerja kadiologi yang tidak merata, baik secara geografis maupun jika dilihat dari rasio terhadap populasi. Selain itu ada juga akses terhadap layanan yang tidak merata. Hal ini tidak hanya terjadi di negara berkembang saja, tetapi juga terjadi di negara maju seperti US dan Polandia. Sampai saat ini belum ditemukan artikel mengenai ketenagakerjaan kardiovaskular di Indonesia yang dipublikasikan di publikasi internasional. Hal ini membuka peluang bagi kita untuk mempublikasikan beberapa penelitian tentang ketenagakerjaan kardiovaskular di Indonesia dengan menggunakan data sekunder yang sudah ada.
Sesi diakhiri dengan penyampaikan kesimpulan oleh Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc. Ph.D. untuk memicu peserta dalam menggunakan data rutin yang ada di DaSK serta untuk bisa terlibat dalam rangkaian kegiatan Fornas. Kemudian sesi ditutup MC dengan menyampaikan agenda kegiatan berikutnya, yaitu Kamis (12 November 2020) pukul 08.30 – 12.00 WIB dengan tema “Dukungan DaSK untuk Memperkuat Kebijakan Kanker.”
Reporter: Rokhana Diyah Rusdiati
Semua materi presentasi dan Video rekaman dapat diakses pada link berikut