Reportase Forum Nasional X Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Topik 3: Opsi Kebijakan JKN Meningkatkan Mutu Layanan Kesehatan

Reportase Forum Nasional X Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Topik 3: Opsi Kebijakan JKN Meningkatkan Mutu Layanan Kesehatan

Fornas JKKI 17 November 2020 membahas peningkatan mutu layanan kesehatan, yang dibuka oleh Prof. Laksono. Inti dari pertemuan ilmiah ini adalah untuk menjelaskan mengenai penggunaan data yang penting untuk merumuskan kebijakan, yang mana perumusan tersebut bisa memakan waktu yang sangat lama dan perlu didukung dengan bukti. Setelah dibuka, forum dilanjutkan dengan presentasi policy brief terpilih yang telah dibuat oleh mitra PKMK UGM. Berikut adalah daftarnya:

  1. Inovasi Sistem Informasi Manajemen sebagai Strategi Pencegahan Kecurangan (Fraud) Program Jaminan Kesehatan Nasional (Rini Anggraini)
  2. Kebiaan Mutu Pelayanan Kesehatan Kota Padang: Pencapaian dan Harapan (Syafrawati)
  3. Peran Tim Kenali Mutu dan Kendali Biaya (KMKB) dalam Mengembang Jalannya Mutu Program JKN di Provinsi Bengkulu (Susilo Wulan)
  4. Meningkatkan Rekrutmen Peserta Program Rujukan Balik: Perlu Evaluasi dan Strategi Khusus dalam Implementasi
  5. Strategi Pengendalian Rujukan Kasus Non-Spesialistik pada FKT di Provinsi Riau (Rifa Yanti)

Pasca presentasi policy brief oleh mitra, terdapat beberapa saran yang diberikan oleh dr. Tiara Martias, Dr. Hanevi Djasri dan Prof. Laksono Trisnantoro.

Sebelum materi mengenai mutu disampaikan, terdapat pengantar yang disampaikan oleh Hanevi. Pada saat penerapan JKN, terdapat 3 dimensi kesehatan kemudian bertambah satu dimensi lagi yang disebut dengan mutu. Hanevi menyampaikan bahwa tidak hanya kepesertaan yang harus mencapai UHC, tetapi juga perlu diperhatikan mutu layanan yang ada. Regulasi mutu dalam JKN mencakup hal – hal seperti kendali mutu kendali biaya, kapitasi berbasis komitmen, dan pencegahan kecurangan.

Narasumber pertama menyampaikan materi mengenai Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan: Apakah Efektif Mengendalikan Mutu Layanan di FKTP?. Candra SKM, MPH mengungkapkan bahwa selama 6 tahun berjalannya JKN, layanan di faskes primer mengalami peningkatan namun jika dilaksanakan tanpa mutu yang baik maka akan menjadi janji kosong. Oleh sebab itu, KBK memiliki beberapa indikator untuk menilai mutu pelayanan yaitu angka kontak, rasio rujukan rawat jalan kasus non spesialistik dan rasio kunjungan prolanis yang berkunjung.

Pada indikator angka kontak terdapat beberapa problem di lapangan, seperti jumlah peserta yang terdaftar di FKTP tidak proporsional dengan kemampuan FKTP, beban tugas ganda pada SDM Kesehatan dan masyarakat yang tidak membawa kartu BPJS saat berkunjung ke faskes. Untuk indikator rasio rujukan rawat jalan kasus non spesialistik terdapat kompetensi dan sarpras yang belum terstandar, sehingga kemampuan tiap FKTP untuk menyelesaikan kasus non spesialistik berbeda – beda. Selain itu rasio prolanis rutin berkunjung terdapat problem mengenai jarak FKTP yang kurang terjangkau bagi peserta dan kurangnya peran serta masyarakat dalam mengikuti program yang diselenggarakan FKTP.

Pemateri selanjutnya yaitu Eva Tirtabayu Hasri, S. Kep., MPH menyampaikan tentang opsi kebijakan kendali mutu kendali biaya dalam JKN. Eva menyampaikan beberapa masalah mengenai kendali mutu kendali biaya dan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk perbaikan. Saat ini upaya KMKB telah dilaksanakan oleh FKTP maupun FKRTL dan organisasi profesi telah berusaha untuk menyusun panduan nasional praktik kedokteran, dalam penyusunan ini tidak lepas dari evidence based sesuai relevansi mutu pelayanan kesehatan. Dari hal – hal tersebut yang paling banyak adalah clinical pathway dan audit klinis.

Eva mengkuotasi beberapa hasil penelitian terkait hal ini, seperti saat tim KMKB melaksanakan terjadi kebingungan karena telah melaksanakan clinical pathways tetapi apakah hal ini termasuk ke dalam upaya KMKB. Selain itu perlu ada upaya untuk melibatkan tidak hanya profesi dokter dan perawat, tetapi juga profesi lainnya yang terkait. Upaya KMKB juga mengalami hambatan dimana tim yang berusia 40 tahun ke atas mengalami kesulitan untuk mengakses teknologi yang ada.

Materi yang ketiga disampaikan oleh drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE., yaitu mengenai Tantangan Pengendalian Kecurangan dalam Layanan Kesehatan (Fraud). Puti menjelaskan mengenai definisi fraud yang memiliki unsur terdapat keuntungan yang tidak selalu diidentikkan dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain, tetapi juga melakukan rujukan ke faskes lainnya agar dapat menghembat biaya yang dikeluarkan oleh faskes tersebut. Puti juga menjabarkan, apa hubungan antara fraud dan mutu.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa sistem pencegahan kecurangan belum berjalan di berbagai tingkatan, artinya sistem pengendalian kecurangan belum sistematis dan terstruktur. Bisa saja dalam budaya anti fraud di RS sudah baik tetapi ketika dibawa ke dinas kesehatan tidak ada respon, misalnya diteruskan ke dinas kesehatan terdapat respon kemudian di level atasnya lagi tidak ada respon, siklusnya berlanjut ke jenjang – jenjang berikutnya. Selain itu belum semua pihak memahami konsep fraud dengan baik beserta strategi pengendaliannya. Puti merekomendasikan untuk mengembangkan program edukasi anti-fraud, mengembangkan sistem pengaduan terpadu dan sistem responnya, melakukan deteksi fraud secara berkala dan ditindaklanjuti dengan investigasi.

Setelah tiga pemateri memaparkan uraiannya, dilanjutkan dengan tanggapan dari para pembahas. Pembahas pertama yaitu dr. Umar Firdous (Perwakilan Inspektur Jenderal Kemenkes) memberikan masukan kepada para pemateri untuk menggali lebih dalam mengenai rekomendasi yang diberikan misalnya dalam cakupan rawat jalan non spesialistik sudah baik, namun cakupan terhadap dokter belum baik hal ini bisa lebih dicari penyebabnya.

Selanjutnya, oleh dr. Yesi Kumalasari disampaikan beberapa feedback seperti belum disinggungnya tahap input dalam bahasan mutu yang disampaikan oleh para pemateri. Kemudian disusul oleh tanggapan dari dr. Tri Hesty SpM (Kompartemen Manajemen Mutu, PERSI) yang memberikan tanggapan bahwa dalam indikator KBK terdapat disparitas kemampuan SDM Faskes yang ada di perkotaan dan di daerah terpencil, maka ini harus ditambahkan dalam rekomendasi terkait penilaian yang mana harus dibedakan antar regional. Pembahas selanjutnya yaitu drg. Usman Sumantri MS (Perwakilan ADINKES), Usman menilai untuk menyimpulkan JKN itu sudah baik atau belum, masih terlalu dini karena butuh waktu yang lama untuk menyempurnakan proses tersebut.

Usman menyampaikan beberapa dasar pemikiran kapitasi, seperti prinsip – prinsip memeliharan kesehatan peserta yang dikontrak kepada provider tidak berjalan, pelayanan pada FKTP belum meperhatikan jumlah peserta dalam satu unit kontrak, umur dan jenis kelamin.

Acara berikutnya dilanjutkan dengan tanya jawab, dan kemudian penutup oleh Hanevi. Pada pertemuan esok hari 18 November 2020 akan membahas DIM unutk usulan Revisi UU SJSN dan UU BPJS.

Reporter: Eurica Stefany Wijaya, MH.

MATERI DAN VIDEO

Tags: 2020 fornas jkki

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*