Reportase Pelatihan Minggu ke-6 Pengembangan Perpustakaan dengan Konsep Knowledge Management untuk Mendukung Penanganan Pandemi COVID-19

Reportase Pelatihan Minggu ke-6 Pengembangan Perpustakaan dengan Konsep Knowledge Management untuk Mendukung Penanganan Pandemi COVID-19

12 Oktober 2020

Pertemuan minggu keenam pelatihan knowledge management kali ini membahas identifikasi situasi yang ada di instansi masing – masing. Acara kali ini diisi dengan presentasi dari masing – masing tim dan diskusi bersama fasilitator. Pertemuan hari ini menghadirkan dr. Lutfan Lazuardi, PhD, Ni Luh Putu Eka Andayani, SKM. MKes, dr. Guardian Yoki Sanjaya, MHlthInfo sebagai fasilitator. Peserta memaparkan rencana proposal yang telah dibuat dan harapannya dapat dikembangkan menjadi proposal yang lebih detail setelah pertemuan ini.


HDSS Sleman

Tim HDSS Sleman memaparkan bahwa tim telah mengumpulkan banyak data selama 5 tahun terakhir. Namun dari banyaknya data belum semua dimanfaatkan untuk penelitian dan publikasi. Berdasarkan timeline yang telah dibuat, saat ini tim HDSS Sleman berada di tahap persiapan untuk pembuatan prototype pengembangan website. Putu menanyakan: apakah tujuannya hanya sekedar membuat pengembangan website? Tim HDSS Sleman menjawab bahwa tim bermaksud memberikan informasi pada pengguna data bahwa HDSS Sleman menyediakan data yang dapat dimanfaatkan data untuk penelitian. Putu menyarankan agar tim HDSS Sleman bisa lebih aktif. Misalnya tim dapat bekerjasama dengan diklat RS untuk menghasilkan suatu konten. Pengembangan website memang diperlukan untuk menyebarkan pengetahuan lebih luas, namun isi pengetahuan juga harus dikembangkan. Inilah yang membedakan perpustakaan konvensional dengan perpustakaan yang kita kembangkan. Guardian menambahkan bahwa dari pola penggunaan data yang dilakukan, knowledge itu adalah tentang bagaimana caranya melakukan penelitian yang sudah dilakukan. Misalnya penelitian A dapat dilihat variabel, data, dan uji statistiknya supaya pihak lain bisa mengadopsi atau mengembangkan penelitian baru dari penelitian A tersebut. Knowledge yang diciptakan berupa proses penelitian yang dilakukan peneliti termasuk proses pengumpulan data yang dilakukan di HDSS Sleman.


RSUP dr. Sardjito

RSUP Sardjito memiliki layanan fasilitas publik yaitu pojok baca dan berencana melakukan renovasi ruangan supaya menjadi lebih nyaman dengan desain modern. Putu menegaskan bahwa knowledge management perlu diperkuat lagi. Fasilitas memang perlu diremajakan namun akan banyak orang yang mengakses secara daring. Guardian menambahkan bahwa di RSUP Sardjito memiliki banyak sekali knowledge. Perlu dilakukan ekstraksi pasif knowledge dari tiap unit yang ada di RS untuk di – share ke pihak lain. Apakah ada skenario di perpustakaan dimana petugas perpustakaan dapat mengikuti diskusi para dokter? Tim RSUP dr. Sardjito menjawab bahwa mereka ingin membangun Sardjito repository. Terdapat program sharing knowledge untuk nakes dan juga untuk publik dengan kemasan awam tiap 1 bulan sekali. Selain itu mereka menilai perlu diperjelas siapa pemilik dari karya cetak yang dihasilkan departemen apakah itu milik FK – KMK UGM atau RS Sardjito.


RS Akademik (RSA) UGM

RSA UGM memaparkan bahwa mereka ingin membangun sistem berbasis website (browser) atau bisa dengan aplikasi statis sederhana karena selama ini masih menginduk perpustakaan UGM. Guardian menekankan bahwa harus ada SOP terkait laporan magang mahasiswa yang di – upload ke website. Selain itu tim RSA UGM dapat mendokumentasikan rapat yang terjadi di manajemen, SMF, atau unit layanan sehingga ada knowledge yang masuk dalam repository dan dishare ke pihak lain dalam lingkup internal RS. Bisa jadi informasi tersebut berguna untuk pemecahan masalah di unit lain. Perlu adanya pemisahan informasi untuk internal dan eksternal. Putu menambahkan bahwa RS perlu menetapkan tujuan jangka panjang, menengah, pendek terkait pengembangan knowledge management ini. Kita juga perlu identifikasi apa saja peluang yang kita miliki dan kekuatan internal dan eksternal.


RS Bethesda

RS Bethesda memaparkan bahwa mereka ingin membuat mylibrarywebsite perpustakaan, dan hotspot area. Salah satu kendalanya adalah tim belum memiliki pustakawan. Guardian menegaskan kita bisa mengelola informasi yang tidak terpublikasi dan juga mengekstraksi informasi dari masing – masing unit untuk dibagikan. Putu menyarankan bahwa tim bisa bekerjasama dengan diklat dan membuat summary dari hasil seminar atau diskusi. Summary tidak hanya diketahui oleh orang yang hadir dalam pertemuan saja namun juga orang lain. RS Bethesda juga bisa menjadi sumber yang mensuplai informasi untuk RS jejaring. Kemudian ada kontribusi yang bisa kita dapat dari mereka.


CEBU

Tim CEBU memaparkan bahwa kendala mereka adalah anggaran karena selama ini sudah menginduk pada perpustakaan FK – KMK UGM dan tidak memiliki SDM IT untuk membangun sistem. Guardian menyarankan bahwa CEBU perlu mendokumentasikan pembuatan proposal, jejaring networkresource person, dan pola project management. Jadi produk unggulan CEBU yaitu project management yang dapat menjadi sumber untuk pengelolaan project selanjutnya. Putu berpendapat bahwa ada kemungkinan CEBU dan PKMK berkolaborasi supaya memiliki server bersama. Kita bisa menggunakan sumber dari perpustakaan FK – KMK UGM.


Sukirno menambahkan bahwa sudah ada kesadaran untuk bertransformasi ke digital. Harus ada program untuk menyebarluaskan apa yang kita miliki agar berguna bagi semua orang di institusi kita. Selain itu, akan lebih baik lagi jika bisa menjangkau masyarakat umum.

Lutfan menutup pertemuan hari ini dengan menjelaskan bahwa pertemuan minggu depan rencana proposal akan lebih didetailkan lagi dengan pembuatan Plan of Action. Sampai jumpa.

 

Reporter: Monica Abigail

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*