4 November 2020
Materi pertama mengenai Kebijakan dan Komponen penyusunan rencana penanggulangan bencana di dinas kesehatan disampaikan oleh dr Bella Donna bertujuan untuk memberikan pengetahuan awal kesiapsiagaan dinas Kesehatan berbentuk rencana kontijensi berbasis sistem komando dalam menghadapi krisis kesehatan dan bencana alam maupun non alam seperti pandemi COVID-19. Diskusi : Pertanyaan datang dari dr.Alfina dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah mengenai implementasi penyusunan Dinkes Disaster Plan dimana pendampingan dari pihak eksternal yang berpengalaman dalam melakukan manajemen bencana kesehatan sangat dibutuhkan oleh dinas kesehatan. Pihak eksternal sangat membantu untuk memberikan perspektif dalam penyusunan, dan untuk rencana operasi penanganan COVID-19 sudah dipandu secara online oleh Pusat Krisis Kesehatan, dr. Fina kemudian menambahkan bersedia untuk mengadakan sesi telaah rencana operasi Kesehatan Propinsi Sulteng yang difasilitasi oleh PKMK FK – KMK UGM, peserta dari BPBD Cimahi, Rani, S.Psi. menyatakan ketertarikannya untuk menjadi peninjau kegiatan tersebut.
Materi yang kedua dibawakan oleh Apt. Gde Yulian, M.Epid., mengenai Standar Pelayanan Minimum dan Surveilans Kesehatan. Pada presentasinya, Gde menyampaikan pentingnya untuk tetap melakukan pemenuhan kebutuhan kesehatan yang bermutu pada saat bencana maupun krisis kesehatan sesuai standar minimal menggunakan sistem koordinasi yang terkoneksi dengan mengacu kepada tiga regulasi kunci: Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 101 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar pada SPM Sub Urusan Bencana Daerah Kabupaten/Kota, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada SPM Bidang Kesehatan sebagai acuan SPM, dan Permenkes 75 Tahun 2019 yang memiliki peran penting untuk memberikan solusi pemenuhan SPM di masa bencana, diperkuat dengan peningkatan kapasitas surveilans bencana untuk menjawab permasalahan seputar pemenuhan kebutuhan seputar COVID-19. Imran dari Forum PRB Aceh menambahkan, di sub klaster shelter (perlindungan dan pengungsian) di Pasigala membutuhkan koordinasi yang baik dengan dinas kesehatan untuk pemenuhan layanan Kesehatan di lokasi terdampak bencana. Gde menyampaikan memang definisi operasional ini menjadi kendala untuk perhitungan SPM, dari pengalaman tim PKMK FK – KMK UGM mendampingi puskesmas di KLU, semua aktivitas penanggulangan dan respons bencana diidentifikasi terlebih dahulu bersama dengan target realistisnya untuk kemudian Bersama sama dimasukkan ke dalam perhitungan. Jika menggunakan populasi sebagai denominator, maka angka capaian akan menjadi kecil, oleh karenanya untuk mendapatkan gambaran statistik yang baik maka target dan sasaran aktivitas pengurangan bencana oleh dinas Kesehatan propinsi harus ditetapkan dengan jelas di awal dan berusaha melibatkan kapasitas kapasitas lain di luar instansi pemerintah.
Materi yang ketiga mengenai Sistem Komando dan Pengorganisasian dibawakan oleh dr. Hendro Wartatmo, SpB(K)., dinas kesehatan harus memiliki struktur dan sistem komando yang jelas dalam dokumen disaster plan-nya. Perencanaan ini harus disusun dari awal termasuk penentuan siapa yang akan menjadi komandannya sebaiknya sudah diidentifikasikan di rencana kontjensi atau dinkes disaster plan. Dalam situasi bencana selalu ada petugas, fasilitas dan peralatan, ini semua harus diatur dengan membuat protap – protap, aturan dan protap terhadap petugas, fasilitas dan peralatan ini yang ada dalam Dinkes Disaster Plan. Untuk menghasilkan respon yang optimal maka Dinkes DP ini diatur dengan sistem komando yang fleksibel, serta dapat ditingkatkan dengan skala yang lebih luas sesuai dengan kebutuhan yang terjadi.
Materi yang terakhir mengenai Rencana Operasi Dinas Kesehatan untuk menghadapi COVID-19 kembali dibawakan oleh dr. Bella Donna, rencana operasi ini sangat dibutuhkan dalam penanganan bencana baik bencana alam maupun bencana non alam untuk mencegah situasi semakin memburuk serta mengurangi gagap dan chaos yang berlebihan, mencegah dampak lebih luas pada masyarakat, kelompok rentan dan mencegah dampak penyerta lainnya, membatasi penularan Wabah COVID-19, mengurangi infeksi berikutnya pada masyarakat serta tenaga Kesehatan, memetakan kapasitas deteksi dini, mengisolasi dan menangani pasien lebih awal termasuk melaksanakan pelayanan yang optimal bagi pasien yang terjangkit wabah COVID-19. Dalam rencana operasi ini juga sebaiknya berisi mengenai BCP sehingga seluruh kebutuhan sumber daya berkaitan dengan upaya penanggulangan krisis kesehatan (Wabah COVID-19) dan penyiapan surge capacity teridentifikasi.
5 November 2020
Materi pertama mengenai Logistik Medik, Manajemen Relawan dan Fasilitas disampaikan oleh dr. Sulanto Saleh Danu, Sp.FK bertujuan untuk bagaimana manajemen logistik yang tidak hanya berupa obat obatan dan alat/perbekalan kesehatan tapi juga fasilitas penyimpanan, metode distribusi dan beberapa pendekatan perhitungannya. Dr Sulanto juga memaparkan tentang bagaimana manajemen relawan pada masa bencana. Diskusi : Pertanyaan datang dari Pak Imran dari Forum PRB Aceh mengenai logistik tenda untuk pengungsi dan dari Dr Nazar dari Palu mengenai manajemen logistik saat pandemi Covid-19. Dr Sulanto menjawab seputar pemanfaatan struktur komando dan manajemen sumberdaya yang optimal dari pengorganisasian dinkes disaster plan dan adanya integrasi dan kolaborasi dengan sektor lain sebagai solusi. Peran akademisi dan lembaga lain di luar pemerintahan seperti LSM maupun forum pengurangan risiko bencana sangat penting untuk menjadi katalisator sinergitas BPBD dengan sector sector teknis.
Materi yang kedua mengenai Analisis Risiko dan Pengembangan Skenario dibawakan oleh Madelina Ariani, SKM, MPH. Pada presentasinya, bu Madelina menyampaikan pentingnya untuk dinas kesehatan melakukan analisis risiko di awal penyusunan dinkes disaster plan sehingga dokumen tersebut dapat terfokus dalam memenuhi kebutuhan yang spesifik terhadap hazard atau risiko yang diprioritaskan. Sesi ini sangat menarik karena mengajak peserta untuk ikut bersama sama menyusun analisis risiko dari situasi dan kondisi di daerahnya, peserta yang berpartisipasi dalam penyusunan analisis risiko adalah ibu X dari Universitas Alkhairaat Palu, Sulawesi Tengah. Analisis risiko dilakukan untuk dua kejadian yang dianggap berpotensi berisiko yaitu Covid-19 dan kebakaran pemukiman, peserta dijelaskan dan diajak untuk mengerjakan perhitungan dalam sesi ini.
Materi yang ketiga mengenai Peta Risiko dan Peta Respon dibawakan oleh Gde Yulian Yogadhita M.Epid., pada materi ini pak Gde menjelaskan perbedaan antara peta risiko dan peta respon, mulai dari dasar hukum kedua peta tersebut, komponen komponennya serta pemanfaatannya berdasrkan pengalaman menangani bencana selama ini. Pertanyaan datang kembali dari pak Imran, Forum PRB Aceh mengenai kelemahan yang selama ini terjadi dalam penanganan bencana yaitu pejabat pemerintah daerah yang kurang memiliki pengetahuan tentang manajemen bencana dan seringnya terjadi rotasi staff di dinas kesehatan daerah, baik kabupaten/kota maupun propinsi sehingga akses terhadap data dasar untuk menyusun baik peta risiko maupun peta respon terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Inilah pentingnya untuk melakukan simulasi atau gladi baik itu berupa simulasi table top maupun simulasi gladi lapang secara rutin menggunakan analisis risiko, skenario dan peta risiko yang sudah disusun, minimal sekali dalam setahun.
Materi yang terakhir mengenai Form, Data Informasi dan Komunikasi kembali dibawakan oleh Madelina Ariani, SKM, MPH., Untuk sesi ke-4 ini tidak dibuka sesi tanya jawab karena waktu yang terbatas, namun moderator, ibu Happy Pangaribuan, SKM., MPH. menyampaikan seluruh kegiatan ini didokumentasikan dengan baik di website bencana https://bencana-kesehatan.net/ dan lesson learnt rencana operasi penanganan covid-19 ini akan menjadi sesi pre-fornas JKKI pada tanggal 20 November nanti.
Reporter : Gde Yulian Yogadhita