Reportase Serial Zoom Seminar Surge Capacity #2 Mampukah Vaksin COVID-19 Menurunkan Kebutuhan Kapasitas Ruang Perawatan Di RS Rujukan?

Reportase Serial Zoom Seminar Surge Capacity #2 Mampukah Vaksin COVID-19 Menurunkan Kebutuhan Kapasitas Ruang Perawatan Di RS Rujukan?

PKMK FK – KMK menyelenggarakan serial zoom seminar surge capacity #2 pada 17 Desember 2020 pukul 09.00-12.00 WIB dalam rangka merespon kondisi Indonesia termutakhir terkait perkembangan pandemi COVID-19. Zoom kali ini mengangkat tema “ Mampukah Vaksin COVID-19 Menurunkan Kebutuhan Kapasitas Ruang Perawatan di RS Rujukan?”. Narasumber dalam zoom seminar kali ini antara lain dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid (Direktur P2PML, Juru Bicara Vaksin COVID-19, Kemenkes RI), dr. Vinod Bura, MPH (WHO Indonesia), Dra. Togi J Hutandjulu,Apt., MHA (plt. Deputi I Badan POM). Sementara itu sebagai pembahas Prof. dr. Hari Kusnanto Josef, SU., Dr.PH   (Departemen Kedokteran Keluarga, Komunitas dan Bioetika FKKMK UGM) dan dimoderatori oleh apt. Gde Yulian, M.Epid.

Zoom seminar dibuka oleh Prof Laksono Trisnantoro kepala Departemen HPM FK – KMK UGM. Laksono menyampaikan bahwa program vaksinasi merupakan intervensi yang dilakukan kepada masyarakat yang belum terpapar COVID-19, pertanyaannya apakah vaksinasi ini apakah akan dapat menurunkan kebutuhan kapasitas ruang perawatan di RS Rujukan? Harapannya pada zoom seminar kali ini akan dapat menjawab pertanyaan tersebut.

Narasumber pertama Vinod bura menyampaikan materi dengan membuka dengan pernyataan kepala WHO bahwasanya pandemi kali ini tidak hanya memerangi virus tetapi juga adanya berita hoax, disinformasi atau biasa disebut infodemik yang menyebar begitu cepat melebihi virus itu sendiri. Maka menjadi suatu perhatian, bahwasanya masyarakat perlu memperhatikan sumber  -sumber berita yang valid. Seperti webiste WHO, kementrian kesehatan, website khusus penanggulangan COVID-19, dan sebagainya dalam mengakses berita seputar COVID-19.

Dalam paparannya, Vinod menyampaikan berbagai tren COVOD-19 di berbagai belahan dunia dimana beberapa negara sudah mengalami fluktuasi kenaikan dan penurunan. Sementara dibandingkan dengan data global Indonesia menunjukkan tren kasus COVID-19 masih terus menerus naik dan belum terlihat tren penurunan yang signifikan. Terkait vaksin, Vinod memaparkan berbagai jenis dinamika pengembangan vaksin COVID-19 di dunia. Terdapat 300  kandidat vaksin COVID-19 yang saat ini baru 3 vaksin yang sudah lolos uji tahap 3, dan baru 1 yang akan direkomendasikan WHO. Vinod menyampaikan juga mengenai strategi implementasi vaksin, dadi sisi prioritas pemberian vaksin, terkait keterbatasan kemampuan pemberian dan jumlah vaksin berdasarkan anjuran WHO.

Narasumber kedua, Togi Hutadjulu dari BPOM, menjelaskan mengenai tugas dan wewenang BPOM dalam mendukung akses ketersediaan vaksin COVID-19. Dimana BPOM melakukan pengawasan mulai dari proses uji klinik vaksin COVID-19, prosedur produksi dan distribusi sampai unit pelayanan. Selain itu, BPOM juga melakukan evaluasi aspek khasiat, keamanan dan kualitas, sehingga melakukan evaluasi juga terkait jika terjadi KIPI bersama komite nasional/ daerah KIPI. BPOM melakukan pengawasan didukung oleh perwakilannya di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Pada sesi pembahasan, Hari Kusnanto menyampaikan bahwasanya vaksinasi merupakan salah satu faktor yang bisa menurunkan surge capacity. Dimana, melalui vaksin maka orang yang terpapar virus COVID-19 tidak dapat menularkan kepada orang yang sudah diberikan vaksin. Sehingga penyebaran virus bisa terhenti dan berdampak pada kebutuhan sarana kesehatan untuk penanganan pasien COVID-19 akan menurun. Selain itu, langkah – langkah untuk mengurangi surge capacity sudah banyak dilakukan diantaranya jaga jarak, memakai masker, menyediakan tempat isolasi khusus untuk OTG yang tidak memerlukan fasilitas kesehatan yang canggih. Terkait dipilihnya vaksin Sinovac, Hari menyampaikan bahwa pemilihan vaksin ini merupakan vaksin yang aman, karena BPOM melaksanakan fungsi pengawasan dengan ketat. Sinovac secara uji klinik hanya akan diberikan kepada umum 18 – 59 tahun. Sementara vaksin lain mungkin bisa dipakai untuk masyarakat yang berumur diatas 60 tahun. Hari menyampaikan sebagian besar vaksin masih dalam kategori emergency use yang belum akan dipergunakan sebagai vaksin rutin.

Hari menambahkan untuk mengurangi surge capacity secara lebih efektif harus ada vaksin yang ditujukan kepada usia lanjut dan komorbid. Bisa menggunakan pfizer-bioNtech, Moderna atau AstraZeneca-SputnikV. Hal ini mengingat di rumah sakit sebagian besar adalah pasien COVID-19 yang memiliki usia lanjut dan komorbid. Selain mengandalkan vaksinasi, masyarakat  harus tetap menerapkan physical distancing, mencuci tangan dan memakai masker agar penularan COVID-19 dapat dicegah.

Narasumber dari kementrian kesehatan, Siti Nadia Tarmizi  menyampaikan materi dengan judul Strategi Pemerintah Menurunkan Jumlah Kasus COVID-19 dengan vaksin. Pemerintah Indonesia mempertimbangkan pemberian vaksin sebagai salah satu solusi untuk menghentikan laju pandemi COVID-19 dikarenakan secara hitungan ekonomi, biaya vaksinasi masih dapat dikatakan efisien dan efektif memberikan dampak berkali-kali lipat jika berhasil dilakukan. Pelaksanaan vaksin tidak harus 100% populasi, tetapi ditargetkan kepada sasaran yang efektif untuk dapat mengurangi jumlah penularan COVID-19. Dalam hal pemilihan target vaksinasi kepada masyarakat berusia 18 – 59 tahun adalah berdasarkan jumlah penduduk dan risiko transmisi virus yang besar pada usia produktif tersebut. Harapannya agar transmisi dapat dikurangi karena faktor mobilitas yang tinggi pada usia tersebut.

Nadia menjelaskan juga mengenai dasar pemililhan vaksin Sinovac pada tahapan vaksin pertama adalah karena kesanggupan penyediaan vaksin dalam jumlah besar dalam jangka waktu cepat. Selain itu, faktor lain meliputi keamanan, efikasi, lama perlindungan panjang, stabilitas penyimpanan, kemasan, platform yang sama untuk mempermudah evaluasi, persetujuan dari BPOM untuk emergency use authorization (EUA) jika vaksin belum selesai pada pengujian tahap 3.

Indonesia juga menyusun strategi dan justifikasi distribusi pelayanan vaksinasi COVID-19 data epidemiologi, data ITAGI & SAGE roadmap dan tahapan ketersediaan vaksin. Indonesia siap melaksanakan vaksinasi berdasarkan pengalaman vaksinasi anak. Hanya saja ketersediaan vaksin merupakan tantangan yang harus diatasi secara cepat. Kementrian Kesehatan, Kementrian Luar Negeri, Kementrian Keuangan dan BPOM berkolaborasi dalam mensukseskan program vaksinasi COVID-19 ini dalam rangka memutus rantai pandemi.

Kemenkes meminta kepada Gubernur dan kepala daerah segera menyusun posko tim pelaksana untuk mendukung pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Pelaksanaan vaksinasi akan segera dilaksanakan menunggu uji klinik tahap ketiga yang saat ini masih dalam proses monitoring di 3 negara yakni Brazil, Turki dan Indonesia. Agenda vaksinasi akan diutamakan terlebih dahulu kepada  tenaga kesehatan dan fasyankes, pemberi pelayanan publik, tokoh agama dan masyarakat, guru dan tenaga pendidik, ASN dan kelompok masyarakat lainnya.

Rizka Andalusia dari BPOM menyampaikan bahwa BPOM akan selalu terus menerus mengawasi khasiat dan keamanan vaksin. Menggarisbawahi penyataan dari Nadia bahwasanya uji vaksin akan dilakukan secara bertahap, tetapi yang ditekankan pemberian UEA tidak menghilangkan kewajiban pemenuhan syarat peredaran vaksin COVID-19. Saat ini Sinovac baru uji klinik untuk usia 15 – 59 tahun, berbagai macam informasi peserta uji klinik dikumpulkan untuk memastikan keamanan dan khasiat dari vaksin Sinovac. Apabila vaksin ini terbukti lolos uji ada peluang akan diujicobakan ke usia lanjut dan komorbid, sehingga ada peluang untuk dipergunakan dalam vaksinasi untuk masyarakat usia lanjut maupun komorbid.

Vinod menanggapi pemaparan strategi vaksinasi yang disampaikan bu Nadia sudah sangat lengkap sehingga dirasa bahwa vaksinasi di Indoensia akan dapat dilaksanakan dengan sukses. Perencanaan sudah terlihat lengkap dan baik, harapannya dapat dilanjutkan ke vaksinasi ke masyarakat usia lanjut.

Pada sesi diskusi banyak menanyakan terkait dampak sampingan vaksin Sinovac dimana vaksin ini belum secara resmi dipergunakan untuk vaksinasi sehingga belum dapat diketahui KIPI yang terjadi. Selain itu, vaksin ini masih pada tahap uji klinik ke 3 di Indonesia yang dilaksanakan di Bandung, dimana sesuai standar WHO minimal monitoring uji klinik ini diantara rentang 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan. Sementara ini diperbolehkan untuk pengawasan dalam jangka 3 bulan.

Terkait kekhawatiran tenaga kesehatan atas kualitas vaksin yang akan dipakai untuk vaksinasi tahap 1. Rizka menyampaikan bahwasanya vaksin tersebut merupakan vaksin yang saat ini dilakukan uji klinik di Bandung, sehingga ketika vaksin akan dipakai menunggu hasil uji klinik tahap ke 3. Untuk vaksin selanjutnya yang akan didatangkan masih sama dengan vaksin yang saat ini dipakai, hanya saja proses finishing yakni filling ke dalam vial dilakukan oleh Biofarma. BPOM akan melakukan pengawasan dengan menjunjung prinsip keamanan, khasiat dan kualitas dari vaksin.

Pada sesi penutup, Hari menyampaikan bahwasanya tidak perlu ragu dengan langkah yang dilakukan pemerintah karena pemerintah tidak sembarangan dalam menjalankan vaksinasi COVID-19 ini.  Sementara itu Nadia menyampaikan bahwa perlu sekali adanya forum yang dijembatani oleh akademisi seperti ini dalam menanggapi infodemic, sehingga informasi yang beredar di masyarakat dapat diluruskan dan program pemerintah terutama dalam penanggulangan pandemi COVID-19 ini dapat berjalan dengan baik.

Reporter: Barkah Prasetyo


UNDUH MATERI

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*