Pada 26 Agustus 2020 PKMK FK – KMK UGM kembali menyelenggarakan rangkaian kursus berbasis website the Asia Pacific Network for Capacity Building in Health System Strengthening (ANHSS), kali ini adalah series ketiga. Kegiatan ini terdiri dengan terdiri dari 2 sesi penyampaian materi dan diskusi yang dimoderatori oleh Shita Dewi. Pembicara sesi pertama adalah Jack Langenbrunner yang merupakan seorang ekonom kesehatan dari USAID dengan pengalaman yang sangat luas di berbagai negara.
Jack Langenbrunner membahas tentang contoh dan pengalaman keterlibatan sektor swasta dalam sistem kesehatan campuran dan tantangan tata kelolanya. Dilanjutkan dengan sesi kedua yang disampaikan oleh Hastanto Sri Margi Widodo yang merupakan ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) periode 2020 – 2023. HSM Widodo memberikan perspektif dari para praktisi (sektor swasta) dalam bekerja dalam kebijakan nasional yang mengatur pola perilaku sektor swasta.
Jack Langenbrunner memberikan materi terkait Public Private Mix : An Emergent Global Consensus?. Di dalam sistem kesehatan campuran tentu melibatkan baik pemerintah dan swasta dalam pembiayaan dan penyediaan terkait perawatan. Hal ini merupakan gambaran besar dari sektor kesehatan yakni bagaimana pendapatan diperoleh, bagaimana dana dikumpulkan serta bagaimana pembelanjaannya untuk layanan kesehatan. Pembahasan ini akan difokuskan pada bagaimana sistem gabungan ini dalam melakukan belanja kesehatan baik di penyedia layanan kesehatan publik dan swasta.
Untuk beralih ke strategic purchasing, diperlukan 4 kebijakan terkait paket manfaat /benefit package (apa yang dibeli, dalam bentuk apa, serta apa yang tidak dimasukkan di paket manfaat), terkait kontrak (dibeli dari siapa, terkait harga dan berapa banyak yang dibeli), pembayaran provider (terkait harga dan bagaimana skema pembayarannya), akuntabilitas kinerja untuk provider dan sistem itu sendiri. Selain itu pembeli juga perlu mengaktifkan perannya untuk melakukan monitoring, otonomi provider, sistem data, akreditasi dan jaminan kualitas, sehingga diharapkan outcome-nya berupa pelayanan yang berkualitas, effisien, dan aksesnya mudah.
Beberapa negara di Asia sudah bergerak ke arah strategic purchasing, antara lain Malaysia, Bangladesh, India, Indonesia, Mongolia, Filipina, dan Vietnam. Jack juga menyampaikan contoh kasus di Thailand dimana pemerintahnya menggunakan dan berinteraksi dengan sektor swasta. Kasus ini merupakan model yang baik dimana pemerintah Thailand membuat skema dimana lembaga asuransi kesehatan sosial bekerja sama dengan asuransi swasta dalam mengelola provider publik dan swasta. Untuk negara-negara yang tergabung di Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), 67% sudah mengandalkan sektor swasta dalam perawatan kesehatan primer. Sektor swasta termasuk fasilitas kesehatan primer, rumah sakit, spesialis, dokter gigi.
Di Indonesia sendiri, pertumbuhan sektor swasta tergolong signifikan, terutama di fasilitas kesehatan primer, pada 2016 terdapat kenaikan jumlah fasilitas kesehatan primer swasta sebesar 12,5% dalam 2 tahun, sedangkan penambahan RS swasta sekitar 4%. Meskipun demikian, Indonesia tetap memiliki tantangan terkait keadilan dalam level pembayaran, hambatan di regulasi, koordinasi dengan TB-Care, serta terkait isu kualitas. Selain itu dijelaskan juga kasus lainnya seperti Myanmar, India, UK.
Ada beberapa perbedaan peran asuransi swasta, yakni sebagai peran primer (misalnya seperti di US dan Afrika Selatan), duplikasi dari asuransi sosial dari pemerintah (misal di Indonesia dan Filipina), sebagai pelengkap (di Korea Selatan dan Prancis), dan sebagai top up/ pelengkap (seperti di UK dan Negara – negara di Eropa). Sementara regulasi yang dibutuhkan untuk mengatur asuransi swasta harus mencakup terkait baik masalah keuangan dan non keuangan, aturan pelaporan, dan perlindungan konsumen.
Jack juga menjelaskan untuk kasus Negara – negara yang memiliki multiple payers, maka kunci utamanya adalah mengharmonisasikan harga pembayaran dan insentif, contohnya di Jerman, Swiss dan Belanda. Hal – hal yang perlu diperhatikan adalah paket manfaat standar, harga yang sama untuk layanan antar pembayar, sistem TI yang sama, penyesuaian risiko, pengukuran kualitas yang sebanding.
SESI KE 2
Sesi selanjutnya dengan narasumber HSM Widodo yang menyampaikan presentasi Menuju Keterlibatan Sektor Swasta Aktif yang Layak dan Berkelanjutan dalam Layanan Kesehatan. Widodo menyampaikan ekosistem asuransi kesehatan di Indonesia terdiri dari asuransi umum dan asuransi jiwa. Terdapat perbedaan pendapatan yang diakui, untuk asuransi umum, premi asuransi kesehatan yang diakui pada penjualan kemudian diubah menjadi cadangan premi. Premi yang diperoleh diakui setiap hari secara pro-rata. Sedangkan untuk asuransi jiwa, sebagian besar terkait dengan investasi, kewajiban dan premi yang termasuk cakupan dari asuransi kesehatan diakui tiap bulan melalui pengurangan biaya dari dana investasi.
Sejak adanya BPJS di Indonesia, pasar dari asuransi kesehatan otomatis berkurang, keberadaan skema koordinasi manfaat menjadi solusi terkait hal tersebut. Namun dalam implementasinya masih terhalang terkait regulasi dan operasionalnya. Dalam membina ekosistem berkelanjutan yang sehat diperlukan partisipasi aktif dalam memfasilitasi pendataan industri National Health Account bersama Kemenkes dan OJK, serta memelihara dan mempromosikan adaptasi teknologi baru dan keunggulan biaya di penyampaian layanan yang baru (misal Halodoc, Telkomedika). Industri asuransi secara aktif mendukung kemajuan peranan digital untuk masa mendatang, seperti mendukung kolaborasi antar BPJS, Kemenkes dan Telkom dalam menyelenggarakan telemedicine.
Untuk selanjutnya akan diadakan lanjutan webinar yakni series 4 yang akan dilaksanakan pada 2 September 2020. Pada webinar mendatang akan memberikan gambaran umum tentang dua tools yang terkenal untuk keterlibatan sektor swasta, yaitu regulasi dan jaminan kualitas. Sesi ini akan membahas bagaimana regulasi dan jaminan kualitas dapat memainkan peran penting dalam memastikan perawatan terintegrasi yang efektif.
Reporter: Herma Setiyaningsih