PKMK – Yogya. Pada Rabu, 19 Agustus 2020 PKMK FK-KMK UGM melanjutkan kembali sesi dari Serial Diskusi Online “Mencari Kebijakan yang Tepat untuk Pendidikan Residen Pasca UU Pendidikan Kedokteran 2013 di Era Pandemi Covid-19”. Pada webinar pertama tanggal 13 Agustus 2020 banyak masukan dan pertanyaan yang tidak sempat dibahas. Sesi kedua ini membahas masukan dan pertanyaan tersebut bersama Prof. Laksono selaku tenaga ahli pendamping UU Pendidikan Kedokteran 2013.
Topik ini diangkat karena adanya ketidakjelasan status residen. Berdasarkan data yang didapat dari tim mitigasi covid-19, terdapat 400 dari 13000 residen yang terpapar Covid-19. Residen merupakan bagian dari tenaga kesehatan dan berada di tempat berisiko tinggi namun residen tidak memiliki status atau insentif yang jelas. Hal ini diyakini tidak sesuai dengan Visi UU Pendidikan Kedokteran 2013.
Bagian pertama webinar ini adalah pembahasan dari pertanyaan webinar sesi sebelumnya. Pertanyaan pertama diajukan oleh Fauzan Illavi yang menyampaikan komentar “Status PPDS sesuai UU Dikdok 2013 adalah mahasiswa sehingga akan menghambat pencairan insentif dan hak PPDS” dan pertanyaan “bagaimana advokasi yang dilakukan oleh IDI, ARSPI, FK se-Indonesia, dan organisasi profesi untuk menjamin hak PPDS?”. Prof. Laksono menjelaskan bahwa secara historis UU Dikdok 2013 telah menetapkan mahasiswa spesialis dan subspesialis adalah pekerja sehingga dapat memiliki insentif serta beban kerja yang jelas. Hal ini memerlukan kerjasama penuh dari berbagai pihak untuk mengimplementasikan UU Dikdok 2013.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Sabasdin Harahap yang mempertanyakan definisi dari “residen” sehingga penyelesaian bisa dilakukan secara komprehensif dan tidak ada pihak yang lempar tanggung jawab. Prof. Laksono menjelaskan bahwa sesuai UU Pendidikan Kedokteran 2013, residen adalah seorang pekerja namun implementasinya masih bergantung dari kondisi di lapangan. Adanya Rumah Sakit yang menerima over capacity residen, menyebabkan pemberian insentif dan beban kerja menjadi rancu.
Pertanyaan ketiga diajukan oleh Titi Savitri, perwakilan dari IDI, yang menunjukkan adanya pertentangan dalam UU Dikdok 2013. Saat ini penyelenggara yang tercantum dalam UU Dikdok 2013 adalah pihak universitas, sedangkan jika ingin mengalokasikan APBN untuk insentif residen maka membutuhkan dasar hukum. Titi Savitri mengusulkan agar lebih baik diserahkan ke penyelenggaraan kerjasama antara Kemenkes, Kemendikbud, Kemkeu, dan telah diusulkan untuk RUU Dikdok 2020.
“Perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar dan kebebasan berpendapat diperbolehkan dalam UUD 45 pasal 28” jelas Prof. Laksono. Para pemangku kepentingan perlu memahami adanya tahapan-tahapan dalam penyusunan undang-undang. Pengusulan RUU Dikdok 2020 membutuhkan pemantauan dari pelaksanaan UU Dikdok 2013 yang telah memasuki tahun ke-7. UU Dikdok 2013 masih wajib dipatuhi pelaksanaannya hingga terbit peraturan terbaru.
UU Dikdok 2013 diterbitkan akibat semakin mengarahnya pendidikan dokter (termasuk residensi) terhadap komersialisasi. Kemudahan membangun prodi dokter membuat mutu pendidikan bervariasi ekstrim, SPP semakin mahal, dan sulitnya beasiswa. Dampak lainnya adalah kondisi pengelolaan residen yang tidak jelas, hubungan antara FK-Kolegium yang bervariasi, serta dana pendidikan ditetapkan oleh Kolegium, sehingga diperlukan campur tangan pemerintah.
UU Dikdok 2013 mengarah ke semi hospital-based. Namun, pendidikan residen di Indonesia adalah university-based karena mengacu pada UU Sisdiknas. Akan tetapi, prakteknya di lapangan mengarah ke hospital-based. Beberapa hal yang menyebabkan hal ini tidak berjalan yaitu belum maksimalnya pengembangan RS jaringan pendidikan, peran departemen klinis yang tidak berjalan, belum adanya perubahan budaya pendidikan residen, serta peran pemerintah dan masyarakat yang tidak dipahami dan dihormati antar pihak. Status dan hak residen tetap tidak jelas hingga tahun ketujuh UU Dikdok 2013 dilaksanakan.
Era pandemik covid 19 menjadi sebuah momentum untuk mulai mentaati UU Dikdok 2013. Pemberian insentif sebesar Rp 12.500.000,- kepada residen telah diprogramkan oleh Kemenkes. Para pemangku kepentingan diharapkan dapat menjalin kerjasama sehingga UU Dikdok 2013 bisa terlaksana sepenuhnya dan tidak memberatkan salah satu pihak.