Reportase Forum Nasional X Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Topik 1: “Peran dan Independensi Analisis Kebijakan dalam Perbaikan JKN dan Masalah Kesehatan Prioritas Pada Masa Pandemi COVID-19

Reportase Forum Nasional X Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Topik 1: “Peran dan Independensi Analisis Kebijakan dalam Perbaikan JKN dan Masalah Kesehatan Prioritas Pada Masa Pandemi COVID-19

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia menggelar kembali Forum Nasional Seri ke – 10 tahun ini, yang diawali dengan topik pertama mengenai Peran dan Independensi Profesi Analis Kebijakan. Terdapat tiga pembicara yang menyampaikan materi dengan fokus yang berbeda – beda, dan tiga pembahas yang akan menanggapi materi yang telah disampaikan oleh pembicara. Berikut adalah daftar masing – masing pembicara dan pembahas:

Pembicara

  1. Elly Fatimah, M.Si (Kepala Pusat Pembinaan Analis Kebijakan, Lembaga adiministrasi Negara)
  2. Siswanto, M.H.P., D.T.M. (Analis Kebijakan Ahli Utama, Kementerian Kesehatan)
  3. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. (Direktur Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FK-KMK UGM)

Pembahas

  1. Pretty Multihartina, Ph.D (Kepala Pusat Analisis Determinan Kesehatan, Kementerian Kesehatan)
  2. Velix Vernando Wanggai, SIP., MPA. (Kepala Pusat Analis Kebijakan dan Kinerja, Kementerian Perencanaan R/B (Bappenas))
  3. Dr. Erwan Agus Purwanto (Dekan FISIPOL UGM)

 Dibuka dengan pengantar oleh Laksono yang menyampaikan bahwa kondisi kesehatan di Indonesia memiliki tantangan besar yang membutuhkan perhatian luas dari pemangku kepentingan. Seperti masalah JKN, kemudian penyakit – penyakit prioritas seperti CVD, Kematian Ibu dan Bayi, stunting serta pandemi COVID-19 yang melanda sejak Maret 2020. Dalam keadaan yang seperti ini dibutuhkan kebijakan untuk menuntaskan masalah kesehatan yang demikian, untuk itu dibutuhkan profesi Analis Kebijakan. Profesi ini bisa membantu pengambil kebijakan merumuskan masalah, melakukan prakiraan dan lain – lain. Selain itu profesi ini dikembangkan untuk mendapatkan perumusan kebijakan yang berbasis pada bukti, supaya kebijakan yang diterapkan menjadi tepat sasaran. Acara ini akan dimoderatori oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH. M.Kes., MAS dan Shita Listya Dewi, MM., MPP sebagai co-moderator.

Elly Fatimah menyampaikan materi dengan tajuk “Profesi Analis Kebijakan dan Kebijakan Pemerintah. Menurutnya, saat ini jumlah profesi Analis Kebijakan (AK) di emerintah tercatat 799 orang dan belum termasuk AK fungsional sesuai kebijakan Presiden yang baru. Pembentukan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan dilatarbelakangi oleh masalah kebijakan, antara lain konflik terhadap antar pasal yang saling bertentangan, inkonsistensi data pada peraturan perundang – undangan, kemudian multitafsir yang menyebabkan ketidakjelasan pada rumusan bahasa, dan tidak operasional yang artinya tidak memiliki daya guna. Keempat masalah tersebut menyebabkan keadaan yang lebih kompleks yaitu kebijakan yang kurang berbasis bukti. Keadaan ini menempatkan Indonesia pada prosentase 51.44% untuk kualitas perundang – undangan yang berarti Indonesia masih berada di peringkat 6 dari 8 negara di ASEAN.

Selanjutnya, Siswanto menjelaskan mengenai Transformasi dari Pejabat Struktural menjadi Analis Kebijakan Utama. Poin pentingnya yaitu, dalam penetapan kebijakan terdapat kontestasi aktor sehingga penetapan tersebut merupakan kompromi dari negosiasi yang dilaksanakan. Oleh karena itu diperlukan kemampuan advokasi yang tinggi dan bagaimana upaya agar hal – hal yang ingin disampaikan untuk kebijakan memiliki legitimasi. Menurut Siswanto, perlu adanya data yang lengkap dan komprehensif dan legitimasi agar pendasaran kebijakan dapat diterima. Dalam kesempatan ini juga disampaikan keresahan mengenai jabatan fungsional Analis Kesehatan, apakah transformasi pejabat struktural dapat menjadikan analis lebih independen.

Topik yang diangkat oleh Laksono  mengenai Dosen Sebagai Analis Kebijakan yang Independen. Ada tiga hal yang disampaikan dalam materi tersebut, yaitu mengenai evidence based policy, analis kebijakan dan independensinya serta peran dosen sebagai Analis Kebijakan yang independen. Laksono mencontohkan kebijakan JKN dan COVID-19, betapa sarat politis proses dari kebijakan JKN, begitu pula dengan situasi COVID-19 yang belum banyak kebijakan yang menggunakan data ilmiah sehingga menimbulkan kegaduhan. Kemudian Laksono melanjutkan dengan penjelasan mengenai pentingnya independensi analis kebijakan untuk mengadapi persoalan seperti yang dicontohkan tersebut.

Pada sesi selanjutnya mengenai pembahasan, masing – masing dari pembahas menanggapi materi yang telah disampaikan oleh para Pemateri. Pretty menanggapi bahwa pembahasan mengenai independensi memang perlu diuraikan lebih jauh karena terdapat dilema mengenai hal ini, selain itu perlu juga diperhatikan manajemen karirnya. Velix menyampaikan bahwa Analis Kebijakan memiliki urgensi untuk berjejaring karena melihat kapasitas yang belum rata, padalah kebijakan yang dibutuhkan sangat kontekstual. Terakhir, Erwan menyebutkan bahwa perlu adanya pedoman etika bagi profesi Analis Kebijakan supaya profesional, karena tugas Analis Kebijakan adalah menyampaikan kepentingan publik jadi sebisa mungkin harus ada pencegahan abuse of power.

Sesi selanjutnya adalah diskusi, kemudian diikuti dengan peresmian website sistemkesehatan.net yang disampaikan oleh dr. Bella Donna, SKM., M.Kes. Kemudian disambung oleh Tri AKtariyani S.H., M.H., yang menyampaikan mengenai pengembangan Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) yang dapat dipergunakan para Analis Kebijakan untuk memperoleh data. Terakhir, ada pengenalan Kelompok Analisis Kebijakan yang disampaikan oleh dr. Mukti Eka, MARS., MPH.

Reporter: Eurica Stefany Wijaya/PKMK UGM

UNDUH MATERI

Tags: 2020 fornas jkki

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*