Pos oleh :

hpm.fk

Reportase The 19th Postgraduate Forum on Health System and Policy : Plenary 1

Innovations and Solutions for Sustainable Health Systems

Pada sesi ini terdapat 5 pembicara yang dimoderatori oleh Andreasta Meliala, Dr. dr. DPH., MKes, MAS.

Materi sesi pertama disampaikan oleh Kristin Darundiyah, S.Si, MSc. PH selaku Ketua Tim kerja Pengamanan Limbah dan Radiasi, Direktorat Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan Indonesia. Kristin mengangkat topik “The Ministry of Health’s Strategy for Advancing Environmentally Friendly Healthcare Services” sebagai bentuk strategi Kementerian Kesehatan untuk memajukan pelayanan kesehatan yang ramah lingkungan. Kristin menjelaskan AMR dan perubahan iklim telah menjadi ancaman global akhir-akhir ini. Ketika digabungkan, keduanya memperburuk kerentanan dan mempercepat penyebaran penyakit. Pemerintah Indonesia telah mengamanatkan dalam peraturan dan strategi nasional 2020-2024 untuk meningkatkan kualitas kesehatan melalui pengendalian penggunaan antibiotik secara intensif dan beberapa inovasi untuk kesehatan lingkungan, seperti penggunaan WASH FIT, ME-SMILE, dan inisiatif lain yang menggunakan teknologi dan alat AI. Lebih lanjut, Kristin menggarisbawahi perlunya kolaborasi multisektor untuk mendorong upaya pengendalian AMR dan kesehatan lingkungan, serta strategi terpadu untuk meningkatkan sanitasi dan penggunaan kerangka hukum di seluruh Indonesia.

Sesi kedua dibawakan oleh Prof. Dato’ Dr. Syed Mohamed Aljunid, selaku Professor Kebijakan & Ekonomi Kesehatan, di UKM & IMU, Malaysia. Aljunid mengangkat topik “Health Financing for Universal Health Coverage: Current and Future Challenges” untuk menampilkan kondisi terkini dan tantangan masa depan keuangan kesehatan untuk UHC. Aljunid menjelaskan bahwa UHC memastikan semua orang memiliki akses ke pelayanan kesehatan esensial tanpa kesulitan keuangan. Hal ini penting untuk mendorong pemerataan kesehatan dan meningkatkan hasil kesehatan populasi. Namun, untuk mencapai UHC, ada banyak perselisihan dan tantangan yang harus diatasi. Kapasitas fiskal yang terbatas, biaya out-of-pocket yang tinggi, dan mekanisme pendanaan yang terfragmentasi adalah beberapa tantangan, terutama dalam pembiayaan kesehatan untuk UHC. Di sisi lain, tantangan yang muncul, seperti meningkatnya PTM, populasi yang menua, pandemi, dan krisis, dapat membalikkan keadilan kesehatan dan memperdalam kesenjangan. Oleh karena itu, para pembuat kebijakan harus lebih menaruh perhatian pada UHC yang harus dicapai dengan keuangan yang bijaksana. Aljunid menutup dengan pernyataan bahwa pendekatan strategis dan inisiatif inovatif harus diambil untuk mengatasi tantangan-tantangan ini.

Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., AAK selaku Direktur Utama BPJS Kesehatan Indonesia melanjutkan sesi dengan materi bertajuk “Aligning UHC with Preventive and Primary Care in Indonesia’s National Health Insurance” sebagai bentuk penyelarasan UHC dengan perawatan preventif dan primer dalam Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia. Di Indonesia, paradigma yang selama ini dianut adalah bahwa masyarakat miskin tidak boleh sakit, namun sejak adanya BPJS Kesehatan, masyarakat miskin tidak perlu membayar jika sakit dan berobat. Itulah fungsi utama BPJS yang dicanangkan sejak 2004. Secara rinci, BPJS memiliki 3 fungsi, yaitu: Strategic Purchasing, Revenue Collection, dan Risk Pooling. BPJS Kesehatan sedang mengupayakan transformasi mutu dengan tiga indikator: lebih mudah, lebih cepat, dan non diskriminasi. Pemanfaatan BPJS meningkat signifikan dalam 10 tahun terakhir yakni sekitar 1,6 milyar rupiah. Dengan selisih yang sangat besar tersebut, BPJS berupaya untuk menggalakkan pelayanan yang lebih preventif dan promotif terhadap masyarakat, khususnya untuk deteksi dini penyakit diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dan kanker. BPJS juga mengembangkan Mobile JKN dengan fitur baru bernama BUGAR untuk membantu penyediaan layanan kesehatan digital bagi seluruh masyarakat. Ada pula beberapa inovasi yang digagas BPJS untuk semakin membantu pencapaian UHC di Indonesia. Pada 2024, BPJS Kesehatan berhasil meraih ISSA Good Practice Award.

Sesi keempat dibawakan oleh Prastuti Soewondo, S.E., M.P.H., PhD selaku Staf Khusus Keuangan Kesehatan. Prastuti membawakan topik “Strategic Health Financing for System Sustainability in an Era of Global Realignment” terkait strategi pembiayaan kesehatan untuk sistem yang berkesinambungan di era penyelarasan global. Pengeluaran sektor kesehatan Indonesia yang lebih rendah dibandingkan negara-negara lain di dunia, dengan hanya 2,7 per PDB pada 2024. Dengan adanya beberapa masalah kesehatan yang muncul di Indonesia, pembiayaan kesehatan menjadi salah satu hal yang menjadi perhatian pemerintah dalam masa jabatannya. Pembiayaan kesehatan telah dimasukkan ke dalam ketahanan transformasi sistem kesehatan yang baru saja diperkenalkan sebagai pilar keempat. Pemerintah Indonesia bekerja dengan pembiayaan inovatif untuk sistem kesehatan yang berkelanjutan, seperti mobilisasi sumber daya non-tradisional, berorientasi pada hasil, model pembagian risiko, keberlanjutan dan efisiensi, serta fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi. Pembiayaan inovatif ini digunakan untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan kesehatan, meningkatkan keberlanjutan, mendorong efisiensi dan akuntabilitas, mendukung UHC, dan mengatasi tantangan lainnya. Prastuti menyampaikan bahwa terdapat agenda yang berkolaborasi dengan World Bank dan membentuk 3 tingkat sumber daya PFM.

Pembicara terakhir, Dr. dr. Darwito, S.H., Sp.B.Subsp.onk. (K) selaku Direktur Utama RS Akademik UGM, menyampaikan materi tentang Upaya Green Hospital di Indonesia. Darwito menyampaikan RSA UGM berupaya mengimplementasikan beberapa hasil penelitian lingkungan. Pertama, pemanfaatan air untuk kebutuhan industri (pelayanan kesehatan). Inisiatif ini menggunakan sistem GAMA Rain, program vokasional di UGM. Rumah sakit memanfaatkan kolam resapan untuk pengolahan air limbah dan air perkolasi untuk menyiram tanaman di sekitar rumah sakit. Kedua, rumah sakit memanfaatkan pembangkit listrik mikrohidro dari tekanan air untuk penerangan taman dan panel surya untuk sumber energi rumah sakit. Ketiga, rumah sakit memiliki sistem pengelolaan limbah organik dengan biokonversi maggot. Hasilnya adalah kompos organik untuk pupuk di kebun rumah sakit. Keempat, rumah sakit menggunakan kolaborasi dan integrasi untuk pengembangan kewirausahaan gizi dengan akademisi, industri, dan masyarakat.

Setelah sesi materi, beberapa tamu undangan dan narasumber memberikan tanggapan untuk materi yang telah disampaikan. Prof Laksono  menyampaikan bahwa Indonesia tidak boleh hanya bergantung pada satu sumber pendanaan untuk sistem pelayanan kesehatannya, begitu pula dengan negara lain, seperti BPJS Kesehatan. Pembicara sebelumnya, Prastuti, telah menyampaikan pentingnya mencari sumber pendanaan lain untuk mendanai sistem pelayanan kesehatan.Jika dibandingkan 30 tahun yang lalu, situasi dunia kini lebih rumit dan isu kesehatan yang berkaitan dengan perubahan iklim meningkatkan potensi perkembangan penyakit yang lebih membutuhkan pendanaan. Pendanaan sistem kesehatan yang inovatif menjadi kunci untuk mencapai UHC.

Prof. Supasit Pannarunothai juga menambahkan bahwa kini merupakan saat bagi para generasi muda untuk memaksimalkan potensi penelitian dan menemukan mekanisme pendanaan baru untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan di dunia. Prof. Dato’ Dr. Syed Mohamed Aljunid menggarisbawahi pentingnya melakukan pemetaan sumber-sumber pendanaan dan peruntukannya dengan berbagai institusi yang terlibat. Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., AAK menanggapi bahwa BPJS Kesehatan telah membagi tugas dengan Kementerian Kesehatan dan institusi terkait lainnya untuk mendefinisikan hal ini.

Sesi ditutup dengan salah satu peserta yang membagikan hasil rangkumannya atas sesi ini dan pemberian kenang-kenangan kepada seluruh narasumber dan moderator.

Reporter:
Sensa Gudya Sauma Syahra dan Alif Indiralarasati (PKMK UGM)

Reportase Opening The 19th Postgraduate Forum on Health System and Policy

Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM bersama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM menyelenggarakan 19th Postgraduate Forum on Health System & Policy pada Selasa (17/5/2025) di Yogyakarta. Postgraduate Forum (PGF) on Health System and Policy merupakan forum kolaborasi akademik tingkat regional yang diinisiasi oleh Universitas Gadjah Mada, Universiti Kebangsaan Malaysia, dan Prince of Songkla University pada 2007. Tema yang diangkat tahun ini yaitu “Policy and Action for Sustainable Healthcare 2030,” PGF diharapkan dapat menjadi platform bagi akademisi, mahasiswa, dan praktisi untuk bertukar gagasan terkait solusi berkelanjutan untuk menghadapi tantangan kesehatan.

Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc, Ph.D,FRSPH selaku Dekan FK-KMK UGM membuka kegiatan dengan menyampaikan bahwa keberlanjutan sistem kesehatan di masa mendatang bergantung pada kebijakan dan keputusan, serta aksi yang kita lakukan saat ini. PGF bukan hanya forum akademik melainkan forum untuk mentransformasi pengetahuan menjadi aksi dan aksi menjadi upaya keberlanjutan guna memperkuat sistem kesehatan dalam rangka transformasi kesehatan. Sistem kesehatan di seluruh dunia saat ini menghadapi berbagai tantangan seperti perubahan iklim, tantangan demografi, kegawatdaruratan, dan pandemi. Untuk mengatasinya, dibutuhkan solusi yang tidak hanya berupa solusi ilmiah, melainkan juga political will, leadership, strategic financing, resiliensi sistem dan adaptability.

dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D. selaku Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia (RI). Prof. Dante menegaskan bahwa pembangunan sistem kesehatan Indonesia kini berfokus pada upaya preventif, sebagaimana tercermin dalam slogan “sedia payung sebelum hujan”. Harapannya sistem kesehatan yang dibangun saat ini mampu melindungi masyarakat di masa mendatang. Perubahan iklim saat ini memberikan dampak besar terhadap sektor kesehatan. Prof. Dante menilai solusi bagi permasalahan sektor kesehatan tidak terbatas pada kesehatan saja, melainkan multi sektoral. Integrasi isu kesehatan ke dalam kebijakan lintas sektor seperti pertanian, infrastruktur, dan pendidikan menjadi sangat penting, terlebih dengan kolaborasi lintas negara. Di saat yang sama, penguatan sistem kesehatan yang berkelanjutan juga terus dilakukan, seperti penguatan laboratorium kesehatan masyarakat dan pemberdayaan puskesmas sebagai pelayanan kesehatan primer. Program cek kesehatan gratis yang dimulai tahun ini juga merupakan upaya preventif untuk menurunkan kasus kegawatdaruratan. Selain pencegahan, percepatan respons terhadap dampak perubahan iklim juga menjadi prioritas dengan didukung tenaga kesehatan cadangan dan peningkatan koordinasi lintas pemerintahan. Sementara itu, transformasi kesehatan yang telah dimulai pemerintah sejak 2022 merupakan pondasi dalam membangun ketahanan sistem. Prof. Dante menutup dengan mengajak semua pihak agar mengambil bagian dari upaya preventif saat ini demi melindungi kelompok rentan, menjaga keberlanjutan generasi mendatang, dan membangun sistem yang tangguh menghadapi tantangan masa mendatang.

Reporter:
Mashita Inayah (PKMK UGM)

 

Reportase The 19th Postgraduate Forum on Health System and Policy

UGM-Yogyakarta. The 19th Postgraduate Forum (PGF) dengan topik Policy and Action for Sustainable Healthcare 2030 diselenggarakan pada 17 dan 18 Juni 2025 di FK-KMK UGM. Tahun ini menjadi kali kesembilan belas forum diadakan. PGF merupakan agenda tahunan yang diinisiasi oleh Indonesia (UGM), Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) dan Prince of Songkla University (Thailand). PGF tahun ini menghadirkan sejumlah narasumber dengan paparan yang menarik diantaranya dari Universiti Kebangsaan Malaysia, BPJS Kesehatan RI, RS Akademik UGM, Kementerian Kesehatan RI, FK-KMK UGM, Erasmus University Rotterdam, Lancet Countdown Sweden, Peking University China, Prince of Songkla University serta World Bank. Selain sesi plenary, PGF kali ini juga menghadirkan sesi Sinergy Hub yang mendorong peserta dari beragam latar belakang mendiskusikan topik tertentu secara mendalam kemudian para peserta dipandu untuk mengidentifikasi tantangan, solusi, dan potensi kemitraan bersama. Reportase:

Opening  Plenary 1    Plenary 2 Plenary 3  Talkshow

Kesempatan Bekerja Sebagai Koordinator Lapangan Penelitian

🚨 We’re Hiring!
PKMK FKKMK UGM bersama Tanoto Foundation membuka kesempatan untuk kamu yang berdomisili di Dumai, Batanghari, atau Paser dan tertarik terlibat dalam penelitian bidang tumbuh kembang anak! 🌱

Kami mencari Koordinator Lapangan (Korlap) untuk bantu fasilitasi pengumpulan data dan aktivitas tim peneliti di lapangan dalam studi “Integrasi Stimulasi Dini Tumbuh Kembang di Layanan Kesehatan”.

🧠 Punya latar belakang kesehatan atau sosial?
🚗 Bisa naik motor dan siap kerja sebulan penuh?
📍 Tinggal di lokasi studi?
Kalau iya, yuk daftar sekarang juga!

📆 Deadline: 15 Juni 2025
🔗 Link: s.id/pendaftarankorlap
Catatan: Kuota terbatas, bisa ditutup lebih awal ya!

Strategi Advokasi RSD Kepada Pemerintah Daerah

PKMK-Yogyakarta. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D., dalam pengantarnya menyampaikan bahwa renstra merupakan dokumen yang berisi peta jalan suatu rumah sakit daerah untuk menuju suatu titik tujuan tertentu yang membutuhkan dukungan dari berbagai pihak baik eksternal maupun internal sehingga diperlukan tahap selanjutnya berupa advokasi, yaitu suatu upaya untuk membela atau mendorong kepentingan. Untuk menyampaikan suatu advokasi yang baik dibutuhkan bahan bahan yang dapat meyakinkan pihak eksternal seperti susunan draft renstra yang matang, visi misi dan tujuan rumah sakit daerah, hingga proyeksi anggaran jangka panjang. Selain itu, isu kelembagaan BLUD juga penting untuk disampaikan dalam proses advokasi rumah sakit daerah kepada pemerintah daerah. Kemampuan komunikasi persuasif merupakan modal utama yang harus dimiliki para direktur rumah sakit untuk menunjang proses advokasi.

Sesi talkshow, Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS. membuka dengan menyampaikan bahwa advokasi adalah suatu bentuk influencing communication, dimana di dalamnya terdapat teknik dalam mempengaruhi mitra untuk membawa rencana dan mimpi rumah sakit daerah kepada para stakeholders. Strategi lobbying yang tepat disertai pendekatan strategis kepada key of person akan sangat membantu keberhasilan suatu proses advokasi.

dr. Gatot Sugiharto, Sp.B., MARS. menyampaikan beberapa framework strategi advokasi rumah sakit daerah terhadap pemda, bahwa advokasi harus dilakukan dengan berbasis data sebagai bekal bahan yang akan disampaikan kepada stakeholder yang meliputi data epidemiologi 10 penyakit terbanyak, data kinerja rumah sakit, serta data analisis biaya terhadap layanan yang akan dibuat. Selain itu kita juga harus menyelaraskan usulan rumah sakit daerah dengan visi misi pemda. Selanjutnya membangun aliansi strategis dengan DPRD, dengan melakukan audiensi proaktif dan menjadwalkan pertemuan khusus untuk membahas update kinerja dan tantangan RSD. Kemudian menyediakan amunisi konsep seperti policy brief yang berbentuk ringkasan eksekutif sebagai bahan tim DPRD dalam menyampaikan ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah. Lalu untuk membangun kepercayaan dan meningkatkan citra rumah sakit, perlu untuk menjadwalkan Hospital Tour atau kunjungan pihak pemda ke rumah sakit daerah. Kemudian dapat mempertimbangkan untuk membawa suatu pandangan bahwa anggaran kesehatan ada sebagai suatu investasi, bukan sebagai biaya, dengan begitu output yang dihasilkan dipandang lebih bernilai positif dan mudah untuk disepakati. Di samping itu, satu hal penting yang cukup berpengaruh adalah perlunya Showcasing inovasi dan prestasi keberhasilan, untuk meyakinkan pemda bahwa anggaran yang diberikan telah digunakan dengan baik dan menghasilkan suatu layanan dan hasil yang nyata dan membanggakan. Terdapat pendekatan komunikasi personal yang menjadi strategi advokasi kepada pemda, yakni dengan mendekat kepada trio kunci yang meliputi Sekretaris Daerah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset daerah (BPKAD). Pastikan usulan program rumah sakit daerah telah diusulkan sejak Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) tingkat OPD, dan mengawalnya ketika dibahas di tingkat kabupaten/kota. Lalu untuk memperkuat posisi, pentingnya untuk membangun koalisi terhadap pemangku kepentingan yang lain dan bekerja sama dengan jurnalis lokal sebagai media partner dalam hal publikasi.

Drs. Syahrudin Hamzah, S.E., M.M menyampaikan bahwa pejabat pemda belum tentu memahami persoalan rumah sakit, terkait apa yang dihadapi, kesulitan anggaran, hingga kebutuhan kekuatan regulasi. Selain trio kunci yang disampaikan oleh dr. Gatot, pihak yang harus didekati adalah pimpinan DPRD untuk memberikan pemahaman terkait kondisi rumah sakit daerah yang diusulkan. Pentingnya menyampaikan visi dan misi RS kepada pemerintah daerah, kemudian poin poin persoalan yang disertai dengan tawaran alternatif beserta resikonya apabila tidak tercapai. Dalam konteks ini, jangan sampai kita membiarkan pihak lain berasumsi tentang rumah sakit kita, kita harus bisa menjelaskan dengan baik maksud, tujuan, dan cita cita kedepan dengan meyakinkan.

Hambatan dalam advokasi, dr. Gatot Sugiharto, Sp.B., MARS memaparkan pentingnya memiliki citra yang dipandang baik oleh pemda untuk lebih meyakinkan gagasan yang diusulkan. Kolaborasi pentahelix, meliputi akademisi, pemda, swasta, media massa, dan kelompok masyarakat, membantu rumah sakit daerah dalam menyebarkan misi kesehatan secara menyeluruh.

Syahrudin menegaskan kendala utama dalam proses advokasi adalah menjadwalkan pertemuan dengan para pejabat dan pimpinan, apalagi jika belum pernah ada pendekatan secara informal. Maka pertemuan secara informal dan personal memainkan peran penting dalam keberhasilan proses advokasi ini. Dalam konteks ini pendekatan personal berlaku sebagai proses memberikan pemahaman dan penyelarasan sudut pandang guna menanamkan sense of belongings kepada pihak pemda untuk RS yang sedang diusulkan.

Sesi terakhir, Ni Luh Putu Eka Andayani, S.KM., M.Kes, memaparkan terkait penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) penyusunan rencana strategis rumah sakit daerah. Prinsip umum penyusunan RTL yaitu bersifat iteratif yaitu melibatkan proses berpikir dan menyusun strategi, bersifat kontekstual yang disesuaikan dengan kelompok RSD pendidikan, 3T, kompetitif tinggi, dan kompetisi menengah, lalu berorientasi komunikasi lintas sektor dengan pandangan bahwa nantinya renstra akan diajukan dan disetujui oleh pemda dan dinkes, dan juga RTL bersifat responsif terhadap kebijakan nasional seperti KRIS, KJSU. Secara umum, penyusunan RTL melalui 4 tahapan yang meliputi finalisasi bab 3 terkait isu strategis, review dan finalisasi bab 4 terkait keputusan strategis, simulasi dan validasi internal, dan strategi advokasi eksternal. Terakhir, Ni Luh Putu Eka Andayani, S.KM., M.Kes memberikan beberapa tips untuk menyusun RTL diantaranya Tips 1 adalah fokus pada penyusunan bab 3 secara penuh, yang merupakan tulang punggung logis untuk Bab 4. Tips 2 adalah menggunakan peta logika (mind mapping) sebagai alat bantu untuk memetakan masalah, isu strategis, respons RSUD, dan kebutuhan dukungan. Tips 3 yaitu membuat halaman “peta dampak strategis” untuk melihat kepentingan para stakeholders kunci terhadap renstra yang kita buat, bagaimana kita dapat memetakan kontribusi renstra terhadap target pemda dan dinkes. Tips 4 yaitu memastikan bahwa renstra menyebut respon RSUD terhadap kebijakan nasional utama, misal KJSU dan KRIS, walau hanya sebatas perencanaan awal. Ni Luh Putu Eka Andayani, S.KM., M.Kes menutup sesi dengan membagikan template bahan audiensi yang dapat digunakan masing masing rumah sakit daerah dalam melakukan advokasi ke pemerintah daerah atau stakeholder yang dituju.

Reporter: Firda Alya (PKMK UGM)

Webinar Forum Leadership Sesi 2: Konflik Makro dalam Sistem Kesehatan – Isu Akses, Harga, dan Keamanan Obat

Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan serta Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan seri kedua rangkaian webinar bertema “Komunikasi, Negosiasi, dan Mediasi dalam Pencegahan dan Penanganan Konflik di Sektor Kesehatan” pada Kamis, 5 Juni 2025. Webinar ini mengangkat topik penting mengenai konflik makro dalam sistem kesehatan, khususnya menyangkut isu akses, harga, dan keamanan obat. Kegiatan ini menghadirkan Dr. Budiono Santoso, Ph.D., pensiunan dosen FK-KMK UGM sekaligus mantan Penanggung Jawab Program Obat dan Teknologi Kesehatan di Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) untuk Kawasan Pasifik Barat.

Dalam paparannya, Dr. Budiono membahas bagaimana komunikasi, negosiasi, dan mediasi memainkan peran krusial dalam menangani perbedaan kepentingan antarnegara dalam isu-isu kebijakan kesehatan. Salah satu contoh nyata adalah pengembangan Strategi Regional WHO untuk Meningkatkan Akses terhadap Obat Esensial di Kawasan Pasifik Barat periode 2005–2010. Proses penyusunan strategi ini melibatkan serangkaian konsultasi, diskusi, dan negosiasi antarnegara anggota WHO yang mencerminkan dinamika geopolitik dan kepentingan industri farmasi. Meskipun sempat ditolak dalam pertemuan regional pada  2003, dokumen ini kemudian direvisi dan disepakati dalam bentuk yang lebih inklusif, dengan beberapa catatan penting seperti keharusan mematuhi aturan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) dan Organisasi Hak Kekayaan Intelektual Dunia (World Intellectual Property Organization/WIPO), serta pelibatan sektor industri dalam pelaksanaannya.

Topik kedua yang disampaikan adalah pengembangan sistem pertukaran informasi harga obat atau Price Information Exchange of Medicines, yang menjadi bagian dari upaya meningkatkan transparansi harga pengadaan obat antarnegara. Inisiatif ini muncul dari kebutuhan untuk menekan harga obat yang tinggi di negara-negara berkembang, namun karena mandat WHO bukan untuk mengendalikan harga secara langsung, maka platform ini hanya difokuskan pada pertukaran informasi harga dan identitas pemasok. Negara-negara anggota kemudian dapat memanfaatkan data tersebut untuk mengevaluasi sistem pengadaan obat mereka masing-masing.

Selanjutnya, dibahas pula inisiatif WHO dalam membangun sistem peringatan dini terhadap peredaran obat palsu dan substandar melalui Rapid Alert System serta promosi praktik etis dalam regulasi dan pengadaan obat. Sistem ini memungkinkan penyebaran informasi lintas negara dalam waktu singkat jika ditemukan indikasi obat berbahaya atau palsu. Program ini berkembang menjadi bagian dari program global WHO dalam tata kelola obat yang baik (Good Governance in Medicines) dan pengendalian produk medis yang substandar, salah label, atau palsu.

Paparan juga menyoroti kasus epidemi gagal ginjal akut yang terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia pada 2022, yang disebabkan oleh kontaminasi zat etilen glikol dan dietilen glikol dalam obat sirup anak-anak. Dr. Budiono menjelaskan bahwa kasus-kasus serupa telah terjadi sejak 1937 di Amerika Serikat dan berulang di berbagai negara akibat lemahnya pengawasan mutu bahan tambahan obat seperti gliserin. Ia menyoroti lambatnya respons pemerintah Indonesia meskipun peringatan sudah diberikan sejak awal 2022 oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hingga November 2022, tercatat 325 kasus gagal ginjal akut dengan 178 kematian anak, tersebar di berbagai provinsi. Menurutnya, jika sistem pengawasan dan komunikasi antarinstansi berjalan lebih efektif, tragedi ini seharusnya bisa dicegah lebih awal, seperti yang dilakukan negara-negara anggota WHO Kawasan Pasifik Barat yang mampu menarik produk terkontaminasi dalam waktu 24 hingga 72 jam.

Sebagai penutup, Dr. Budiono menekankan pentingnya komunikasi yang tidak emosional serta kesabaran dan ketangguhan dalam menjalankan proses negosiasi dan mediasi di tingkat nasional maupun internasional. Pihaknya mengingatkan bahwa perbedaan kepentingan antarnegara merupakan hal yang wajar, namun harus dikelola dengan bijak agar tidak mengorbankan kepentingan masyarakat dan bangsa. Webinar ini memberikan wawasan berharga tentang tantangan dan strategi dalam menghadapi konflik kebijakan kesehatan lintas negara dan memperkuat kapasitas peserta dalam mengelola konflik makro di sektor kesehatan.

Reporter: dr. Ichlasul Amalia (Departemen KMK, FK-KMK UGM)

Talkshow “Waspada Antraks Menjelang Idul Adha”

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM menyelenggarakan talkshow daring mengenai Waspada Antraks Menjelang Idul Adha. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan tenaga kesehatan serta masyarakat umum terhadap penyakit antraks sebagai penyakit Zoonosis yang berisiko muncul menjelang pelaksanaan ibadah kurban pada Hari Raya Idul Adha.

Pada pembukaan, Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS selaku Ketua PKMK FK-KMK UGM menyampaikan pelaksanaan kegiatan ini sebagai media untuk sharing dan memunculkan ide dan masukan untuk mengenali dan mencegah penyebaran antraks serta untuk meningkatkan kewaspadaan dan kolaborasi antara masyarakat dan tenaga kesehatan agar bisa bersatu dan bersama-sama mengelola penyakit antraks jika terjadi di lapangan.

Prof. Dr. Ririh Yudhastuti, drh., M.Sc menyampaikan paparan materi pertama mengenai zoonosis yang ditularkan oleh binatang. Penularan bisa terjadi dari hewan liar, hewan domestik, maupun hewan di kebun binatang dengan cara kontak langsung maupun kontak tidak langsung melalui media yang terkontaminasi. Terdapat peningkatan risiko penyakit Zoonosis pada saat Idul Adha, pasalnya banyak anggota masyarakat yang bersentuhan langsung dengan hewan kurban bila tanpa perlindungan yang memadai. Sejalan dengan hal tersebut, terdapat  beberapa penyakit Zoonosis yang dapat ditemui selama Idul Adha seperti Antraks, Salmonellosis, Toxoplasmosis, serta Leptospirosis. Selain itu, terdapat pula Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang bukan merupakan zoonosis, namun dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi.

Selanjutnya, Prof. Dr. dr. Hardyanto Soebono, Sp.D.V.E, Subsp.D.T menyampaikan bahwa mayoritas penyakit antraks menyerang kulit manusia. Transmisi antraks dapat melalui kulit, inhalasi menghirup spora, maupun gastrointestinal mengkonsumsi daging yang terkontaminasi. Secara epidemiologi, Indonesia merupakan wilayah endemik yang artinya akan selalu ada, namun jumlahnya tidak banyak. Hingga saat ini, penularan antraks belum ditemukan dari manusia ke manusia, karena termasuk Zoonosis. Kemudian, untuk prosedur pencegahannya dengan pelaporan dan respon cepat, tidak memerlukan perawatan isolasi karena tidak ada transmisi antar manusia, serta diperlukan vaksin bagi kelompok yang rentan.

drh. Hendra Wibawa, M.Si, Ph.D menyatakan bahwa di Indonesia status bebas antraks hanya ada di Provinsi Papua. Antraks menjadi urutan ketiga penyakit Zoonosis yang memerlukan perhatian dari pemerintah Indonesia. Karena penularannya melalui spora, sehingga perlu mewaspadai daerah-daerah endemik dengan kasus berulang. Faktor risiko penularannya yakni lalu lintas ternak, lalu lintas orang atau benda terkontaminasi,  serta kurangnya pengetahuan yang berdampak pada terlambatnya penanganan. Strategi pengendaliannya dapat dilakukan melalui vaksinasi area endemik, kontrol, lalu lintas, dan tindakan disposal pada hewan terinfeksi. Pada daerah di area tertular antraks, dilarang dilakukan pembedahan pada hewan yang tertular serta bangkai harus dibakar habis dan dikubur pada kedalaman 2-3 meter. Selanjutnya dilakukan vaksinasi pada zona merah dengan cakupan 100%. Hendra juga menyampaikan terkait prinsip pengendalian Zoonosis serta pendekatan surveilans Zoonosis.

Diperlukan kesadaran dan upaya dari berbagai pihak untuk mewujudkan Idul Adha yang aman dan terbebas dari penyakit Zoonosis termasuk Antraks, salah satunya dengan memilih hewan ternak yang sehat serta memastikan daging kurban aman untuk dikonsumsi. Selain itu, masyarakat juga perlu untuk memperhatikan cara pengolahan daging yang aman.

Rekaman talkshow selengkapnya dapat disimak melalui: https://pkmk.site/TalkshowWaspadaAntraks2805

Reporter: Latifah A (Divisi Diklat, PKMK UGM)

Sharing Session Pelayanan Wellness dan Kesehatan dalam Sebuah Resort Kasus: Komune Wellness, di Kuala Lumpur

Elemen-elemen kesehatan dan wellness untuk gaya hidup sehat secara holistik dapat didukung oleh satu ekosistem wellness di dalam sebuah resort.  Salah satu contoh yang dapat dilihat adalah di Komune Living & Wellness, Kuala Lumpur.    Lebih dari sekadar hotel, Komune Living & Wellness merupakan tempat berkonsep co-living dengan berbagai fasilitas dan ruang komunitas, serta wellness hub untuk pelayanan kesehatan dan wellness. 

 Materi Video

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. memaparkan secara langsung dari Komune Living & Wellness, Kuala Lumpur tentang berbagai layanan yang disediakan di Komune Living & Wellness sebagai sebuah resort dan menyediakan layanan kesehatan, meliputi klinik pemeriksaan medik, klinik gigi,  fisioterapi, traditional Chinese medicine, pijat tradisional, spa medik, postpartum care, serta baby and child care.  Pelayanan untuk lansia juga disediakan, meliputi hunian bagi lansia independen maupun yang butuh pendampingan disertai program daycare.  Berbagai aktivitas berkomunitas juga tersedia bagi umum, seperti latihan kebugaran, berkebun, klub buku, kelas memasak, terapi musik, belajar fotografi untuk lansia, mengunjungi museum, dan lainnya.  Model bisnisnya adalah bekerja sama dengan berbagai tenant yang ahli di bidang kesehatan, seperti UMH Medical Clinic, DBC Asia Healthcare SDN BHD yang menyediakan layanan rehabilitasi medik.

Pembelajaran yang dapat diambil diantaranya konsep dan proses bisnis Komune Living & Wellness dapat diadopsi sebagai inovasi untuk pasar out of pocket dan inovasi ini akan membuka peluang kerjasama antar klinik, wellness center, fitness center, hotel, apartment, salon, restoran, mini market, penyedia layanan rekreasi, dan lainnya.  Bagaimana di Indonesia?

Model bisnis yang dapat dikembangkan menggunakan struktur hotel dan resort dengan ijin pariwisata dan klinik dengan ijin klinik pratama atau utama.  Menjadi pertanyaan pemantik, apakah ada resort dan hotel yang memang akan fokus pada wellness dan pelayanan kesehatan?  Apakah ada klinik-klinik kesehatan yang berjiwa wirausaha untuk menyewa tempat di resort untuk berusaha?  Disini, perlu mengacu pada konsep wirausaha di sektor kesehatan, yang motifnya ingin berprestasi tinggi, berani mengambil resiko, inovatif, kreatif, dan percaya diri.  Salah satu hal penting lainnya adalah melihat dan merespon kebutuhan konsumen sebagai peluang pasar.

Sesi diskusi berlangsung menarik dengan pembahasan bahwa harus ada yang berani memulai dengan semangat wirausaha.  Dukungan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk mengembangkan medical wellness di wilayahnya, seperti contoh di Kota Magelang yang sudah memulai berbagai kegiatan olahraga dan wellness dengan upaya promosi dan berani mengambil resiko.  Mengembangkan medical wellness juga perlu melihat pangsa pasar dan bagaimana menarik masyarakat Indonesia khususnya kelas menengah atas untuk menikmati wellness.  Jadi, selain dukungan pemda, edukasi ke masyarakat juga sangat dibutuhkan.  Berbagai produk medical wellness dapat dikembangkan dari pengobatan konvensional namun tidak meninggalkan pengobatan tradisional Indonesia.  Kesemuanya itu tentunya membutuhkan promosi yang berkelanjutan dengan semangat wirausaha untuk mengambil peluang pasar.  (Elisabeth Listyani)

Reportase | Workshop Unit Cost Rumah Sakit “Pemanfaatan Informasi Unit Cost Rumah Sakit untuk Mendukung Transformasi Pelayanan Rujukan dan Peningkatan Kualitas Layanan Kesehatan”

Workshop ini dilaksanakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM bekerja sama dengan Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada). Kegiatan ini dilaksanakan selama 3 hari di Hotel Grand Mercure Setiabudi Bandung dan diikuti 40 peserta yang berasal dari rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta dengan latar belakang ekonomi dan medis. Workshop ini dibuka oleh Ni Luh Putu Eka Andayani, SKM., M.Kes. selaku Kepala Divisi Manajemen Rumah Sakit Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM. Putu menyampaikan bahwa workshop ini ditujukan kepada tim keuangan rumah sakit, dengan harapan bahwa peserta tidak hanya memahami materi secara konseptual namun juga dapat memanfaatkan informasi secara keseluruhan sebagai pengambilan keputusan.

Hari pertama Workshop peserta mendapatkan materi dari Yos Hendra, SE., MM., Ak.,CA., M.Ec.Dev. tentang pentingnya Unit Cost dalam pengelolaan keuangan rumah sakit daerah, yang meliputi situasi terkini lingkungan rumah sakit daerah di Indonesia, memahami konsep dan definisi unit cost, manfaat unit cost dalam pengelolaan rumah sakit, serta tantangan umum dalam perhitungan unit cost. Yos juga menyampaikan terkait pengantar akuntansi manajemen dan Unit Cost rumah sakit.

Hari kedua materi disampaikan oleh Barkah Wahyu, SE., Ak mengenai Collecting Data menggunakan template Unit Cost. Kebutuhan data pada rumah sakit dibagi menjadi dua, yaitu data primer yang bisa didapatkan melalui wawancara langsung pada tiap unit di rumah sakit, dan data sekunder yang diperoleh melalui data yang dimiliki bagian atau unit.

Barkah memandu para peserta dalam menyusun data anggaran terkait bahan medis habis pakai (BMHP). Peserta menerima materi sebagai bekal untuk simulasi pengumpulan data yang juga meliputi penjelasan detail mengenai tahapan-tahapan yang harus diikuti. Kelengkapan dan ketersediaan data rumah sakit sangat menentukan keakuratan hasil serta efisiensi proses pengumpulan data.

Sesi berikutnya, Husniawan Prasetyo SE. menyampaikan materi tentang simulasi pengumpulan (collecting) data dan analisis unit cost. Kegiatan ini melibatkan penggunaan Microsoft Excel, di mana peserta secara aktif mengikuti setiap langkah yang diberikan. Sesi ini diawali dengan pengisian data ke dalam template yang telah diberikan, mencakup pengelompokan biaya berdasarkan jenis dan unitnya. Setelah data terkumpul, tahap berikutnya adalah menganalisis dan menghitung unit cost untuk setiap layanan di tiap unit. Selama sesi simulasi berlangsung, peserta menunjukkan antusiasme tinggi dengan mengajukan beberapa pertanyaan sembari menyelesaikan seluruh proses hingga memperoleh hasil perhitungan unit cost layanan.

Hari ketiga, Husniawan Prasetyo, SE. memandu simulasi terkait penyusunan tarif berdasarkan unit cost serta pemanfaatannya sebagai alat untuk efisiensi biaya. Husniawan menjelaskan bahwa setelah unit cost berhasil dihitung, data tersebut dapat menjadi acuan penting bagi manajemen rumah sakit dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks ini, unit cost tidak hanya digunakan sebagai dasar penentuan tarif, tetapi juga dibandingkan dengan tarif INA-CBG’s berdasarkan hasil perhitungan roll-up unit cost. Dengan demikian, rumah sakit dapat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tarif yang berlaku maupun biaya layanan bagi pasien JKN.

Reporter: Firda Alya (PKMK UGM)