Pandemi COVID-19 menyadarkan kita akan pentingnya resiliensi sektor kesehatan. Transformasi sistem kesehatan dilakukan untuk memperbaiki permasalahan kesehatan sehingga meningkatkan kapasitas dan resiliensi sistem kesehatan. Salah satu pilar pendukung transformasi adalah pilar transformasi sistem ketahanan kesehatan terdiri dari meningkatkan ketahanan sektor farmasi dan alat kesehatan serta memperkuat ketahanan tanggap darurat dengan program prioritas untuk meningkatkan ketahanan sektor farmasi dan alat kesehatan adalah riset dan uji klinik bahan baku obat, obat, dan obat tradisional produksi dalam negeri dan produksi fitofarmaka dalam negeri.
Kementerian Kesehatan melakukan upaya untuk meningkatkan resiliensi sektor kefarmasian dalam rangka transformasi sistem ketahanan kesehatan. Terdapat 4 pilar sediaan farmasi yang didorong untuk ditingkatkan produksinya di tanah air, yaitu active pharmaceutical ingredients (API) kimia, vaksin, biopharmaceuticals, dan fitofarmaka. Fitofarmaka merupakan produk berbasis bahan alam yang telah teruji klinis dan bahan baku yang digunakan maupun produk yang dihasilkan sudah terstandarisasi.
Kementerian Kesehatan bersama stakeholder terkait telah menyusun suatu acuan dalam bentuk formularium. Formularium fitofarmaka yang telah disusun memuat 5 item fitofarmaka dengan komposisi generik yang sama (jumlah yang telah mendapatkan izin edar adalah 24 Fitofarmaka dari 6 terapeutik area (immunomodulator, tukak lambung, antidiabetes, antihipertensi, pelancar sirkulasi darah, dan meningkatkan kadar albumin).
Unduh Buku Formularium Fitofarmaka pada laman berikut
Lansia merupakan salah satu populasi yang rentan di masa pandemi COVID-19. Hal ini bisa dilihat dari tingginya kasus COVID-19 pada Lansia. Lansia juga mengalami kerentanan dalam hal akses komunikasi, informasi, dan edukasi terkait vaksin COVID-19. Dalam skala nasional, masih terjadi kesenjangan dari cakupan vaksinasi pada kelompok lansia di seluruh provinsi di Indonesia. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK – KMK UGM bekerja sama dengan Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) mengadakan webinar dengan tajuk Pembelajaran dari Praktik Penyelenggaraan Vaksinasi COVID-19 Bagi Lansia. Webinar ini diselenggarakan untuk menyambut Hari Lanjut Usia Nasional pada 29 Mei nanti, dan dimoderatori oleh Mentari Widiastuti.
Acara dibuka oleh Shita Listyadewi, Kepala Divisi Kebijakan Kesehatan Masyarakat PKMK FK – KMK UGM. Shita menyampaikan tema webinar kali ini terinspirasi dari penelitian yang dilakukan oleh PKMK FK – KMK UGM dengan AIHSP untuk mengetahui penerimaan dan aksesibilitas dari vaksin COVID-19 di kelompok rentan, termasuk pada kelompok lansia. Shita mengungkapkan bahwa serial webinar bulanan ini, merupakan komitmen dari PKMK untuk bisa memperluas pengetahuan yang didapat dari hasil penelitian ke pemangku kepentingan, dan masyarakat umum.
Paparan pertama oleh Ns. Hasan Rahim, Skep. MARS dari Dinas Kesehatan Kabupaten Maros, tentang pelaksanaan percepatan vaksinasi COVID-19 kelompok lansia di Maros. Hasan mengakui bahwa capaian vaksinasi lansia di Maros, baik itu dosis pertama maupun dosis kedua, masih di bawah rata – rata provinsi Sulawesi Selatan. Beberapa permasalahan dalam pelaksanan vaksinasi adalah pertama masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap manfaat vaksinasi COVID-19. Hal ini juga terkait dengan beredarnya hoax terkait vaksin COVID-19. Selain itu, kecenderungan masyarakat yang memilih jenis vaksin dengan merk tertentu yang terbatas jumlahnya. Masalah penyimpanan vaksin juga masih menjadi kendala di daerah. Adapun strategi percepatan yang telah dilakukan adalah sweeping vaksinasi dari rumah ke rumah untuk kelompok lansia, mewajibkan pegawai negeri sipil dan pemimpin komunitas untuk membawa sasaran vaksinasi, bekerja sama dnegan dinas sosial, mengadakan vaksinasi terpusat, dan juga sosialisasi melalui berbagai media.
Paparan selanjutnya oleh Dwidjo Susilo, SE, MBA, MPH, peneliti PKMK yang memberikan temuan hasil riset mengenai penerimaan vaksin COVID-19 di kalangan lansia. Secara umum, terdapat penerimaan yang positif terhadap vaksin COVID-19 di kalangan lansia, walaupun ada lansia yang masih menolak divaksin atau merasa ragu dengan vaksin COVID-19 kendati sudah divaksin. Dwijo menekankan hal – hal yang mendorong keputusan lansia untuk menerima vaksin COVID-19, antara lain: persepsi tentang pentingnya kartu/sertifikat vaksin sebagai syarat administrasi perjalanan, layanan publik, dan bantuan social, pemahaman akan kegunaan vaksin, persepsi tentang keamanan vaksin COVID-19, dan keyakinan bahwa masyarakat perlu berpartisipasi dalam program COVID-19 sebagai wujud dukungan pada program pemerintah. Sedangkan hal – hal yang mendorong lansia menunda atau menolak vaksin COVID-19 adalah kurangnya pemahaman akan penyakit COVID-19 dan kegunaan vaksin COVID-19, ketakutan akan vaksin COVID-19 karena mendengar bahwa vaksin menyebabkan kematian atau kesakitan dan merasa memiliki penyakit penyerta.
Setelah kedua narasumber memaparkan, dr. Yulianto S. Kurniawan, Sp.A dari AIHSP membahas terkait tantangan terkait komunikasi risiko COVID-19 dan vaksinasi COVID-19 bagi lansia dan pendamping. Yulianto menekankan bahwa sasaran lansia memiliki kebutuhan yang berbeda, baik itu di kategori usia 60, 70, atau 80 tahun ke atas. Hal ini disebabkan karena penurunan kondisi fisik, seperti penglihatan dan pendengaran, maupun penurunan kemampuan kognisi. Sehingga kebutuhan materi komunikasi risiko haruslah disesuaikan dengan kebutuhan lansia tersebut. Berdasarkan hasil penelitian PKMK dan AIHSP, rekomendasi pengembangan dan pelaksanaan komunikasi risiko terkait vaksin COVID-19 untuk lansia adalah harus bisa menjawab persepsi tentang keparahan COVID-19, menekankan manfaat vaksin untuk diri sendiri, keluarga, dan orang lain, serta kerentanan lansia terhadap COVID-19.
Selanjutnya Mulyanta, A.KS dari Dinas Sosial DI. Yogyakarta menyampaikan terkait peran organisasi pemerhati lansia dalam memberikan informasi terkait vaksin COVID-19. Hanya saja layanan lansia seperti kunjungan, terapi, dan bimbingan sempat terhenti karena lansia menjadi kelompok rentan terinfeksi. Mulyanta menekankan bahwa informasi layanan vaksin COVID-19 untuk lansia harus dipahami juga oleh keluarga dan pendamping lansia. Selain itu telah dilakukan pemanfaatan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) Lansia di setiap wilayah di Yogyakarta bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota sampai ke pihak kelurahan/desa untuk melakukan pendampingan kepada lansia agar mendapatkan layanan vaksin COVID-19. Acara selanjutnya adalah tanya jawab dari peserta webinar kepada para pembicara. Kemudian moderator menutup webinar ini dengan harapan bahwa kegiatan ini dapat memberikan inspirasi mengenai strategi komunikasi demi memeratakan vaksinasi COVID-19 di kalangan lansia.
Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah menerbitkan surat edaran kewaspadaan terhadap penyakit cacar monyet (monkeypox). Ada sejumlah imbauan yang harus dilakukan untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Pelajari selengkapnya pada laman berikut
Monkeypox adalah penyakit virus zoonosis (virus ditularkan dari hewan ke manusia) yang dapat sembuh sendiri. Penyakit itu disebabkan oleh virus monkeypox (anggota genus Orthopoxvirus dalam keluarga Poxviridae) yang umumnya terjadi di Afrika Tengah dan Afrika Barat. Penyakit ini dapat bersifat ringan dengan gejala yang berlangsung 2 – 4 minggu, namun bisa berkembang menjadi berat dan bahkan kematian (tingkat kematian 3 – 6 %).
Sejak tanggal 13 Mei 2022, WHO telah menerima laporan kasus-kasus monkeypox yang berasal dari negara non endemis, dan saat ini telah meluas ke 3 regional WHO yaitu regional Eropa, Amerika dan Western Pacific. Negara non endemis yang telah melaporkan kasus berdasarkan laporan WHO per tanggal 21 Mei 2022 meliputi Australia, Belgia, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, Inggris dan Amerika. Sejumlah negara endemis monkeypox antara lain Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Ghana (hanya diidentifikasi pada hewan), Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan Sierra Leone. Di luar negara itu menjadi negara non endemis.
Beberapa definisi kasus yang telah ditetapkan Kemenkes antara lain suspek, probable, konfirmasi, discarded, dan kontak erat.
Suspek merupakan orang dengan ruam akut (papula, vesikel dan/atau pustula) yang tidak bisa dijelaskan pada negara non endemis. Orang dalam kategori suspek memiliki satu atau lebih gejala seperti sakit kepala, demam akut di atas 38,5 derajat Celsius, Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening), nyeri otot/Myalgia, Sakit punggung, dan asthenia (kelemahan tubuh).
Probable merupakan seseorang yang memenuhi kriteria suspek dengan kriteria antara lain :
a. Memiliki hubungan epidemiologis (paparan tatap muka, termasuk petugas kesehatan tanpa APD); kontak fisik langsung dengan kulit atau lesi kulit, termasuk kontak seksual; atau kontak dengan benda yang terkontaminasi seperti pakaian, tempat tidur atau peralatan pada kasus probable atau konfirmasi pada 21 hari sebelum timbulnya gejala.
b. Riwayat perjalanan ke negara endemis Monkeypox pada 21 hari sebelum timbulnya gejala.
c. Hasil uji serologis orthopoxvirus menunjukkan positif namun tidak mempunyai riwayat vaksinasi smallpox ataupun infeksi orthopoxvirus.
d. Dirawat di rumah sakit karena penyakitnya.
Konfirmasi adalah Kasus suspek dan probable yang dinyatakan positif terinfeksi virus Monkeypox yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium real-time polymerase chain reaction (PCR) dan/atau sekuensing.
Discarded merupakan kasus suspek atau probable dengan hasil negatif PCR dan/atau sekuensing Monkeypox.
Kontak Erat adalah orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probabel atau kasus terkonfirmasi monkeypox (sejak mulai gejala sampai dengan keropeng mengelupas/hilang) dan memenuhi salah satu kriteria berikut:
a. Kontak tatap muka (termasuk tenaga kesehatan tanpa menggunakan APD yang sesuai).
b. Kontak fisik langsung termasuk kontak seksual.
c. Kontak dengan barang yang terkontaminasi seperti pakaian, tempat tidur.
Sebuah platform daring yang dijalankan oleh Kelompok Evidence Aid memberikan informasi berupa ringkasan dari tinjauan sistematis tentang penelitian dan intervensi berbasis bukti untuk pencegahan dan pengobatan penyakit virus corona (COVID-19) dalam bahasa yang sederhana. Platform ini bertujuan untuk menyediakan rangkuman bukti penelitian bagi para pembuat kebijakan tentang bagaimana mempersiapkan dan menanggapi keadaan darurat.
Evidence Aid adalah sebuah tim sukarelawan internasional yang memiliki berbagai latar belakang, seperti pakar ilmu kedokteran, pakar teknologi informasi, praktisi pelayanan kesehatan dan peneliti akademis, termasuk profesor dari berbagai disiplin ilmu yang terlibat dalam penyulingan tinjauan sistematis ke dalam ringkasan dengan bahasa awam. Hingga saat ini, mereka telah meninjau lebih dari 900 tinjauan sistematis yang menghasilkan lebih dari 580 ringkasan.
Kumpulan ringkasan tinjauan sistematis berkualitas tinggi ini dapat membantu analis kebijakan dan pengambil keputusan di sektor kesehatan untuk mengakses bukti terbaru tentang apa yang berhasil dan apa yang mungkin tidak berhasil dalam respons global terhadap COVID-19. Ringkasan tersedia dalam delapan bahasa: Arab, Cina, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Portugis, dan Spanyol.
Simak berbagai ringkasan tersebut pada laman berikut KLIK DISINI
Pemerintah mulai melonggarkan aturan pembatasan terkait pencegahan pandemi Covid-19 dengan memperbolehkan masyarakat untuk tidak memakai masker di ruang terbuka. Hal tersebut merupakan langkah awal memulai transisi dari pandemi ke endemi sesuai dengan kebijakan yang diumumkan oleh Presiden RI Joko Widodo. Salah satu hal terpenting untuk mencapai tahapan tersebut adalah pemahaman masyarakat terkait perilaku hidup sehat yang merupakan tanggung jawab masing-masing individu.
Berikut pernyataan dari Presiden RI yang dikutip dari website Sekretariat Kabinet Republik Indonesia
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian,
Dengan memperhatikan kondisi saat ini di mana penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia yang semakin terkendali, maka perlu saya menyampaikan beberapa hal.
Yang pertama, pemerintah memutuskan untuk melonggarkan kebijakan pemakaian masker. Jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka yang tidak padat orang, maka diperbolehkan untuk tidak menggunakan masker. Namun, untuk kegiatan di ruangan tertutup dan transportasi publik tetap harus menggunakan masker.
Bagi masyarakat yang masuk kategori rentan, lansia atau memiliki penyakit komorbid, maka saya tetap menyarankan untuk menggunakan masker saat beraktivitas. Demikian juga bagi masyarakat yang mengalami gejala batuk dan pilek, maka tetap harus menggunakan masker ketika melakukan aktivitas.
Yang kedua, bagi pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri yang sudah mendapatkan dosis vaksinasi lengkap, maka sudah tidak perlu lagi untuk melakukan tes swab PCR maupun antigen.
Demikian yang bisa saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) menerbitkan laporan baru berjudul “How the marketing of formula milk influences our decisions on infant feeding”. Penelitian yang dilaksanakan pada banyak negara ini berusaha mengetahui dampak pemasaran susu formula dalam mempengaruhi pemberian makan bayi dan anak.
Penelitian ini menyoroti upaya pemasaran susu formula yang didukung oleh dana yang besar telah mendorong konsumsi susu formula yang berlebih dan menurunkan kepercayaan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Banyak penelitian telah menunjukkan manfaat ASI untuk tumbuh kembang bayi, pencegahan infeksi, maupun efek positif bagi perkembangan otak. Aktivitas menyusui juga dapat membangun ikatan emosional antara ibu dan bayi.
Susu formula memiliki tempat bagi para ibu yang tidak dapat memberikan ASI untuk bayinya. Namun, konsekuensi dari konsumsi susu formula sangat signifikan untuk seorang bayi. Susu formula dapat berdampak negatif bagi tumbuh kembang bayi. Selain itu, biaya yang diperlukan untuk membeli susu formula cukup besar untuk keluarga yang tidak mampu. Hal ini diamplifikasi dengan praktek pemasaran dan media digital yang turut mendorong penggunaan susu formula oleh para orang tua.
Penelitian ini dilaksanakan di delapan negara yaitu Bangladesh, China, Mexico, Maroko, Nigeria, Afrika Selatan, Vietnam, Irlandia Utara, dan United Kingdom of Great Britain. Enam hasil utama dari penelitian ini adalah:
Pemasaran susu formula bersifat personal, kuat dalam mempengaruhi, dan mudah menyebar.
Perusahaan susu formula menggunakan taktik pemasaran manipulative yang mengeksploitasi harapan dan kecemasan orang tua.
Perusahaan susu formula mendistorsi ilmu pengetahuan untuk melegitimasi klaim dari produk-produk mereka.
Industri secara sistematis mentarget tenaga kesehatan untuk mendorong mereka mempromosikan produk susu formula
Pemasaran susu formula merusak kepercayaan diri orang tua dalam menyusui dan memberikan ASI eksklusif
Perlawanan terhadap praktek pemasaran yang tidak etis memerlukan upaya komprehensif lintas sektor dan melibatkan masyarakat.
Sejak ditetapkannya Renstra Kementerian Kesehatan pada 2020, telah terjadi disrupsi besar – besaran dalam kehidupan manusia bahkan pada skala global karena adanya pandemi COVID-19. Wabah COVID-19 yang kemudian diperkirakan akan menjadi endemik, memaksa pemerintah di seluruh dunia untuk menyesuaikan kebijakan sekaligus membangun konsep untuk perubahan cara hidup masyarakat. Renstra Kementerian Kesehatan merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif memuat program-program pembangunan kesehatan yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja) Kementerian Kesehatan.
Penyusunan Renstra Kementerian Kesehatan dilaksanakan melalui pendekatan ilmiah (teknokratik), politik, partisipatif, atas-bawah (top-down), dan bawah-atas (bottom-up) yang meliputi proses: (1) teknokratik, (2) politik, dan (3) penetapan Renstra. Ketiganya akan menghasilkan dokumen: (1) Rancangan Teknokratik, (2) Rancangan Renstra, dan (3) Dokumen Renstra yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri. Melalui ketiga proses tersebut, maka penyusunan Renstra Kementerian Kesehatan menggunakan pendekatan teknokratik, mengacu pada RPJMN, serta akan mempertimbangkan pembagian tugas dengan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga lain terkait. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 13 tahun 2022 ini berlaku sejak 22 April 2022 atau sejak diundangkan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 15 April 2022 mempublikasikan laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya di Inggris Raya dan Irlandia Utara. Perkembangan kasus pada 21 April 2022 mencapai setidaknya 169 kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya dilaporkan dari 11 negara di Benua Eropa dan satu negara di Benua Amerika. Kasus telah dilaporkan dari Inggris Raya (114), Spanyol (13), Israel (12), Amerika Serikat (9), Denmark (6), Irlandia (< 5), Belanda (4), Italia (4), Norwegia (2), Prancis (2), Rumania (1), dan Belgia (1).
Penderita hepatitis akut ini adalah anak-anak berusia 1 bulan sampai dengan 16 tahun. Tujuh belas anak di antaranya (10%) memerlukan transplantasi hati, dan 1 kasus dilaporkan meninggal. Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah). Tidak ditemukan adanya gejala demam pada sebagian besar kasus.
Penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui. Pemeriksaan laboratorium telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E tidak terdeteksi sebagai penyebab dari penyakit tersebut. Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus yang setelah dilakukan tes molekuler dan teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus. Adenovirus merupakan salah satu patogen yang dicurigai sebagai penyebab penyakit ini, namun Adenovirus tipe 41 biasanya muncul dengan gejala diare, muntah, demam, dan sering disertai dengan gejala pernapasan. Meskipun ada laporan kasus hepatitis pada anak dengan gangguan sistem imun yang terinfeksi adenovirus, adenovirus tipe 41 tidak dikenal sebagai penyebab hepatitis pada anak yang sehat.
WHO merekomendasikan pengujian darah, urin, tinja, dan sampel pernapasan, serta sampel biopsi hati (bila tersedia) dengan pemeriksaan sequencing lebih lanjut untuk mengetahui karakterisasi virus. Penyebab infeksi dan non-infeksi lainnya perlu diselidiki secara menyeluruh.
Definisi operasional Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute hepatitis of unknown aetiology) berdasarkan WHO (23 April 2022), yaitu:
Konfirmasi: Untuk saat ini belum diketahui
Probable: Seseorang dengan hepatitis akut (virus non-hepatitis A, B, C, D, E) dengan AST atau ALT lebih dari 500 IU/L, berusia kurang dari 16 tahun, (sejak 1 Januari 2022).
Epi-linked: Seseorang dengan hepatitis akut (virus non-hepatitis A, B, C, D, E) dari segala usia yang memiliki hubungan epidemiologis dengan kasus yang dikonfirmasi sejak 1 Januari 2022.
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM bekerjasama dengan Center for Disease Control (CDC) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menginisiasi Program INSPIRASI (Improving Quality of Disease Preparedness, Surveillance and Response in Indonesia), dimana salah satu kegiatannya adalah penelitian ‘Effectiveness of COVID-19 vaccine booster in Indonesia’ yang bertujuan untuk menguji efektivitas vaksin COVID-19 dosis ketiga pada masyarakat umum di Indonesia.
PKMK FK-KMK UGM akan melakukan rekrutmen asisten peneliti (Research Assistant) pada penelitian tersebut dengan kualifikasi sebagai berikut:
Dokter umum (dr.) / S2 bidang kesehatan / S1 bidang kesehatan dengan pengalaman penelitian min. 2 tahun
Tertarik dalam penelitian terkait vaksin COVID-19
Minimal sudah menerima vaksin COVID-19 dosis kedua
Bersedia full time minimal 12 bulan dan memenuhi segala ketentuan yang ditetapkan
Bersedia bekerja dengan mobilitas tinggi
Aktif dan memiliki inisiatif yang tinggi
Dapat menggunakan MS. Word, Excel, Power Point, dan Zoom
Tinggal di wilayah Yogyakarta
Deadline 15 April 2022
Kirimkan surat lamaran ke vaccinestudy.ugm@gmail.com dengan subyek ‘Aplikasi Research Assistant‘. Lampirkan dokumen pelengkap CV, salinan ijazah dan transkrip nilai.
World Health Organization telah mempublikasikan draft dokumen studi observasional efektivitas vaksin COVID-19. Dokumen ini berusaha merangkum dan memberikan gambaran umum tentang berbagai studi observasional yang sedang dilakukan untuk menilai efektivitas vaksin COVID-19. Berbagai informasi disajikan dalam bentuk tabel agar memudahkan pencarian seperti judul penelitian, desain penelitian, besaran sampel, populasi penelitian, hasil utama yang diukur, dan lokasi penelitian. Dokumen ini masih berupa draft karena sedang dalam proses untuk pembaharuan dengan penelitian terbaru. Data yang masuk dalam dokumen ini mencakup periode Januari hingga Juni 2021. WHO mempersiapkan dokumen ini sebagai bentuk diseminasi informasi mengenai pandemi COVID-19.
Pelajari dokumennya melalui link berikut KLIK DISINI