Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan UPT Perpustakaan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menggelar Sarasehan Pustaka dengan tema Pelayanan Publik dan Pemberantasan Korupsi pada 25 September 2020. Survei penilaian integritas KPK tahun 2019 menilai pelayanan publik sebagai salah satu sektor yang rentan pada terjadinya tindak pidana korupsi. Sarasehan ini digelar untuk mendiseminasikan pengetahuan tersebut sekaligus sebagai sarana promosi kegiatan penulisan jurnal Integritas yang digagas oleh KPK.
Acara ini dibuka oleh Dr. Aminuddin Prahatama, M.Pd selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik ULM. ULM sejak 2017 telah ditetapkan sebagai zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi. Pada 2018, Perpustakaan ULM meluncurkan KPK Corner untuk lebih mengedukasi para mahasiswa. Kegiatan sarasehan pustaka pada 2020 sangat relevan dengan beberapa persoalan bangsa. Diskusi diharapkan bisa memberikan gambaran rambu – rambu yang jelas dalam pelayanan publik dan pencegahan korupsi.
Sesi pertama dibuka dengan presentasi materi dari Cucu Supriatna, Kepala Kanwil DJP Kalselteng. Cucu menyampaikan bahwa Direktorat Jenderal Pajak secara nasional memiliki beban menghimpun penerimaan negara sebesar 1198 trilyun rupiah. Kanwil Kalselteng bertanggung jawab pada dua wilayah kerja yaitu provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kondisi geografis dua provinsi ini didominasi oleh hutan, perkebunan, dan pertambangan. Tantangan yang dihadapi antara lain adalah pegawai DJP tidak dapat menghindari bertemu secara langsung dengan wajib pajak yang rawan akan pemberian gratifikasi.
Kanwil DJP Kalselteng menjawab tantangan tersebut dengan pencanangan zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi. Peningkatan integritas ditunjukkan melalui komitmen dan teladan pemimpin antara lain dengan tidak menemui wajib pajak di luar kantor, dalam pelayanan pajak tidak menerima pemberian wajib pajak dalam bentuk apapun, serta tidak menerima ajakan wajib pajak untuk makan di luar kantor. Budaya organisasi dibangun dengan morning activity setiap jumat agar integritas dalam melaksanakan pelayanan pajak tetap prima dan profesional. Monitoring pelayanan dilakukan dengan survei sederhana dimana wajib pajak dapat memilih “Puas, Biasa, atau Tidak Puas”.
Narasumber kedua adalah Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D selaku Ketua Board PKMK FK – KMK UGM. Laksono memaparkan mengenai tantangan fraud pada pelayanan publik di era JKN. Pada era JKN, BPJS Kesehatan memiliki peran sebagai purchaser yang mengelola dana pemerintah dan swasta serta mengkontrak lembaga pelayanan kesehatan. Pelayanan publik disini menjadi cukup kompleks karena melibatkan pembiayaan dari pemerintah(APBN/APBD) dan swasta serta pelaksanaan pelayanan kesehatan oleh faskes pemerintah dan faskes swasta. Laksono menyatakan pelayanan kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan merupakan pelayanan publik yang mempunyai resiko terkena korupsi.
Kelemahan yang ada saat ini, dari sisi pemerintah belum jelas dalam monitoring dan investigasi fraud di pelayanan kesehatan. Masyarakat pun dinilai kurang bersuara mengenai hal ini. Selain itu dari sisi pemberi pelayanan kesehatan di level puskesmas/klinik maupun RS, kontrol mutu dianggap masih buruk dan upaya pencegahan masih belum ada yang khusus untuk fraud. Laksono melihat hal – hal ini meningkatkan potensi fraud yang bisa menjadi korupsi canggih. Apabila dibandingkan dengan kondisi di Amerika, terdapat sekitar 3 – 5% dana yang masih “terkena” fraud. Laksono menyoroti apakah dana BPJS Kesehatan yang mencapai 90-an trilyun rupiah sudah bebas dari fraud. Penyelidikan fraud kesehatan di Amerika melibatkan para investigator dari FBI dengan sebuah unit khusus sementara di Indonesia masih belum jelas siapa yang akan menangani penindakan hukum. Laksono menutup paparan dengan sebuah pertanyaan pada KPK dimana dana yang dikelola BPJS Kesehatan makin meningkat setiap tahunnya, apakah KPK akan melakukan pengawasan dengan investigator terlatih untuk memberantas korupsi gaya baru.
Narasumber ketiga adalah Varinia Pura Damaiyanti, S.Sos, M.Si, dosen dari Universitas Lambung Mangkurat. Topik yang disampaikan adalah materi Whistleblowing, Konflik Kepentingan, dan Perilaku Koruptif dalam Tinjauan Sosiologi Korupsi. Secara umum, whistleblowing adalah ketika seseorang atau beberapa orang mengadukan kecurangan yang terjadi di perusahaan/ organisasinya kepada pihak lain. Sosiologi korupsi melihat kecurangan yang banyak terjadi adalah perilaku koruptif dalam perusahaan/organisasi. Motivasi whistleblowing untuk menjaga nilai moral organisasi dari kecurangan yang terjadi. Seorang pelapor ketika mengadukan kecurangan menghadapi beberapa dilema, antara lain dapat berdampak pada pencemaran nama baik, sanksi sosial, keamanan dan keselamatan terancam, serta kurangnya bukti dan saksi. Orang – orang yang tahu adanya kecurangan pun seolah malas melaporkan karena pesimis akan adanya perubahan.
Whistleblowing di Indonesia sulit karena beberapa alasan yaitu budaya malu, sejak dini tidak diajarkan menjadi “pengadu”, aduan justru mempersulit diri sendiri, citra perusahaan/ organisasi, rasa kekeluargaan/ konflik kepentingan, serta tidak adanya kejelasan batasan aturan. Berbagai alasan tersebut mendorong munculnya kerangka kerja langkah penerapan whistleblowing. Langkah – langkah tersebut antara lain dengan memeberikan kepercayaan pada karyawan, kebijakan keterbukaan, menyediakan kotak saran anonim, atau kerjasama dengan pihak ketiga. Pihak ketiga berperan sebagai pihak netral pada saat terjadi pengaduan di suatu instansi.
Narasumber keempat yaitu Drs. Suwarsono, MA selaku mitra bestari jurnal Integritas KPK. Suwarsono menyampaikan ada dua madzab tentang pemberantasan korupsi. Madzab pertama menyebutkan korupsi hanya bisa diberantas dengan penindakan, contohnya adalah Singapura. Madzab kedua menyebutkan korupsi dapat diberantas dengan penindakan dan pencegahan, contohnya adalah Hongkong dimana penindakan dan pencegahan berjalan bersama dengan persentase penindakan lebih tinggi. Suwarsono menilai pada saat ini di KPK porsi pencegahan lebih besar dari penindakan. Korupsi dan pelayanan public yang kurang baik pun seolah menjadi budaya di Indonesia. Persoalan korupsi klasik seperti pengadaan dan perijinan masih terjadi dan bahkan meluas sampai pelosok daerah bahkan pedesaan.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apa yang salah. Merujuk pada buku berjudul Curbing Corruption in Asian Countries: An Impossible Dream?, Suwarsono menemukan jawaban-jawabannya. Pertama, kurangnya kehendak politik (political will) dari pemegang kekuasaan tertinggi. Kedua adalah partisipasi publik yang luar biasa. Suwarsono menilai sejak 2015 hingga sekarang, political will semakin melemah. Dampaknya partisipasi publik makin melemah, rakyat tidak berani berbuat sesuatu diluar kenormalan.
Presentasi ditutup dengan penjelasan jurnal Integritas yang diterbitkan oleh KPK sejak 2015. Jurnal ini terbit dua kali setahun. Para penulis yang cukup sering mengisi jurnal Integritas adalah pakar dari bidang ilmu hukum, sosiologi, agama, dan pendidikan. Bidang ilmu yang jarang muncul dalam jurnal tersebut adalah ekonomi, antropologi, dan kesehatan. Tema – tema yang lebih kecil dan spesifik juga diharapkan dapat mengisi jurnal Integritas, seperti perpajakan dan jasa atau alat kesehatan. Paparan ditutup dengan rencana kegiatan klinik penulisan jurnal yang akan dilaksanakan pada Oktober 2020.
Sarasehan ditutup oleh Febri Diansyah selaku Kepala Biro Humas KPK. Humas KPK memahami bahwa perpustakaan KPK tidak hanya mengelola buku tapi mengelola pengetahuan anti korupsi. Diskusi yang diselenggarakan pada topik pelayanan publik ini mengundang narasumber dari berbagai sektor karena ada tidaknya korupsi di pelayanan publik bisa menyangkut hajat hidup orang banyak dan memberikan dampak besar. Isu penting lain dari diskusi ini adalah konsep whistleblowing. Jalur pengaduan ketika ada penyimpangan atau korupsi di pelayanan publik dianggap masih sulit untuk diakses masyarakat. Harapannya diskusi ini dapat menguatkan ikhtiar pemberantasan korupsi di Indonesia.
Saksikan rekaman video acara ini pada link berikut
Reporter: dr. Sudi Indra Jaya