Pos oleh :

chsm

Reportase Zoom Meeting:  Pelatihan Broadcasting

Reportase Zoom Meeting: Pelatihan Broadcasting

6 November 2020

PKMK kembali menggelar pelatihan broadcasting pada Jum’at (6/11/2020) di Gedung Litbang, FK – KMK UGM. Peserta dalam pelatihan ini ialah staf Unit Publikasi PKMK, ketua Board PKMK, manajer operasional PKMK, PIC seminar Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia X dan sejumlah staf terkait. Harapannya pelatihan ini dapat meningkatkan kemampuan staf dalam mempersiapkan siaran live untuk sejumlah acara yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Pembicara yang hadir dalam sesi ini ialah Yusup Davit Palma Putra, S.T.T, MT yang merupakan pengajar di Sekolah Multimedia MMTC Yogyakarta. read more

Reportase Forum Nasional X Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Topik 1: “Peran dan Independensi Analisis Kebijakan dalam Perbaikan JKN dan Masalah Kesehatan Prioritas Pada Masa Pandemi COVID-19

Reportase Forum Nasional X Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Topik 1: “Peran dan Independensi Analisis Kebijakan dalam Perbaikan JKN dan Masalah Kesehatan Prioritas Pada Masa Pandemi COVID-19

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia menggelar kembali Forum Nasional Seri ke – 10 tahun ini, yang diawali dengan topik pertama mengenai Peran dan Independensi Profesi Analis Kebijakan. Terdapat tiga pembicara yang menyampaikan materi dengan fokus yang berbeda – beda, dan tiga pembahas yang akan menanggapi materi yang telah disampaikan oleh pembicara. Berikut adalah daftar masing – masing pembicara dan pembahas:

Pembicara

  1. Elly Fatimah, M.Si (Kepala Pusat Pembinaan Analis Kebijakan, Lembaga adiministrasi Negara)
  2. Siswanto, M.H.P., D.T.M. (Analis Kebijakan Ahli Utama, Kementerian Kesehatan)
  3. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. (Direktur Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FK-KMK UGM)

Pembahas

  1. Pretty Multihartina, Ph.D (Kepala Pusat Analisis Determinan Kesehatan, Kementerian Kesehatan)
  2. Velix Vernando Wanggai, SIP., MPA. (Kepala Pusat Analis Kebijakan dan Kinerja, Kementerian Perencanaan R/B (Bappenas))
  3. Dr. Erwan Agus Purwanto (Dekan FISIPOL UGM)

Dibuka dengan pengantar oleh Laksono yang menyampaikan bahwa kondisi kesehatan di Indonesia memiliki tantangan besar yang membutuhkan perhatian luas dari pemangku kepentingan. Seperti masalah JKN, kemudian penyakit – penyakit prioritas seperti CVD, Kematian Ibu dan Bayi, stunting serta pandemi COVID-19 yang melanda sejak Maret 2020. Dalam keadaan yang seperti ini dibutuhkan kebijakan untuk menuntaskan masalah kesehatan yang demikian, untuk itu dibutuhkan profesi Analis Kebijakan. Profesi ini bisa membantu pengambil kebijakan merumuskan masalah, melakukan prakiraan dan lain – lain. Selain itu profesi ini dikembangkan untuk mendapatkan perumusan kebijakan yang berbasis pada bukti, supaya kebijakan yang diterapkan menjadi tepat sasaran. Acara ini akan dimoderatori oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH. M.Kes., MAS dan Shita Listya Dewi, MM., MPP sebagai co-moderator. read more

Reportase Pelatihan Minggu ke-9 Pengembangan Perpustakaan dengan Konsep Knowledge Management untuk Mendukung Penanganan Pandemi COVID-19

Reportase Pelatihan Minggu ke-9 Pengembangan Perpustakaan dengan Konsep Knowledge Management untuk Mendukung Penanganan Pandemi COVID-19

Pertemuan minggu kesembilan pelatihan knowledge management kali ini peserta memperoleh materi mengenai “Portal Knowledge Management Covid-19” yang sedang dikembangkan oleh PKMK FK – KMK UGM. Selanjutnya dilakukan demonstrasi penggunaan kolom pencarian website manajemencovid.net sesuai dengan prinsip taksonomi.  Peserta juga mengerjakan post test untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta atas materi yang diberikan dari minggu 1 – 8 yang telah berlalu. Pertemuan hari ini menghadirkan Sukirno, SIP, MA sebagai narasumber dan dr. Lutfan Lazuardi, PhD sebagai moderator. read more

Pendekatan Knowledge Management untuk Memperkuat Sistem Kesehatan dalam Merespon Pandemi COVID-19

Kerangka Acuan Kegiatan

Forum Nasional

Pendekatan Knowledge Management untuk Memperkuat Sistem Kesehatan dalam Merespon Pandemi COVID-19

19 November 2020 || 08.30 – 11.40 WIB

Latar Belakang

Pengetahuan mengenai penyakit baru seperti COVID-19 perlu terus dikembangkan oleh organisasi-organsiasi kesehatan. Pengetahuan tentang COVID-19 terus berkembang dan hal tersebut mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi dalam merespon pandemi ini. Pengetahuan terkait COVID-19 ini akan mempengaruhi RS merespon dengan strategi yang tepat. Kegagalan dalam mendapatkan pengetahuan yang tepat akan mempengaruhi respon rumha sakit, yang juga akan membahayakan tenaga Kesehatan dan pasien lainnya. read more

Reportase Zoom Meeting : Diskusi Internal PKMK UGM: Pengembangan Social Media

Reportase Zoom Meeting : Diskusi Internal PKMK UGM: Pengembangan Social Media

13 Oktober 2020

PKMK – Yogya. Tim Peneliti dan Konsultan PKMK FK – KMK UGM menyelenggarakan diskusi internal membahas pengembangan media sosial bagi pusat penelitian. Social media diharapkan dapat menjadi platform untuk advokasi dan diseminasi hasil penelitian di PKMK, di samping juga sebagai salah satu upaya promosi kegiatan PKMK mendatang. Diskusi menghadirkan narasumber dr. Ida Rochmawati, SpKJ yang merupakan psikiater di RSUD Wonosari namun aktif di social media dan cukup banyak diikuti follower (dalam hal ini masyarakat yang mengakses informasi kesehatan). read more

Sarasehan Pustaka KPK: Pelayanan Publik dan Pemberantasan Korupsi 25 September 2020

Sarasehan Pustaka KPK: Pelayanan Publik dan Pemberantasan Korupsi 25 September 2020

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan UPT Perpustakaan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menggelar Sarasehan Pustaka dengan tema Pelayanan Publik dan Pemberantasan Korupsi pada 25 September 2020. Survei penilaian integritas KPK tahun 2019 menilai pelayanan publik sebagai salah satu sektor yang rentan pada terjadinya tindak pidana korupsi. Sarasehan ini digelar untuk mendiseminasikan pengetahuan tersebut sekaligus sebagai sarana promosi kegiatan penulisan jurnal Integritas yang digagas oleh KPK.

Acara ini dibuka oleh Dr. Aminuddin Prahatama, M.Pd selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik ULM. ULM sejak 2017 telah ditetapkan sebagai zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi. Pada  2018, Perpustakaan ULM meluncurkan KPK Corner untuk lebih mengedukasi para mahasiswa. Kegiatan sarasehan pustaka pada 2020 sangat relevan dengan beberapa persoalan bangsa. Diskusi diharapkan bisa memberikan gambaran rambu – rambu yang jelas dalam pelayanan publik dan pencegahan korupsi.

Sesi pertama dibuka dengan presentasi materi dari Cucu Supriatna, Kepala Kanwil DJP Kalselteng. Cucu menyampaikan bahwa Direktorat Jenderal Pajak secara nasional memiliki beban menghimpun penerimaan negara sebesar 1198 trilyun rupiah. Kanwil Kalselteng bertanggung jawab pada dua wilayah kerja yaitu provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kondisi geografis dua provinsi ini didominasi oleh hutan, perkebunan, dan pertambangan. Tantangan yang dihadapi antara lain adalah pegawai DJP tidak dapat menghindari bertemu secara langsung dengan wajib pajak yang rawan akan pemberian gratifikasi.

Kanwil DJP Kalselteng menjawab tantangan tersebut dengan pencanangan zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi. Peningkatan integritas ditunjukkan melalui komitmen dan teladan pemimpin antara lain dengan tidak menemui wajib pajak di luar kantor, dalam pelayanan pajak tidak menerima pemberian wajib pajak dalam bentuk apapun, serta tidak menerima ajakan wajib pajak untuk makan di luar kantor.  Budaya organisasi dibangun dengan morning activity setiap jumat agar integritas dalam melaksanakan pelayanan pajak tetap prima dan profesional. Monitoring pelayanan dilakukan dengan survei sederhana dimana wajib pajak dapat memilih “Puas, Biasa, atau Tidak Puas”.

Narasumber kedua adalah Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D selaku Ketua Board PKMK FK – KMK UGM. Laksono memaparkan mengenai tantangan fraud pada pelayanan publik di era JKN. Pada era JKN, BPJS Kesehatan memiliki peran sebagai purchaser yang mengelola dana pemerintah dan swasta serta mengkontrak lembaga pelayanan kesehatan. Pelayanan publik disini menjadi cukup kompleks karena melibatkan pembiayaan dari pemerintah(APBN/APBD) dan swasta serta pelaksanaan pelayanan kesehatan oleh faskes pemerintah dan faskes swasta. Laksono menyatakan pelayanan kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan merupakan pelayanan publik yang mempunyai resiko terkena korupsi.

Kelemahan yang ada saat ini, dari sisi pemerintah belum jelas dalam monitoring dan investigasi fraud di pelayanan kesehatan. Masyarakat pun dinilai kurang bersuara mengenai hal ini. Selain itu dari sisi pemberi pelayanan kesehatan di level puskesmas/klinik maupun RS, kontrol mutu dianggap masih buruk dan upaya pencegahan masih belum ada yang khusus untuk fraud. Laksono melihat hal – hal ini meningkatkan potensi fraud yang bisa menjadi korupsi canggih. Apabila dibandingkan dengan kondisi di Amerika, terdapat sekitar 3 – 5% dana yang masih “terkena” fraud. Laksono menyoroti apakah dana BPJS Kesehatan yang mencapai 90-an trilyun rupiah sudah bebas dari fraud. Penyelidikan fraud kesehatan di Amerika melibatkan para investigator dari FBI dengan sebuah unit khusus sementara di Indonesia masih belum jelas siapa yang akan menangani penindakan hukum. Laksono menutup paparan dengan sebuah pertanyaan pada KPK dimana dana yang dikelola BPJS Kesehatan makin meningkat setiap tahunnya, apakah KPK akan melakukan pengawasan dengan investigator terlatih untuk memberantas korupsi gaya baru.

Narasumber ketiga adalah Varinia Pura Damaiyanti, S.Sos, M.Si, dosen dari Universitas Lambung Mangkurat. Topik yang disampaikan adalah materi Whistleblowing, Konflik Kepentingan, dan Perilaku Koruptif dalam Tinjauan Sosiologi Korupsi. Secara umum, whistleblowing adalah ketika seseorang atau beberapa orang mengadukan kecurangan yang terjadi di perusahaan/ organisasinya kepada pihak lain. Sosiologi korupsi melihat kecurangan yang banyak terjadi adalah perilaku koruptif dalam perusahaan/organisasi. Motivasi whistleblowing untuk menjaga nilai moral organisasi dari kecurangan yang terjadi. Seorang pelapor ketika mengadukan kecurangan menghadapi beberapa dilema, antara lain dapat berdampak pada pencemaran nama baik, sanksi sosial, keamanan dan keselamatan terancam, serta kurangnya bukti dan saksi. Orang – orang yang tahu adanya kecurangan pun seolah malas melaporkan karena pesimis akan adanya perubahan.

Whistleblowing di Indonesia sulit karena beberapa alasan yaitu budaya malu, sejak dini tidak diajarkan menjadi “pengadu”, aduan justru mempersulit diri sendiri, citra perusahaan/ organisasi, rasa kekeluargaan/ konflik kepentingan, serta tidak adanya kejelasan batasan aturan. Berbagai alasan tersebut mendorong munculnya kerangka kerja langkah penerapan whistleblowing. Langkah – langkah tersebut antara lain dengan memeberikan kepercayaan pada karyawan, kebijakan keterbukaan, menyediakan kotak saran anonim, atau kerjasama dengan pihak ketiga. Pihak ketiga berperan sebagai pihak netral pada saat terjadi pengaduan di suatu instansi.

Narasumber keempat yaitu Drs. Suwarsono, MA selaku mitra bestari jurnal Integritas KPK. Suwarsono menyampaikan ada dua madzab tentang pemberantasan korupsi. Madzab pertama menyebutkan korupsi hanya bisa diberantas dengan penindakan, contohnya adalah Singapura. Madzab kedua menyebutkan korupsi dapat diberantas dengan penindakan dan pencegahan, contohnya adalah Hongkong dimana penindakan dan pencegahan berjalan bersama dengan persentase penindakan lebih tinggi. Suwarsono menilai pada saat ini di KPK porsi pencegahan lebih besar dari penindakan. Korupsi dan pelayanan public yang kurang baik pun seolah menjadi budaya di Indonesia. Persoalan korupsi klasik seperti pengadaan dan perijinan masih terjadi dan bahkan meluas sampai pelosok daerah bahkan pedesaan.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apa yang salah. Merujuk pada buku berjudul Curbing Corruption in Asian Countries: An Impossible Dream?, Suwarsono menemukan jawaban-jawabannya. Pertama, kurangnya kehendak politik (political will) dari pemegang kekuasaan tertinggi. Kedua adalah partisipasi publik yang luar biasa. Suwarsono menilai sejak 2015 hingga sekarang, political will semakin melemah. Dampaknya partisipasi publik makin melemah, rakyat tidak berani berbuat sesuatu diluar kenormalan.

Presentasi ditutup dengan penjelasan jurnal Integritas yang diterbitkan oleh KPK sejak  2015. Jurnal ini terbit dua kali setahun. Para penulis yang cukup sering mengisi jurnal Integritas adalah pakar dari bidang ilmu hukum, sosiologi, agama, dan pendidikan. Bidang ilmu yang jarang muncul dalam jurnal tersebut adalah ekonomi, antropologi, dan kesehatan. Tema – tema yang lebih kecil dan spesifik juga diharapkan dapat mengisi jurnal Integritas, seperti perpajakan dan jasa atau alat kesehatan. Paparan ditutup dengan rencana kegiatan klinik penulisan jurnal yang akan dilaksanakan pada Oktober 2020.

Sarasehan ditutup oleh Febri Diansyah selaku Kepala Biro Humas KPK. Humas KPK memahami bahwa perpustakaan KPK tidak hanya mengelola buku tapi mengelola pengetahuan anti korupsi. Diskusi yang diselenggarakan pada topik pelayanan publik ini mengundang narasumber dari berbagai sektor karena ada tidaknya korupsi di pelayanan publik bisa menyangkut hajat hidup orang banyak dan memberikan dampak besar. Isu penting lain dari diskusi ini adalah konsep whistleblowing. Jalur pengaduan ketika ada penyimpangan atau korupsi di pelayanan publik dianggap masih sulit untuk diakses masyarakat. Harapannya diskusi ini dapat menguatkan ikhtiar pemberantasan korupsi di Indonesia.   

Saksikan rekaman video acara ini pada link berikut

Video Rekaman

 

Reporter: dr. Sudi Indra Jaya

Reportase Serial Diskusi Online Kebijakan Pendidikan Residen: Menjawab Berbagai Hal Tentang UU Pendidikan Kedokteran

Reportase Serial Diskusi Online Kebijakan Pendidikan Residen: Menjawab Berbagai Hal Tentang UU Pendidikan Kedokteran

PKMK – Yogya. Pada Rabu, 19 Agustus 2020 PKMK FK-KMK UGM melanjutkan kembali sesi dari Serial Diskusi Online “Mencari Kebijakan yang Tepat untuk Pendidikan Residen Pasca UU Pendidikan Kedokteran 2013 di Era Pandemi Covid-19”. Pada webinar pertama tanggal 13 Agustus 2020 banyak masukan dan pertanyaan yang tidak sempat dibahas. Sesi kedua ini membahas masukan dan pertanyaan tersebut bersama Prof. Laksono selaku tenaga ahli pendamping UU Pendidikan Kedokteran 2013.

Topik ini diangkat karena adanya ketidakjelasan status residen. Berdasarkan data yang didapat dari tim mitigasi covid-19, terdapat 400 dari 13000 residen yang terpapar Covid-19. Residen merupakan bagian dari tenaga kesehatan dan berada di tempat berisiko tinggi namun residen tidak memiliki status atau insentif yang jelas. Hal ini diyakini tidak sesuai dengan Visi UU Pendidikan Kedokteran 2013.

UNDUH MATERI

Bagian pertama webinar ini adalah pembahasan dari pertanyaan webinar sesi sebelumnya. Pertanyaan pertama diajukan oleh Fauzan Illavi yang menyampaikan komentar “Status PPDS sesuai UU Dikdok 2013 adalah mahasiswa sehingga akan menghambat pencairan insentif dan hak PPDS” dan pertanyaan “bagaimana advokasi yang dilakukan oleh IDI, ARSPI, FK se-Indonesia, dan organisasi profesi untuk menjamin hak PPDS?”. Prof. Laksono menjelaskan bahwa secara historis UU Dikdok 2013 telah menetapkan mahasiswa spesialis dan subspesialis adalah pekerja sehingga dapat memiliki insentif serta beban kerja yang jelas. Hal ini memerlukan kerjasama penuh dari berbagai pihak untuk mengimplementasikan UU Dikdok 2013.

Pertanyaan kedua diajukan oleh Sabasdin Harahap yang mempertanyakan definisi dari “residen” sehingga penyelesaian bisa dilakukan secara komprehensif dan tidak ada pihak yang lempar tanggung jawab. Prof. Laksono menjelaskan bahwa sesuai UU Pendidikan Kedokteran 2013, residen adalah seorang pekerja namun implementasinya masih bergantung dari kondisi di lapangan. Adanya Rumah Sakit yang menerima over capacity residen, menyebabkan pemberian insentif dan beban kerja menjadi rancu.

Pertanyaan ketiga diajukan oleh Titi Savitri, perwakilan dari IDI, yang menunjukkan adanya pertentangan dalam UU Dikdok 2013. Saat ini penyelenggara yang tercantum dalam UU Dikdok 2013 adalah pihak universitas, sedangkan jika ingin mengalokasikan APBN untuk insentif residen maka membutuhkan dasar hukum. Titi Savitri mengusulkan agar lebih baik diserahkan ke penyelenggaraan kerjasama antara Kemenkes, Kemendikbud, Kemkeu, dan telah diusulkan untuk RUU Dikdok 2020.

“Perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar dan kebebasan berpendapat diperbolehkan dalam UUD 45 pasal 28” jelas Prof. Laksono. Para pemangku kepentingan perlu memahami adanya tahapan-tahapan dalam penyusunan undang-undang. Pengusulan RUU Dikdok 2020 membutuhkan pemantauan dari pelaksanaan UU Dikdok 2013 yang telah memasuki tahun ke-7. UU Dikdok 2013 masih wajib dipatuhi pelaksanaannya hingga terbit peraturan terbaru.
UU Dikdok 2013 diterbitkan akibat semakin mengarahnya pendidikan dokter (termasuk residensi) terhadap komersialisasi. Kemudahan membangun prodi dokter membuat mutu pendidikan bervariasi ekstrim, SPP semakin mahal, dan sulitnya beasiswa. Dampak lainnya adalah kondisi pengelolaan residen yang tidak jelas, hubungan antara FK-Kolegium yang bervariasi, serta dana pendidikan ditetapkan oleh Kolegium, sehingga diperlukan campur tangan pemerintah.

UU Dikdok 2013 mengarah ke semi hospital-based. Namun, pendidikan residen di Indonesia adalah university-based karena mengacu pada UU Sisdiknas. Akan tetapi, prakteknya di lapangan mengarah ke hospital-based. Beberapa hal yang menyebabkan hal ini tidak berjalan yaitu belum maksimalnya pengembangan RS jaringan pendidikan, peran departemen klinis yang tidak berjalan, belum adanya perubahan budaya pendidikan residen, serta peran pemerintah dan masyarakat yang tidak dipahami dan dihormati antar pihak. Status dan hak residen tetap tidak jelas hingga tahun ketujuh UU Dikdok 2013 dilaksanakan.

Era pandemik covid 19 menjadi sebuah momentum untuk mulai mentaati UU Dikdok 2013. Pemberian insentif sebesar Rp 12.500.000,- kepada residen telah diprogramkan oleh Kemenkes. Para pemangku kepentingan diharapkan dapat menjalin kerjasama sehingga UU Dikdok 2013 bisa terlaksana sepenuhnya dan tidak memberatkan salah satu pihak.

Pelatihan Master of Ceremony Bagi Manajer dan Staf PKMK dan Prodi HPM UGM

Pelatihan Master of Ceremony Bagi Manajer dan Staf PKMK dan Prodi HPM UGM

12 Agustus 2020 | 13.00 – 15.00 WIB

Rangkaian pelatihan pengembangan soft skill kembali berlanjut, kali ini digelar pelatihan master of ceremony. Kegiatan dilaksanakan pada Rabu (12 Agustus 2020) di Common Room, Gedung Litbang, FK – KMK UGM. Peserta pelatihan ini ialah staf Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) UGM dan staf Program Studi Health Policy Management (HPM) UGM.  Acara dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M. Sc, PhD (Ketua Board PKMK sekaligus Ketua Prodi HPM UGM)  yang berharap pasca pelatihan ini, peserta siap menjadi MC kapanpun dan  tindak ingah ingih atau harus jelas dalam menyampaikan pesan. Bagas Setyawan, S. Si (trainer profesional dari Semarang) selaku narasumber menyampaikan bahwa pihaknya akan menyinggung sedikit materi sebelumnya, yaitu public speaking. Kemudian Sealvy Kristianingsih (Manajer Operasional PKMK) mengawali acara dengan menceritakan pengalamannya menjadi MC karena tidak ada orang lain atau MC profesional yang ada di lokasi saat acara berlangsung. Sealvy juga menjelaskan ketika kemudian sering menjadi MC, dirinya terlatih untuk peka pada kondisi di sekelilingnya. Sementara peserta lainnya hanya memiliki sedikit pengalaman dalam menjadi MC. Bagas menyatakan MC tidak harus profesional namun mampu bertugas mengatur jalannya acara agar lebih lancar. Dalam bahasa sehari – hari, MC disebut juga pembawa acara atau pranata cara (dalam MC Jawa).

MC merupakan salah satu peran public speaker, 3 lainnya ialah announcer, presenter dan entertainer. Announcer adalah orang yang menginformasikan konten seperti di ruang publik (bandara dan lain – lain). Presenter ialah yang melakukan presentasi, terdapat juga di televisi atau radio (kadang disebut juga radio DJ). Entertainer ini termasuk stand up comedy. Peran public speaker yang terakhir yaitu MC.

Dok. Megarini/ PKMK. Bagas Setyawan memberikan contoh Opening dalam membuka sebuah acara (12/8/2020)

Bagas menyampaikan beberapa syarat menjadi MC agar lebih menarik, antara lain pengalaman hidup, dapat merangkai kalimat, mempunyai  sense of humor karena kualifikasi MC ialah yang pembawaannya ceria, sabar karena akan menghadapi banyak tantangan, memiliki imajinasi terkait konten untuk MC, mempunyai rasa percaya diri namun tidak sombong dan dapat bekerja dalam tim.

Materi yang disampaikan Bagas kali ini yang dapat digaris bawahi meliputi kemampuan teknis yang harus dikuasai MC, lingkungan sekitar yang dihadapi saat MC membawakan materi serta hal lain yang terkait.  Faktor pendukung MC: voice and speech (cara bersuara dengan nafas diafragma, aksentuasi, speed saat berbicara dan ekspresi), language, body language dan performance.  Dalam penampilan, yang harus diperhatikan ialah warna apa yang sesuai, model baju yang sesuai, hair styling agar tampil good looking. Kemudian untuk acara, terdapat 3 jenis yaitu formal, non formal dan gabungan. Audiens yang dihadapai MC adalah homogen dan heterogen. Sementara venue  terbagi 2 yaitu indoor dan outdoor. Saat Bagas membuka diskusi dengan peserta, banyak yang menyebut MC yang menarik bagi mereka antara lain Choky Sitohang, Oprah Winfrey, Elen DeGeneeres, Oky Lukman, Najwa Shihab, Desi Ratnasari, Tantowi Yahya, Lula Kamal, Darius Sinathrya dan Donna Agnesia, Bunga Harumdani, bahkan juga muncul nama Dr. Andreasta Meliala (direktur PKMK).  Kemudian Bagas memaparkan bahasa yang digunakan MC harus komunikatif dan sopan. Lalu MC harus berpenampilan harus menarik, sesuai acara dan percaya diri. Percaya diri ini dapat diraih dengan pengalaman dan persiapan matang (suara, bicara dan script).

Pembagian MC ada 2 yaitu resmi dan tidak resmi. Saat membawakan acara, MC tidak wajib menyebut VIP, karena yang wajib menyebut VIP adalah yang memberikan sambutan. Namun jika harus membacakan VIP, maka yang disebutkan di awal ialah tamu dari luar yang posisinya tertinggi. Bagas menutup sesi pelatihan dengan tips: jadikan audiens seperti keluarga atau lingkungan Anda sendiri.  Saat sesi diskusi, peserta menanyakan beda MC dan moderator untuk sesi ilmiah. Bagas menegaskan MC fungsinya lebih ke presentatif, moderator nada suara tidak harus kuat atau tinggi, MC sebaliknya.

Tugas untuk peserta dan direviu pada pertemuan kedua (19/8/2020):  mengambil 1 contoh dari naskah yang diberikan Bagas dan menyusun 1 script/ naskah untuk  pembukaan acara.

Materi script dapat diunduh Klik Disini

Materi Presentasi Berani Ngomong

Reporter: Widarti

Pelatihan  Mengembangkan Kemampuan Public Speaking  Bagi Peneliti PKMK

Pelatihan Mengembangkan Kemampuan Public Speaking Bagi Peneliti PKMK

PKMK – Yogya. PKMK UGM kembali menggelar pelatihan public speaking untuk peneliti dan manajer pada Selasa (4/8/2020). Kegiatan berlangsung di Common Room, Gedung Litbang, FK – KMK UGM. Narasumber kali ini ialah Bagas Setyawan, S. Sos  yang merupakan MC profesional, trainer, tour leader serta duta seni untuk RRC). Para peserta pelatihan hadir secara langsung, namun mayoritas mengikuti secara online (dari 29 titik). Acara dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M. Sc, PhD selaku Ketua Board PKMK. Laksono menyatakan pelatihan kali ini untuk menghindari salah pengucapan saat live siaran dalam diskusi yang kerap diselenggarakan di PKMK. Ke depannya, harapannya peneliti dapat menguasai kiat – kiat menjadi MC dan penyiar radio. Pasalnya media yang digunakan public speaker ialah live, audio dan audio visual. Pelatihan ini dilaksanakan selama Agustus 2020. Pertemuan pertama dimulai pada 4 Agustus, lalu disusul  5 Agustus selama 1 hari full yang terbagi dalam beberapa sesi.

MATERI PUBLIC SPEAKING      MATERI BERANI NGOMONG

Perkenalan Aliansi Riset Kebijakan dan Seminar Nasional: Penelitian di Indonesia: Kesempatan dan Tantangan

Perkenalan Aliansi Riset Kebijakan dan Seminar Nasional: Penelitian di Indonesia: Kesempatan dan Tantangan

Auditorium CSIS, Jakarta, 28 Februari 2018

PKMK FKKMK UGM telah berproses sejak awal  2017 untuk membentuk Aliansi Riset Kebijakan (ARK) Indonesia dengan 15 lembaga penelitian dan advokasi lain di Indonesia. Anggota ARK Indonesia merupakan lembaga penelitian yang memiliki beragam fokus dan area, misalnya politik, ekonomi pembangunan, hukum dan HAM, pembangunan sosial, kesehatan dan agama. Keragaman ini diharapkan dapat menghasilkan sinergi lintas sektor. Tepat pada 28 Februari 2018, ARK diperkenalkan kepada publik melalui sebuah pertemuan nasional di Jakarta. CSIS, sebagai salah satu anggota ARK Indonesia, menjadi tuan rumah dari acara ini.

Peneliti senior CSIS, J. Kristiadi, dalam pembukaannya menyatakan pentingnya Aliansi Riset Kebijakan karena Riset Kebijakan memiliki posisi yang strategis. Namun, Kristiadi menegaskan tantangan  Riset Kebijakan bukan hanya harus menghasilkan bukti yang menyediakan informasi penting untuk kebijakan, melainkan lebih jauh lagi meyakinkan para pengambil keputusan untuk melakukan sesuatu, dan hal ini bukan merupakan tugas mudah karena pengambilan keputusan kental dengan pengaruh politik.

Aliansi Riset Kebijakan diperkenalkan oleh Wahjudi Djafar (Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Indonesia/ELSAM) melalui website ARK Indonesia yang menyasar beberapa isu penting terkait kebijakan, yaitu mengenai kualitas penelitian, pendanaan penelitian, komunitas peer review, wacana public,  advokasi, dan lain-lain. Website dapat diakses di www.ark-indonesia.org  Selain itu, Yolanda (Cakra Wikara Indonesia) juga memperkenalkan aplikasi repository database yang dimiliki oleh ARK Indonesia. Tujuan aplikasi ini untuk menjadi portal database yang dapat digunakan untuk melakukan akses dan analisis data. Aplikasi ini merupakan database geospatial yang akan dibangun dengan kontribusi data yang dimiliki oleh anggota ARK Indonesia.

Sesi seminar nasional pagi diisi dengan tema Posisi dan Peran Penelitian dalam Perumusan Kebijakan. Sesi ini diisi dengan bahasan dari perspektif pemerintah mau pun perspektif peneliti anggota ARK.

Bagian pertama sesi dengan perspektif pemerintah dan topiknya adalah Peran Penelitian dalam Perumusan Kebijakan disampaikan oleh Safrizal ZA (kepala Puslitbang Inovasi Daerah, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri). Narasumber mengakui bahwa riset bukan hal yang diarusutamakan dalam pembangunan daerah meskipun UU No 23 tahun 2014 memberikan kewenangan daerah untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan daerah. Pemda dinilai belum memanfaatkan peluang ini untuk membangun badan riset dan litbang daerah. Dari 540 pemerintah daerah, baru 35% yang memiliki badan litbang daerah. Permendagri No 17 Tahun 2016 mengatur tentang kelitbangan, namun baru fungsi pengembangan dan evaluasi yang banyak berjalan, sementara fungsi perekayasaan dan pengoperasian belum  dilakukan oleh balitbang. Hal yang perlu digarisbawahi, riset memang memberikan bahan masukan tetapi riset bukan satu-satunya penentu kebijakan karena pengambilan keputusan sangat ditentukan oleh politik. Selain itu, tidak ada progam dan pendanaan untuk pengembangan peneliti. Kemendagri berusaha membangun e-Riset sebagai media untuk menyampaikan semua hasil riset balitbangda dan Kemendagri kepada publik.

Topik berikutnya adalah Kerjasama antara Pemerintah dan Lembaga Penelitian Publik dalam Perumusan Kebijakan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Ocky Karna Radjasa (Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat, Kemenristekdikti). Dana riset yang ada sebesar 0.25% dari GDP dan Kemenristekdikti mengelola 2.4 trilyun berbasis kompetitif. Ada dua jenis tipe pendanaan riset di Kemenristekdikti yaitu yang berada di bawah Biaya Operasional PTN kurang lebih1.5 trilyun (dialokasikan untuk PTN). Selain itu ada dana ristek (non-PT) yang nilai totalnya kurang lebih 1 trilyun.

Pendanaan untuk penelitian kesehatan mencapai 210 milyar. Lalu untuk menjaga mutu riset, Kemenristekdikti menyusun Standar Nasional Penelitian untuk PT diatur dalam Permenristekdikti No 44 Tahun 2015. Selain itu, Kemenristekdikti membuat Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2045 yang mengarahkan bidang fokus, termasuk sektor kesehatan dan kebencanaan. Khususnya di sektor kesehatan, pendanaan penelitian Kemenristekdikti diarahkan untuk mengurangi ketergantungan impor obat. Kemenristekdikti juga mengakui output riset yang beragam mulai dari publikasi, buku ajar, bahkan sampai rekayasa sosial dan kebijakan. Kemenristekdikti juga membuat kategori penelitian penugasan melalui Konsorsium Riset Unggulan PT (KUR-PT) dan Kajian Kebijakan Aktual (KKA). UGM berada di posisi ke-4 dari 10 besar PT dengan kinerja terbaik dalam riset bidang sosial humaniora. Ocky prihatin karena dari ribuan PT  di Indonesia, hanya 25 PT yang memiliki kinerja baik dalam penelitian, sementara lainnya masih perlu pembinaan. Konsekuensinya, pendanaan penelitian untuk PT yang masih butuh binaan mendapatkan porsi alokasi dana yang kecil ( kurang dari 2 Milyar).

Topik berikutnya membahas perspektif peneliti anggota ARK khususnya mengenai beberapa tantangan dalam riset kebijakan, yaitu Problem Perizinan dalam Penelitian yang disampaikan oleh Dr Robert Endi Jaweng (Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah/PPOD) dan Advokasi Data yang disampaikan oleh Gita Putri (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan/PSHK) dan Dr Firman Witoelar (Direktur Bidang Penelitian SurveyMETER). Dalam hal perizinan, dibahas Permendargi No 3 Tahun 2018 yang baru saja terbit, yang dinilai sangat membatasi peneliti dan bahkan dapat mengkriminalisasi peneliti. Banyak lembaga penelitian merasa tidak dilibatkan dalam penyusunan peraturan yang mengatur tentang penelitian. Ada beberapa opsi dalam menyikapi masalah perizinan, yaitu mencabut Permendagri No 3 Tahun 2018 dan mengembalikan ke peraturan sebelumnya. Opsi lain adalah merombak sisi fundamentalnya, faktanya bukan ‘perizinan penelitian’ yang penting, melainkan ‘pendaftaran penelitian’ dan memudahkan proses ini melalui platform online. Opsi terakhir adalah menghilangkan sama sekali kewajiban untuk mengajukan izin penelitian. Dalam hal advokasi akses data, disampaikan kepentingan keterbukaan data yang dapat saja dihambat atau dipermudah oleh regulasi.

Masalahnya ‘data’ tidak didefinisikan dalam UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Hal yang didefinisikan hanya ‘informasi’. Akibatnya, banyak masalah tentang data apa yang bisa diakses, biaya mengakses data, tidak terjawab. Akibat lain adalah bahwa kewajiban pemerintah saat ini baru pada keterbukaan informasi (hasil olahan data).

Saat ini sedang dirancang Perpres Satu Data.  Isu mahalnya akses data juga diangkat. BPS dapat memungut biaya akses data per byte karena mendapat mandat dari PP No 7 Tahun 2015 untuk memperoleh penerimaan bukan pajak. Mekanisme keterbukaan data (bukan sekedar informasi) yang ideal adalah yang barriers to entry-nya minimal, melalui akses teknologi,  legal dan ekonomi. DIbahas pula beberapa praktik terbaik di negara lain yang telah menganut keterbukaan data. Population Survey di AS misalnya, terbit secara gratis tiap bulan. UK Data Service membuka  6000 dataset termasuk data survey baik yang dilakukan oleh pemerintah mau un non pemerintah. Di Indonesia, baru data IFLS dan IDHS (yang didanai pemerintah didukung oleh USAID) yang membuka data terbuka untuk umum dan gratis.

Setelah istirahat siang, Fleur Davies (Minister Counsellor, Governrnance dan Human Development, Kedubes Australia) membuka sesi berikutnya. Fleur menyampaikan beberapa kerjasama antara lembaga penelitian Australia dengan Indonesia dalam mengatasi beberapa isu prioritas, termasuk diantaranya kerja sama antara FKKMK UGM dengan Monash University dalam mengeradikasi Dengue. Disampaikan pula harapan agar dukungan KSI dapat membangun hubungan yang lebih kuat antara lembaga penelitian dan pembuat kebijakan.

Keynote Speaker acara ini adalah Prof Bambang Brodjonegoro (Menteri Pereencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS) yang menyampaikan Kontribusi Penelitian dalam Perencanaan Kebijakan Nasional. Bambang menekankan pentingnya sifat komplementer antara penelitian basic research (theoretical) dengan applied research. Selain itu, ARK harus diarahkan ke applied research karena lebih berorientasi pada kebijakan. Hal ini penting karena gap yang ada antara dunia penelitian (akademisi) dengan fakta di lapangan cukup besar. Artinya, anggota-anggota ARK perlu diarahkan ke fungsi Think-Tank untuk menjembatani gap tersebut. Bambang menyadari tantangan komunitas riset, termasuk dukungan, pendanaan,  bahkan awareness terhadap hasil penelitian di Indonesia. Hanya 12% dari penelitian sosial tentang Indonesia yang dipublikasikan di peer-reviewed international journal (ditulis oleh peneliti Indonesia). Selain itu, di Indonesia masih sangat sedikit lembaga Think Tank (data 2017: 26 Think Tank di Indonesia). Yang membanggakan, salah satu Think Tank Indonesia (CSIS) masuk ke 5 besar Think Tank terbaik di dunia. Untuk pendanaan riset, Menteri juga menyatakan bahwa lembaga riset tidak perlu mengandalkan pendanaan APBN, karena pendanaan riset di APBN masih rendah. Bambang mengusulkan tax incentive kepada swasta yang membiayai riset, dan menganggap pihak swasta merupakan sumber pendanaan yang potensial. Singapura misalnya memberikan tax deduction sebesar 400% bagi perusahaan yang akan melakukan penelitian R&D di Singapura.

Sesi di siang hari mengambil tema Alternatif Pendanaan dan Publikasi Riset. Sesi ini  terbagi dalam  empat topik. Topik pertama membahas Bagaimana Media Menggunakan Hasil Riset dalam Pemberitaan oleh Yosep Adi Prasetyo (Ketua Dewan Pers). Yosep menyatakan bahwa hanya media besar yang biasanya memiliki unit khusus untuk melakukan riset, sementara mayoritas media harus mengoptimalkan wartawan sebagai peneliti. Jadi, ada kebutuhan untuk menjembatani antara peneliti (dan hasil riset) dengan rekan-rekan di media.

Topik kedua adalah Peluang Kerja Sama Sektor Swasta dalam Riset yang disampaikan oleh Jefri Butarbutar (Sekretariat Asosiasi Pengusaha Indonesia/APINDO).  Jefri menyampaikan bahwa regulasi masih menjadi kendala dalam produktivitas riset dalam perspektif pembiayaan. Perlu dilakukan kerja sama lintas sektor antara swasta, pemerintah dan akademisi untuk sinergitas pembiayaan pada bidang riset. Bonus demografi saat ini mengarahkan iklim penelitian ke arah padat karya dan bukan berbasis evidence atau research based on technology driven. Aspek – aspek  ini menjadi modal penting yang perlu dipertimbangkan oleh lembaga riset untuk berkontribusi hingga eksistensi lembaga.

Topik ketiga adalah Peluang Pendanaan Riset yang disampakan oleh Isono Sadoko (Akatiga). Isono Sadoko menyebutkan saat ini donor mempertimbangkan Indonesia telah menjadi negara yang cukup kuat pada sektor ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, donor cenderung tidak memberikan prioritas kembali di Indonesia. Hal ini menjadi tantangan yang aktual bagi lembaga riset Indonesia. Saat ini lembaga sangat perlu memetakan sumber pendanaan non donor asing yang bersifat tradisional. Peluang dana penelitian ini dikelompokkan ke dalam  dana perseorangan, dana swasta dan dana pemerintah (APBD dan APBN).  Lembaga perlu mempertimbangkan isu yang diminati oleh donor dalam negeri potensial.

Berdasarkan hal ini, pemetaan donor potensial perlu dilakukan kembali. lembaga riset Indonesia perlu mempertimbangkan hal ini sebagai peluang. Menurunnya intensitas penggunaan anggaran asing akan berimplikasi positif terhadap mandirinya proses penelitian dan mengurangi resiko isu  dikendalikan asing Tiongkok merupakan salah satu contoh negara yang sangat berkembang dalam dunia riset dengan mengoptimalkan anggaran dalam negeri.

Dalam rangka pendanaan riset, dibahas juga Pendanaan Riset untuk Penelitian GESI oleh Dr. Fitriani (CSIS). Fitri memaparkan tren penelitian berbasis gender dan kelompok inklusi masih rendah dalam kuantitas. Hal ini mengindikasikan bahwa isu GESI masih belum popular dibandingkan dengan isu-isu besar seperti isu kesehatan, kemiskinan hingga korupsi. Namun, beberapa donor asing memiliki nilai sensitif terhadap isu kesetaraan gender dan inklusi sosial. CSIS memiliki pengalaman dalam menjalankan riset yang didukung oleh donor yang peduli dengan GESI seperti KSI, UN Women dan Wahid Foundation. Lembaga-lembaga tersebut lebih mempertimbangkan proposal atau konten penelitian yang secara langsung membahas tentang keterlibatan perempuan dan aspek inklusi sosial. Oleh karena itu, lembaga riset perlu mempelajari lebih mendalam tentang isu-isu yang diminati oleh donor potensial

Topik terakhir adalah Hambatan Adopsi Riset yang disajikan oleh Roy Murtadho (Sajogyo Institute). Roy  memaparkan tentang  pengalaman Lembaga Sajogyo Institute (SAINS) dalam riset kebijakan berbasis sektor pariwisata di Kota Jogja dan Batu. Isu politik memiliki pengaruh dominan dalam area kebijakan dimana hal ini perlu dipahami mendalam oleh peneliti kebijakan. Batu merupakan salah satu contoh kota dengan isu kebijakan kompleks yang perlu ditelaah. Kota tersebut lebih menjalankan sistem oligarki pada aspek pariwisata sehingga pada 2012 masyarakat tidak menyetujui ide dari pemerintah daerah yang melegalkan kegiatan industry di area konservasi. Di sisi lain, Kota Jogja memiliki perbedaan yang signifikan dari perspektif kebijakan pariwisata. Kota Jogja merupakan contoh potensial dimana terdapat komunikasi kolaboratif antara pemerintah daerah dan akademisi serta tenaga ahli. Dalam dua kasus ini, lembaga perlu melakukan pengkajian mendalam tentang unsur politik yang dapat menjadi peluang dan tantangan pada sektor riset kebijakan.

Acara ditutup dengan perumusan kesepakatan bersama untuk memajukan penelitian di Indonesia.

 

Reporter: Shita Dewi (FKKMK UGM)

PS: dalam reportase di website, tolong ditambahkan foto, dan logo ARK Indonesia.  Maaf kamera saya jelek, bisa tolong dibrowsing saja foto pak Menteri di web.