
PKMK FK-KMK UGM membutuhkan Asisten Konsultan AKuntansi Rumahsakit untuk pendampingan Rumah Sakit selama 3 bulan.
- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
- Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman
Pembawa acara seminar yaitu Dr. dr. Dwi Handono, M.Kes, kemudian seminar dibuka dengan pengantar yang disampaikan oleh dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D, FRSPH. Dalam pengantar dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D, FRSPH terkait “Health System Transformation” disampaikan bahwa transformasi sistem kesehatan merupakan salah satu prioritas Kemenkes yang perlu diperbaiki terutama terkait pandemi COVID-19 untuk mengatasi health crisis kedepan. Transformasi tidak hanya menjadi kebutuhan bagi Indonesia tetapi juga internasional dan global. Faktor kegagalan transformasi dapat disebabkan karena:
- Tidak ada sense of urgency
- Tidak ada leadership team dari pihak kunci
- Tidak ada visi yang jelas dari transformasi
- Masalah komunikasi
- Kendala implementasi yang tidak diantisipasi
- Tidak ada perencanaan jangka panjang
- Capaian secara premature dianggap sudah berhasil
- Kegagalan untuk melembagakan transformasi setelah dilaunch
Salah satu kendala transformasi sistem kesehatan adalah friksi antara intervensi top-down dan bottom up. Sehingga seminar ini melihat respon daerah terkait transformasi sistem kesehatan dalam perspektif desentralisasi.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, dr. Yulianto Prabowo, M.Kes menyampaikan materi I terkait “Respon Dinas Kesehatan Provinsi terhadap Reformasi Sistem Kesehatan”. Penanganan Covid-19 di Jawa Tengah memberikan pelajaran bahwa pengendalian sudah cukup baik dengan surveilans yang terus-menerus dan peningkatan laju vaksinasi. Meskipun demikian, disparitas antar daerah perlu menjadi perhatian. Aksi penanganan menuju transformasi: penguatan layanan primer, pemberdayaan masyarakat, penguatan layanan rujukan, penguatan laboratorium PCR, karantina terpusat sampai di daerah, percepatan vaksinasi, serta refocusing anggaran. Pemerintah daerah merevisi rencana strategis terkait pandemi untuk penguatan sistem kesehatan tidak hanya UKP tetapi juga UKM.
Materi II terkait “Transformasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman” disampaikan oleh dr. Cahya Purnama, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. Transformasi layanan primer di Kabupaten Sleman memprioritaskan upaya preventif dan promotif. Overkapasitas SDM perlu diatasi dan ditingkatkan kapabilitas, termasuk untuk jenjang karir SDM BLUD.
Dari hasil diskusi, disimpulkan oleh dr. Dwi Handono meskipun transformasi sistem kesehatan tampak sentralistis, pemerintah daerah memiliki kesiapan untuk komitmen transformasi kesehatan. Transformasi kesehatan di daerah diprioritaskan untuk mengatasi permasalahan spesifik di daerah, Tetapi tetap menangani seluruh aspek kesehatan untuk mencegah kegagalan pada sistem kesehatan.
World Health Organization (WHO) telah menerbitkan berbagai standar dan tools yang terkait implementasi PPI. Namun perlu diakui bahwa publikasi sebelumnya tidak spesifik ditujukan pada fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) primer. Publikasi baru ini didasarkan pada pedoman, standar, dan tools PPI WHO yang sudah ada dan memiliki relevansi langsung bagi fasyankes primer. Target audiens utama dari dokumen ini adalah tenaga kesehatan, staf PPI, staf dinas kesehatan atau kementerian, para manajer fasyankes primer, dan tenaga professional lain yang tertarik untuk mengembangkan atau memperkuat program PPI di fasyankes primer.Program PPI merupakan bagian integral dalam sistem kesehatan nasional.
The Health System Response Monitor (HSRM) dirancang untuk mengumpulkan berbagai informasi terkini terkait bagaimana sistem kesehatan sebuah negara merespon pandemi COVID-19. Laporan ini akan diperbaharui secara berkala apabila terjadi perubahan tindakan ataupun kebijakan dalam penanganan COVID-19. Laporan disusun oleh kontributor dari setiap negara, tim peneliti dan konsultan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK – KMK UGM) turut berperan menyusun laporan dari Indonesia.
Laporan ini berfokus pada enam topik utama, (1) pencegahan penularan/transmisi lokal, (2) memastikan jumlah infrastruktur fisik dan tenaga kesehatan yang memadai, (3) pelayanan kesehatan yang efektif, (4) pembiayaan pelayanan kesehatan, (5) tata kelola sistem kesehatan terkait COVID-19, dan (6) tindakan atau kebijakan dari sektor lain non kesehatan dalam menangani pandemi.
Sepanjang 2020, PKMK melaksanakan 677 kegiatan daring dan luring. Secara umum, kegiatan dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu: kegiatan organisasi yang didukung oleh unit publikasi, kegiatan proyek penelitian dan kerjasama yang dilaksanakan oleh divisi, dan kegiatan pengabdian masyarakat atau social events.
Selama Januari – November 2020, total kegiatan penelitian, pelatihan, dan konsultasi di PKMK adalah sebagai berikut:
- 12 kegiatan penelitian, dengan 10 kegiatan bersumber dana internasional dan 2 kegiatan bersumber dana pemerintah,
- 10 kegiatan kerjasama dengan sumber dana luar negeri dan dalam negeri, dan
- 13 pelatihan dengan sumber dana dalam negeri.
PKMK telah banyak belajar dari pandemi COVID-19 dan terus aktif mengembangkan lembaga dalam menghadapi tantangan dan peluang di masa tatanan baru (new normal).
Saksikan video lengkapnya di bawah ini:
Tantangan terbesar dalam penguatan kesiapsiagaan bencana bidang kesehatan adalah kesadaran yang rendah untuk mengadaptasi program kesehatan yang berwawasan manajemen risiko karena kita tinggal di negara yang tinggi risiko bencana alam serta ancaman penularan penyakit akibat tingginya lalu lintas global di negara ini, juga jenis ancaman terorisme dan konflik yang terus mengancam ketahanan kesehatan. Tidak hanya itu, apakah wawasan risiko telah menjadi budaya dan prinsip dalam tatanan pelaksanaan sistem kesehatan nasional dan daerah? Jika iya, apakah semua program telah menganggarkan dan siapsiaga menghadapi dampak bencana alam dan pandemi seperti saat ini? Atau upaya penanggulangan bencana dan krisis kesehatan hanya menjadi tanggungjawab Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) atau hanya tanggung jawab satu dua orang di dinas kesehatan yang selama ini ditugaskan untuk mengelola sub kegiatan krisis kesehatan di bawah bidang Layanan Kesehatan atau di bawah seksi rujukan/ wabah? Semua hal ini berhubungan dengan kemampuan SDM kesehatan dalam merencanakan dan merespon situasi bencana.
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK – KMK UGM) didukung oleh Knowledge Sector Initiative (KSI), sebuah inisiatif dari Pemerintah Indonesia dan Australia yang mendukung perumusan kebijakan berbasis pengetahuan dan kajian yang semakin berkualitas, dalam beberapa tahun ini berkomitmen mendampingi pemerintah dan masyarakat adalam agenda – agenda kebijakan kesehatan melalui hasil kajian dan advokasi isu terkait, diantaranya manajemen bencana, krisis kesehatan, pembiayaan dan masalah kesehatan masyarakat lainnya. Tahun ini, di bawah konsorsium LIPI, PKMK FK – KMK UGM diamanatkan untuk menganalisis dan mengembangkan adaptasi pilar SDM dalam SKN yang adaptif menghadapi situasi bencana dan krisis kesehatan ke depannya.
Dugaan penelitian atau hipotesis sementara adalah SKN yang ada belum berwawasan manajemen risiko bencana dan krisis kesehatan, akibatnya SDM kesehatan bingung dalam merespon situasi bencana dan krisis kesehatan. Pembuktian ini akan dilakukan melalui kegiatan kajian literatur, penelitian dokumentasi dan penelitian evaluasi terkait SDM kesehatan. Harapannya, kajian – kajian ini dapat menjadi dasar rumusan draft rekomendasi kebijakan untuk memasukkan manajemen risiko sebagai salah satu prinsip dan nilai dasar pelaksanaan SKN ke depannya.
Berdasarkan pengantar di atas, PKMK FK – KMK UGM menyelenggarakan seminar progress hasil literature review mengenai SDM kesehatan dalam adaptasi SKN menghadapi bencana dan krisis kesehatan.
TUJUAN KEGIATAN
Seminar ini bertujuan untuk:
- Menyampaikan kerangka, proses dan hasil sementara kajian literatur terkait pilar SDM kesehatan dalam menghadapi bencana dan krisis kesehatan
- Mendapatkan masukan dan rekomendasi untuk penyempurnaan hasil kajian litertur
WAKTU, TEMPAT DAN AGENDA KEGIATAN
Hari/ Tanggal : Senin / 21 Desember 2020
Waktu : 10.00 – 12.00 WIB
Tempat : Di tempat masing – masing menggunakan platform online
Jam | Kegiatan | Keterangan |
10.00 – 10.10 WIB | Pengantar dan pembukaan | Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD Ketua Departemen HPM FKKMK UGM Moderator : Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, SKM, M.Kes Konsultan/ Kepala Divisi Manajemen Rumah Sakit PKMK FK-KMK UGM |
10.10 – 10.30 WIB | Presentasi progres kajian literatur: SDM kesehatan dalam adaptasi SKN menghadapi bencana dan krisis kesehatan | Tim Penulis : Madelina Ariani, SKM, MPH
Peneliti Divisi Manajemen Bencana PKMK FK-KMK UGM |
10.30 – 10.50 WIB | Diskusi 1:
Tantangan SDM kesehatan disituasi pra bencana dan krisis kesehatan dalam pelaksanaan SKN |
Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS
Ketua PKMK FK – KMK UGM/ Senior Lecturer of Health Poilcy and Management FK-KMK UGM |
10.50 – 11.10 WIB | Diskusi 2:
Tantangan SDM kesehatan dalam merespon bencana dan krisis kesehatan serta penerapan SPM layanan kesehatan dan pelaksanaan SKN |
dr. Bella Donna, M.Kes
Konsultan/ praktisi bencana kesehatan/ Kepala Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM |
11.10 – 11.30 WIB | Diskusi 3:
Reformasi SKN untuk negara rawan bencana dan krisis kesehatan, serta tantangan ketahanan kesehatan global |
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional RI/ Bappnenas |
11.30 – 11.55 WIB | Diskusi umum | Moderator |
11.55 – 12.00 WIB | Kesimpulan dan penutup | Moderator |
KEPESERTAAN
Prof. Laksono membuka pelatihan ini dengan menjelaskan bahwa sebagai konsultan itu penting untuk meningkatkan mutu isinya (Modul A) dan meningkatkan mutu komunikasi (Modul B). Termasuk penampilan di depan kamera yang akan dipelajari pada sesi ini. Selanjutnya, Sealvy menjelaskan tentang Broadcasting dan Home Studio. Selama masa pandemi ini, ada banyak kegiatan online yang dilaksanakan dari rumah, sehingga penting untuk menyediakan perlengkapan serta koneksi internet yang memadai. Sealvy menjelaskan tentang perlengkapan yang direkomendasikan, termasuk green screen, laptop, lampu vlog, headset, dan mic USB. Dalam sesi ini juga dijelaskan tentang proses produksi broadcasting yang dikerjakan di PKMK. Dalam diskusi dijelaskan mengapa harus memakai green screen dan kemungkinan permasalahan koneksi yang terjadi. Selengkapnya, simak materi lebih lanjut di sini.
Sesi selanjutnya adalah materi dari Ayu dengan judul “Bicara Lancar dan Mempesona di Depan Kamera”. Saat menjadi konsultan, klien kita bervariasi sehingga para konsultan harus menyesuaikan diri. Saat berbicara di depan umum, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menyampaikan materi kita supaya berkesan. Walaupun materi yang disampaikan berat, bila kita bisa menyampaikan dengan baik, maka audiens bisa menerima dengan lebih mudah. Untuk bisa berbicara dengan baik di depan kamera, yang pertama adalah mata kita harus sejajar dengan kamera. Meskipun selama bicara di seminar online kita tidak melihat audiens, namun kita harus yakin bahwa audiens mendengarkan dan kita harus membuat audiens tidak mengantuk, dengan membuat intonasi suara naik turun. Suara perut menghasilkan suara yang lebih tenang dan ada tekanan.
Persiapan untuk berbicara di depan kamera antara lain tersenyum dari hati, penampilan, peralatan, dan mikrofon. Ayu melanjutkan menjelaskan tentang environment yang mencakup background, situasi yang tenang, dan lighting, lalu posisi dimana kamera harus sejajar mata, berdiri untuk presentasi formal dan duduk untuk meeting dan diskusi. Bila ada kendala saat berbicara online, sebaiknya disampaikan kepada audiens supaya tidak bingung. Selanjutnya adalah grooming/non verbal atau self confident, agar audiens senang mendengarkan kita berbicara. Kita juga bisa mengandaikan seperti kita berbicara kepada orang terkasih, keluarga, atau teman atau orang yang menyenangkan, supaya powerful dan energi kita keluar. Ketika berbicara di depan kamera, kita harus memproyeksikan energi kita, apalagi bila berbicara tentang passion. Apa yang kita ucapkan berbeda dengan tulisan, oleh karena itu kontak mata, ekspresi, suara yang jelas dan tidak dibuat-buat, serta gestur/penggunaan tangan itu penting. Selanjutnya adalah practice makes perfect, supaya bisa lebih lancar berbicara di depan kamera. dr. Ayu menyampaikan juga tentang poin utama materi yang disampaikan : salam pembuka, poin – poin diskusi, summary/closing, dan infografik.
Pada diskusi, Ayu membahas bahwa kita harus yakin kalau audiens mendengarkan kita, dan kita harus memegang prinsip “we have to give more and expect less” sehingga yang bisa kita lakukan adalah menyiapkan materi seenergik mungkin. Selanjutnya Ayu menjawab pertanyaan apa yang harus dilakukan bila ada kendala materi, yaitu dengan memiliki back up materi baik hard copy maupun laptop yang lain.Ayu juga memberikan tips sebagai moderator untuk menghadapi audiens yang terlalu rumit, yaitu mengenali audiens dan memberikan agreement terhadap audiens di awal acara dan menyimpulkan pertanyaan audiens tersebut. Moderator juga harus bisa menghentikan pembicara bila melebihi waktu yang ditentukan dengan sopan. Prof Laksono menambahkan pembicara juga harus berlatih agar materi yang dibawakan tidak melebihi waktu yang ditentukan.
Sesi pelatihan ini ditutup Prof. Laksono dengan saran untuk para konsultan berlatih berbicara di depan kamera, agar tidak tampak sembarangan dan mendapatkan trust dari para klien, karena berbicara di depan umum bukan hanya bakat, namun juga teknik.
Reporter : Srimurni Rarasati
Arsip Video
Selama 7 tahun terjadi kontroversi karena level pusat melakukan analisis agregat nasional menggunakan data Susenas yang pastinya akan hasilnya membaik karena kelompok miskin di Jawa selalu membaik, namun di daerah yang sulit, terpencil menjadi pertanyaaan sehingga ada opsi evaluasi menggunakan pendekatan realist evaluation untuk membandingkan implementasi JKN antar daerah. Pada kesempatan ini pemateri akan menyampaikan “Hasil Penelitian Menggunakan Data Susenas Untuk Memahami Pencapaian Prinsip Equity di JKN”, dan “Menggunakan data rutin BPJS sampel dan data rutin RS untuk memahami pencapaian equity di JKN dengan kasus spesifik kardiovaskuler”.
Sesi kedua membahas dampak dari pandemi COVID-19 pada UHC dan bagaimana situasi COVID-19 mempengaruhi UHC di berbagai negara yang akan disampaikan oleh Peter Berman. Selain itu juga dibahas penggunaan data rutin dari Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu dalam konteks rasio klaim dan konstruksi APBN 2021 untuk memprediksikan dampak COVID-19 pada anggaran pusat. Pada topik 3b membahas Opsi Kebijakan JKN terkait prinsip Akuntabilitas dan Berkeadilan, yang kedua terkait Kebijakan Mutu, dan Ketiga paparan Daftar Isian Masalah untuk Revisi UU SJSN dan UU BPJS dalam konteks Akuntabilitas, Berkeadilan dan Quality.
dr. M. Fikru Rizal, M.Sc.
Peneliti di KP-MAK, FK – KMK UGM: Hasil Kerjasama Penelitian UHC Harvard University dan Universitas Gadjah Mada
Penyaji pertama menyampaikan tentang hasil penelitian bersama dengan Harvard University dengan Tim KPMAK dan PKMK UGM dengan judul “Siapakah yang paling diuntungkan dari sistem kesehatan Indonesia”. Penelitian ini menggunakan data SUSENAS dalam kurun waktu 2012 – 2018. Penelitian mengenai equity ini penting dilakukan karena 1) akses kepada pelayanan kesehatan yang berkeadilan merupakan indikator yang paling penting dalam sistem kesehatan yang berfungsi dengan baik dan 2) diperlukannya monitoring sosial economic inequality yang terkait dengan akses pada layanan kesehatan.
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui trend dari social economic inequality dan disparitas regional pada pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan konteks sebelum dan sesudah implementasi JKN. Metodologi menggunakan data survei sosial ekonomi nasional pada 2012 – 2018. Data ini representatif sampai tingkat kabupaten. Akses pelayanan kesehatan yang digunakan diukur dengan penggunaan layanan rawat inap di rumah sakit karena layanan ini memerlukan keputusan klinis dari klinisi dan tidak hanya dari sisi pasien. Status sosial ekonomi yang digunakan adalah pengeluaran perkapita yang diukur dari kuesioner Susenas. Ukuran Inequality yang digunakan yaitu ukuran relatif dan ukuran absolut.
Hasil penelitian menunjukkan kepemilikan kartu asuransi kesehatan yang meningkat. Dari sisi penggunaan layanan rawat inap di rumah sakit, secara nasional terjadi peningkatan hampir dua kali lipat dimana dari 1000 orang yang disurvei terdapat 15 orang yang menggunakan layanan rawat inap. Di tingkat provinsi terjadi peningkatan akses layanan rawat inap di hampir semua provinsi di Indonesia. Namun beberapa daerah Papua dan Maluku yang tidak jauh berubah sehingga ini menandakan bahwa adanya ketidakmerataan di tingkat regional untuk akses layanan rawat inap. Meski di daerah NTT, Maluku dan Papua sama – sama bertumbuh jumlah rawat inap nya tapi menjadi paling tertinggal dibandingkan daerah – daerah yang lain.
Hasil perhitungan yang dilakukan bahwa dari ukuran ketimpangan relatif terjadi penurunan di semua regional dan level nasional secara agregat turun dari 0,28 menjadi 0,21 menurun dan yang paling bagus penurunannya adalah di Jawa. Namun, ketika dilakukan pengukuran ketimpangan secara absolut (jarak atau selisih antara yang paling miskin dan yang paling kaya di masing – masing regional) maka secara nasional terjadi peningkatan ketimpangan. Adanya disparitas regional yang semakin melebar, menandakan bahwa adanya JKN jika tidak diimbangi dengan peningkatan layanan kesehatan, ketersediaan layanan kesehatan di daerah – daerah tersebut maka dapat mengurangi akses yang timpang antara daerah timur dan barat.
Insan Rekso Adiwibowo, M.Sc –
Peneliti di PKMK FK – KMK UGM
Penyaji kedua menyampaikan hasil pemetaan disparitas dalam JKN dengan studi kasus utilisasi layanan kardiovaskuler. Hal ini didasarkan pada disparitas dalam akses kesehatan di Indonesia karena kurangnya rumah sakit, dokter spesialis dan teknologi kesehatan di banyak daerah di Indonesia. Hasil pemetaan disparitas menggunakan data sampel BPJS dengan menekankan pada distribusi layanan kardiovaskular, segmen yang lebih banyak mengklaim layanan kardiovaskular, dan isu portabilitas layanan kardiovaskular serta dampak inequitas geografis pada status kesehatan.
Berdasarkan data Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) menunjukkan prosedur kardiovaskuler hanya dapat dilakukan pada rumah sakit perkotaan di Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi namun NTT dan Papua tidak ada rumah sakit yang mampu menangani prosedur pasca operasi katup jantung. Kelompok yang paling banyak menggunakan layanan kardiovaskular berasal dari segmen Bukan Pekerja, PBPU dan PPU. Dilihat dari sisi medical travel, hampir 50% pasien di provinsi Papua, dan Sulawesi Barat harus keluar daerah untuk mendapatkan layanan kardiovaskular di rumah sakit.
Destinasi utamanya sebagian besar masuk ke Jakarta di Rumah Sakit Kelas A dan Daerah Istimewa Yogyakarta untuk layanan spesialis jantung. Dampak Geografis akibat program JKN adalah banyak peserta JKN yang tidak mendapatkan benefit yang sama karena perbedaan ketersediaan layanan.
Pembahas:
Eko Setyo Pambudi– Senior Health Specialist at The World Bank
Eko menyampaikan jika membandingkan ketersediaan Puskesmas pada 2013 ke 2018, telah terjadi proporsi peningkatan lebih tinggi khususnya di Indonesia Timur. Dari sisi ketersediaan tempat tidur di puskesmas dan rumah sakit terjadi peningkatan dari sisi supply di Indonesia bagian timur dibanding Indonesia bagian barat. Dari sisi pemanfaatan rawat inap secara umum, akses rawat inap membaik di semua regional. Juga peningkatan akses pada kelompok miskin jauh lebih tinggi daripada kelompok kaya.
Selain itu, secara umum puskesmas memiliki tingkat kesiapan dari peralatan dasar, standar pencegahan, dan kemampuan diagnosis yang lebih baik setelah implementasi JKN meskipun ada beberapa komponen yang masih rendah dan perlu ditingkatkan. Hal ini menunjukkan terjadi hubungan yang erat antara supply side dengan utilisasi layanan puskesmas. Terkait kesenjangan, perlu memasukkan faktor sosial budaya seperti kerjasama dengan dinas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan pengguna layanan kesehatan.
Prof Laksono menambahkan, “Kalau kita lihat dalam konteks data rutin BPJS, hanya meng – cover sekitar 78% dari yang ikut BPJS. Kami menganjurkan pendekatan realist evaluation untuk melihat apakah JKN ini jalan berbagai daerah Indonesia. Dalam hal portabilitas, masyarakat yang jauh dari akses harus terbang ke provinsi lain sehingga perlu kita menggabungkan kedua analisis yang kita lakukan untuk menghindari kesimpulan yang salah.”
Prof. Peter Berman, Ph.D – Vancouver, Canada
International Setting of Current UHC and COVID-19 Pandemic
Pada kesempatan ini Peter menyampaikan 3 isu antara lain capaian UHC sebelum pandemi COVID-19; 2) dampak pandemi COVID-19 terhadap UHC; dan 3) pengaruh COVID-19 terhadap kemajuan LMIC mencapai UHC. UHC merupakan tujuan yang sangat ambisius untuk negara – negara berpenghasilan rendah dan menengah. Merefleksikan ambisi UHC, tujuan ini dimasukkan ke dalam SDGs dengan mendefinisikan kembali UHC dimana untuk mencapai UHC termasuk perlindungan Risiko Keuangan, akses ke layanan perawatan kesehatan esensial berkualitas dan akses ke obat – obatan dan vaksin yang aman, efektif, berkualitas serta terjangkau untuk semua.
Sejalan dengan hal ini, Komisi Lancet Global Health 2035 merefleksikan pandangan yang sangat optimis tentang pencapaian masa depan di bidang kesehatan pada negara – negara berpenghasilan rendah dan menengah. Banyak negara meluncurkan Program Nasional yang ambisius untuk mencapai UHC. Untuk mencapai ini, banyak negara memadukan pembiayaan publik pada layanan publik bahkan layanan swasta untuk memastikan perlindungan keuangan dalam mengakses layanan kesehatan berkualitas. Meskipun ada kemajuan, cakupan UHC terhenti atau tidak sesuai jalur, dan hanya sekitar setengah dari populasi dunia yang akan tercakup pada 2030.
Dampak pada kesehatan
– Telah terjadi dampak yang sangat signifikan dalam hal pelaporan kasus yang dikonfirmasi di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah termasuk India, Indonesia, Afrika Selatan, Peru, Brasil, dan beberapa lainnya. Peter meyakini ada ketidakpastian jumlah kasus yang di konfirmasi dari total jumlah kasus yang sebenarnya karena keterbatasan dalam menguji kasus asimtomatik dan sebagainya.
Faktanya, pada jumlah tertentu kasus ini membutuhkan rawat inap dan perawatan yang memadai tetapi di LMIC tidak terlihat. COVID-19telah menyebabkan pengurangan yang signifikan dalam penggunaan layanan lain yang penting seperti imunisasi, layanan kesehatan ibu anak dan layanan pengendalian penyakit. Dari sisi permintaan, penduduk memiliki kekhawatiran tentang keselamatan untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan, juga pada petugas kesehatan terkait keselamatan kerja.
Dampak pada ekonomi
– Secara umum dampak ekonomi yang terjadi antara lain penurunan tajam di seluruh dunia dalam pertumbuhan ekonomi akibat dari berbagai jenis pembatasan dan perubahan perilaku di pihak konsumen dan pekerja. Terjadi peningkatan signifikan dalam pengeluaran publik untuk mengurangi dampak ekonomi COVID-19di banyak negara. Peter melihat bahwa ini dibiayai dengan peningkatan utang publik yang signifikan.
Banyak peningkatan permintaan untuk pengeluaran langsung menanggapi COVID-19 termasuk kebutuhan untuk memasang peralatan pelindung diri, biaya perawatan klinis di rumah sakit yang membeli alat bantu pernapasan, dan memperluas layanan klinis.
Dampak pada Kemajuan UHC
– COVID-19dapat secara langsung mempengaruhi kemajuan menuju UHC. Hal ini terjadi karena tekanan makroekonomi dan kapasitas fiskal yang berdampak pada sistem kesehatan. Pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau bahkan pertumbuhan ekonomi yang negatif akan mengurangi kapasitas fiskal. COVID-19 juga akan meningkatkan beberapa jenis kebutuhan permintaan layanan kesehatan, namun terdapat tantangan menjaga pasokan APD dan layanan klinis hingga 2021.
Selain itu, COVID-19 belum tentu merupakan berita buruk. COVID-19 menciptakan tekanan politik baru untuk tindakan Kesehatan pemerintah. Pemerintah adalah aktor kunci untuk menjamin, mendukung dan mendanai penangan COVID-19. Di beberapa negara, para pemimpin politik berjanji untuk memberikan lebih banyak perhatian membantu menangani COVID-19, dan ini dapat mengarah pada dukungan yang lebih kuat untuk Indonesia.
M. Faozi Kurniawan, MPH-
Pemaparan Data Rutin Klaim Rasio Per Segmen dan Outlook APBN 2021